Just Learning, Only a Story

Alasan


Manusia memang makhluk yang hidup karena alasan, maksudnya ia menjadi tetap hidup karena bisa beralasan. A men can give make many excuses in their life, I do, u do, everybody does, right?

 Kadang dalam hidup kita selalu memikirkan alasan apa yang tepat untuk dilontarkan pada orang lain untuk tidak mengakui kesalahan, kekalahan, maupun ketidakmampuan diri sendiri. Ini yang sebenarnya jadi gak logis, tapi lagi-lagi karena kita adalah manusia yang merupakan makhluk Tuhan paling berakal, kita bisa membuatnya jadi logis.

Ketika hendak membeli hp baru, kita beralasan pada orang tua kalau hp kita yang sekarang udah ketinggalan jaman. Ketika terlambat masuk kelas, kita beralasan pada dosen atau guru lalu lintasnya macet parah (alasan klasik yang tidak pernah pudar). Ketika kita marah-marah sama si pacar, kita beralasan lagi PMS (that’s it girls). Ketika disuruh rapat kepanitiaan tertentu, kita beralasan harus jaga rumah. Ketika adik lelakiku yang remaja ditanya mama kenapa kok hari sabtu masih aja ke sekolah padahal kan libur, dia beralasan mau kerja kelompok (padahal kerja kelompok plus-plus, ya plus main game online, plus ngedate mungkin, heu..). Daaaaan… seterusnyaa..

Alasan yang paling banyak kita dengar salah satunya adalah alasan ketika terlambat datang pada suatu janji. Apalagi orang Indonesialah, jam karet udah jadi budaya, bisa jadi suatu saat jam karet karet akan terpajang di museum karena keawetan budayanya (literally :p)

Sebuah cerita tentang alasan, telat, dan janji. Peristiwa ini gak akan saya lupakan, dan kadang-kadang kalau inget-inget lagi suka bikin eike keuheul (peace ya Allah, ampuni saya kalau derajat emosi saya masih labil).Hari itu hari wisuda ITB lulusan April 2011. Saya sama si mas udah punya rencana hari Sabtu itu. Saya janjian dengan ketiga teman saya di Ciwalk untuk membeli kado buat temen saya yg berulang tahun, setelah itu kami ke kampus untuk memberinya surprise, sekaligus nonton arak-arakan dan memberi selamat pada temen-temen wisudawan, baru malem mingguan deh. Jam 10 teng adalah waktu yang sudah kami sepakati untuk bertemu di mall tsb.

Menyadari padatnya jadwal hari itu (deuuh gaya), saya mengalokasikan waktu sebaik-baiknya untuk tiap segmen. Jam 10 saya sudah menjejakan kaki di Ciwalk, saya sms ketiga teman saya. Ternyata mereka memberitahukan bahwa akan telat dari jadwal yang dijanjikan. It’s Ok, toh saya bisa jalan-jalan dulu sama si mas, muter-muter, liat jadwal film yang akan ditonton nanti, dll. Jam 11 satupun dari mereka ga ada yang nongol. Well, this is quite annoying ya, ga enak sama gandengan yang saya bawa, dia udah mulai bosan. Akhirnya jam 11.30 dua orang dari mereka baru pada bermunculan, tapi karena saya udah terlanjur agak bete, jadi saya bilang yawdah kalian aja ya yang cari kado, saya tunggu di kampus aja, habis lama dari tadi, tau gitu kan saya beli kado aja sendiri, kalian terima jadi (dan ganti tentunya). Tapi siapa sih yang ga bete nunggu satu setengah jam? Dan saya merasa lebih ga enak sama si mas yang udah bersedia mengantar saya kesana kemari.

dan Alasan ketiga sahabat saya yang telat adalah:

  • Teman 1: Nemenin mama belanja dulu sebelumnya, kasihan si mama kalo bawa-bawa barang belanjaan sendiri
  • Teman 2: Ketemuan sama dokter di RSHS, urusan bisnis apa presentasi gitu (lupa)
  • Teman 3: Mau beli charger hp, tapi pas naik angkot lagi salah naik angkot jadi muter deh.

Mau logis apa ga, intinya mereka membela diri karena ga bisa datang tepat waktu. Tapi saat itu pikiran saya yang bete tidak menerima alasan apapun (namanya juga bete). Akhirnya saya sama si mas pun berlalu dengan motor, tujuan ke kampus. Di perjalanan itulah saya dapet sedikit musibah. Inilah yang terpikir oleh saya kemudian: Saya ga akan dapet musibah kalau saya ga ke kampus duluan. Saya ga akan pergi ke kampus duluan kalau saya ga bete. Dan, saya juga ga akan bete kalau mereka ga telat berlebihan. You see, the universe has plan, and that plan is always in motion.

