Oke, di episode kali ini saya akan sedikit share mengenai pengalaman saya di 1 hari yang melibatkan siang dan malam. Hari itu bukan siang dan malam yang biasa.
Siang
Saya bari selesai dari mengurus keperluan saya di daerah Ciracas, Jaktim. Jam 11 saya berniat pulang, tapi entah kenapa saya memilih sedikit jalan kaki, niatnya sih mau nyari kos-kosan atau kontrakan di daerah sini yang agak bagusan. Kaki saya membawa saya berjalan dan menyetop angkot
Saya: “Pak lewat Tanah Merdeka?”
Sopir angkot: “Bisa, nanti turun aja di jalan blabla”
Saya naik. Ibu-ibu di angkot ikut nanya. “Mbaknya mau kemana Tanah Merdekanya?”.
Saya: “Emm.. mau cari kosan sih bu atau kontrakan.”.
Ibu-ibu: “Ooh, nanti turun sama saya aja, saya bantuin, rumah saya deket sana.”
Singkat ceritanya.. saya ikut si ibu, dan sekalian bantuin bawain belanjaannya, kayanya dia dari pasar jadi belanjanya banyak. Saya dibawa masuk gang-gang gitu dan sampai di rumahnya untuk naro belanjaan. Ternyata di rumah kontrakannya yang cukup sederhana, ia buka warung sembako gitu, kecil-kecilan. Si ibu nyerocos panjang, mulai dari dia baru buka warung, dia tinggal sendiri, dll, dia dipanggil bude disana karena orang jawa asli, saya ikut manggil dia bude
Bude: Suami saya belum pulang-pulang, ntar mbaknya nginep sini juga boleh, kan deket dari kantornya,
Tetangga bude: Iya temenin bude aja mbak, kasian sendirian
Saya mesem-mesem aja.
Sambil jalan nyari tempat kos-kosan yang dimaksud si bude, saya nanya: “Anaknya kemana bude?”
Bude: “Saya gak punya anak, mbak”
Saya: “Suami?”
Bude: “Ya itu.. suami saya gila, udah ga pulang 3 bulan, kayanya sih ga akan pulang.”
Gila apa ini maksudnya? Gila gangguan mental? Skizofrenia?
Ternyata setelah saya ngobrol-ngobrol lebih lanjut, suami bude ini bukan gila, tapi main gila, alias selingkuh, masih sama tetangga di rumah kontrakan deket sini, terus dia pergi, entah tinggal dimana. Bude mengikhlaskan saja. Saya kaget, ya Allah ngeri banget sih bisa kaya gitu. Dia baru buka warung kecil ini beberapa hari yang lalu, katanya sih.. daripada bengong, dibantuin sama tetangganya bikin warung.
Akhirnya saya diajak bude ke beberapa rumah yang ada kosan dan kontrakan. Semua tempatnya sederhana, ga terlalu luas, dengan isi seadanya, harganya pun yaa.. sangat terjangkau (ga kaya kosan daku dulu di Kuningan, muahalll pisan). Bude antusias banget nyariin kosan, dia malah bilang, kalau disini nanti sering-sering main ke rumahnya.
Rumah bude itu kontrakan yang dempetan sama tetangganya. Hanya ruangan bersekat 3, luasnya mungkin sebesar ruang keluarga rumah temen-temen sekalian. Depannya ada etalase tempat nyimpen barang-barang jualan, sekat pertama adalah ruang tamu yang terdiri dari 1 sofa, sekat kedua tempat tidur, sekat ketiga dapur dan kamar mandi. Pompa air digunakan bersama-sama dengan tetangga kontrakan sebelah. Sederhana.
Saya akhirnya salat zuhur dan ngobrol-ngobrol dengan bude, lalu pamit pulang. Miris juga dengan kehidupannya, tapi dia tampak kuat sih, malah tidak segan menceritakan hidupnya *aku sih yang penasaran nanya-nanya*
Malam
Habis pulang dari sana, di perjalanan saya ditelepon kakak, dia lagi di hotel Grand Sahid di Sudirman, dia dan seorang temannya nginep disana, akomodasi dari kampusnya (sebagai dosen), mereka menginap disana karena ikutan acara World Batik Summit di JCC, 1 orang temennya ada yg pulang, jadi kakak punya tiket nganggur untuk ikut galla dinner plus fashion show batik di JCC itu. Akhirnya walopun capek en panas habis muterin jkt, akhirnya eike iya-in aja, daripada sendirian di kosan mending ngibrit aja ke hotel. Cuuy, ternyata perjalanan dari Fatmawati ke Sudirman tida singkat. Kudu naik metromini dari fatmawati sampe blok M, dari blok M baru naik busway (transjakarta, whateverlah..).
Sampe hotel, ngegoleeer dengan leganyaa.. karena hotelnya enaaakk.. oh thankyou kakak, sudah mengajakku ke sini. Malamnya, siap-siap ke galla dinner JCC. Aku-kakak-temen kakak bertiga naik taksi (cihuylah ini kampusnya si kakak, ngasi akomodasinya, jadi dosen di swasta lebih enak kayanya). Dengan dandan apa adanya kita sampai disana.. Ternyata ini acara ga main-main cuuuyy.. ini acara kelas internasional. Ckckck.. ada kompetisi batik, pameran, makan malam mewah, plus tontonan fashion show desainer ternama baik dalam dan luar negeri, si modelnya cantiiiiik en ganteeeeng, kaya blasteran indo-eropa, yg model cowonya aja mirip pemaen bola itali-spanyol, model cewenya.. Emm.. I’ll do anything deh punya bodi kaya gitu. Mimpi apaaa eike ada di acara kaya ginian.. Yang dateng juga menteri sekelas Jero Wacik, ada Agum Gumelar, Dedi Yusuf. Ini mata ampe kriyep-kriyep ga percaya ada di ballroom JCC dengan peralatan meja makan yang lengkap.
Hayoo.. yang dipake yang mana dulu??
Makanan pun ga main-main, diantar langsung sama waitersnya, lengkap mulai dari appetizer: Soto Madura dan Otak-otak. Main course: nasi kuning, ayam panggang manis, ikan bakar colo-colo, sate maranggi, sayur gudeg-krecek, sambal terasi. Dessert: Pisang bakar with ice cream. Jadi inget penyajian di Hell’s Kitchen, dengan garnishnya lengkap *soktoy bilang garnish sgala, jiga nu he-euh ngarti*
And I was wondering.. betapa apa yang saya alami tadi siang dan malam begitu berbeda jauh seperti siang dan malam. Memang Allah Maha Adil menunjukkan perbedaan ini pada saya. Saya jadi merasa tersentil. Kadang ketika hidup ini dicukupkan nikmatnya, saya merasa selalu kurang, lupa bersyukur.. dan Kadang ketika hidup ini kekurangan, saya merasa sebagai orang yang paling malang, lupa juga bersyukur.
Saya jadi ingat quote guru geografi saya zaman SMP: Di atas langit masih ada langit, di bawah tanah masih ada tanah. Kita harus tetep bersyukur dan rendah hati.
Apa orang-orang yang ada di ballroom ini menyadari kalau ada orang-orang yang hidup tidak seberuntung dirinya..? Apa orang-orang menyadari di satu sisi mereka menikmati makanan mewah ini orang lain berusah payah mengumpulkan uang untuk membeli beras saja..?
I still wondering.. Allah memberikan saya kesempatan menghabiskan siang dan malam di tempat yang.. completely different.. But I enjoy both. Allah pasti sayang sama saya.
Alhamdu-lillah….
bkin penasaran