Musibah ini ni yang bikin saya bete (sama pelakunya). Di Taman Sari, jalanan masih padat dalam rangka wisudaan, tiba-tiba motor si mas yang sedang adem ayem ngantri ditubruk mobil berplat B (dem you plat B) dari belakang, motor oleng, saya yang ga siap dan terloncat (untung saya ga sampai guling-guling). Yang terasa hanya pantat dan pinggang saya nyeri berat, saya segera dipapah orang-orang ke pinggir jalan, duduk dan menenangkan diri (in fact, saya sama sekali ga tenang, merasa shock, gemeteran, dan nangis, heuheu. You know I have a little bit horrible memory about motorcycle accident). Ternyata si pelaku adalah mbak-mbak muda dengan dandanan super dan rok mini (shame on you babe), dia juga tampak panik dan meminta maaf berulang kali (apologize to my butt), dodolnya dia bilang maaf dengan alasan: buru-buru mau wisuda, udah terlambat, dst. Dia cuma ngasi nomer hpnya, nawarin ke boromeus aja engga, cih.. Singkatnya, si mas tetap membawa saya ke boro untuk periksa (si mas gapapa, motor sedikit cedera, dan yaa.. paling kena dampaknya). Dan Alhamdulillah ibunya baik-baik aja, untung belum ada anaknya, hehe

Yaa.. akhirnya si pelaku bertanggungjawab kok, dia mengganti biaya pemeriksaan dan obat, tapi itu setelah kita berulang kali menghubungi hpnya dan ga diangkat. Baru bisa dihubungi setelah besok malamnya, itu pun hape cowonya, bukan hape dia. Untunglah Allah masih melindungi saya, (Alhamdulillah) dan menunjukkan jalannya. Ternyata si pelaku itu bukan diwisuda, tapi cuma jadi pendamping wisuda mangkanya buru-buru, dan si pacarnya itu anak Arsitek 2006 (perlu sebut nama?) kebetulan masih temennya temen saya, jadi dengan mudah kita bisa melacak dia dan minta pertanggungjawaban perbuatan cewenya itu (oya, spoiler lagi, si cewenya anak SBM 2006, perlu sebut nama? Makin buruklah citra anak SBM di mata saya, no offense buddy, but you build that appearance to my mind, eh our mind). Oya, alasannya si cewe ga bisa dihubungi adalah karena hpnya dipegang pacarnya itu seharian, yes.. what an excuse, huh.

Intinya mah, rencana hari itu sama sekali ga ada yang berjalan benar. Saya ga jadi beli kado bareng temen-temen, saya ga jadi ngasi surprise sama the birthday girl, saya pun ga sempet ngucapin selamat secara langsung sama sahabat-sahabat saya yang diwisuda, untungnya poin malam mingguan bisa tetep berjalan walopun kita berdua udah ilang mood.

Yap, kisah itu bisa berdiri karena ada alasan. Alasan membentuk peristiwa berikutnya dan alasan pun yang menjadi pembenaran tiap orang ketika melakukan kesalahan, apapun itu. Alasan akan menjadi lebih rasional ketika kita bisa menerima dengan legowo kesalahan yang kita lakukan. I’m saying this because I am still the excuses maker, but at least from that moment I learn and try to:

  1. Fulfill any appointment and promises ON TIME.
  2. Be more patient in every condition, push my emotion aside.
  3. Forgive people’s mistake to you, no hatred, be great-hearted
  4.  No excuses to defend my mistakes

I hope we all try.

3 thoughts on “Alasan”

  1. “You see, the universe has plan, and that plan is always in motion.”

    gw masih penasaran jg sama pernyataan ini deh mon..
    ini kan takdir ya

    klo kejadiaannya kita berjuang melawan takdir
    (kayak kejadian HIMYM season 1 episode trakhir)
    gmn tuh? apa itu jg termasuk “the universe plan” atau “the universe support”?

    1. heum… sepertinya universe support itu termasuk dalam the universe plan deh.. the support is its plan. but no matter the universe have planned, we still have to belive that the plan is the best for us, and of course still give our best in that plan. stuju? high six dulu de.. hahaha

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s