Being Indonesian in the Netherlands

Lebih Bule dari Orang Bule


Salah seorang dosen saya pernah berpesan ke anak didiknya yang akan terbang ke Negeri Belanda untuk menuntut ilmu. Beliau berkata kurang lebih seperti ini, “Kamu nanti hati-hati ya di sana, jangan jadi lebih Belanda daripada orang Belanda-nya”

Pesan singkat, tapi menurut saya sangat tajam maknanya (ciyee.. sambil asah pisau). Lah emang orang Belanda kenapa sihh? Gapapa juga sebenernya, orang Belanda (terutama di Groningen) menurut saya termasuk orang-orang bule yang ramah di Eropa. Mereka humble, menghargai orang lain yang berbeda bangsa, murah senyum, baik hati, rajin menabung, dan tidak sombong. Tapi mungkin yang dimaksud Bapak Dosen saya bukan itu. Sebagai orang Indonesia dan muslim, tentu kita punya prinsip dan nilai-nilai agama dan norma yang kita pegang. Hal inilah menjadi dasar kita berpijak di manapun kita berada, termasuk di luar negeri. Ada di negeri orang bule, segala sesuatunya akan berbeda, budaya, kebiasan, prinsip, dan agama. Perbedaan-perbedaan (yang bertentangan) inilah yang jangan sampai membuat kita ikut terseret ke dalamnya. Yaa.. seperti yang suka kita lihat di pelem-pelem barat kan, orang bule itu sangat liberal, bebas. Minum alkohol, party-party, pergaulan bebas, makan produk-produk b4b1. Hal-hal tersebut menjadi yang lumrah di sini, dan bukan jadi sesuatu yang salah. Memang bukan orang Belanda aja sih yang begitu, sebut saja ‘orang2 bule’ nya.

Waktu welcoming day di univ saya kan ada semcam penyambutan juga dari ESN (semacam himpunan mahasiswanya). Selain kita bisa kenalan sama anak-anak internasional lain, kita juga diorientasikan tentang kampus, tentang kota Groningen, dan acara-acara ‘kemahasiswaan’ mereka. Di salah satu agenda orientasi tersebut ternyata ada juga acara bar crawling dan kita bebas ditraktir minum bir sepuasnya. Emoh aku masuk bar juga, heuheu.. Kegiatan ESN ini juga memang ada juga sih yang positif. Seperti internasional dinner yang mengenalkan makanan-makanan dari seluruh negara. Tapi yaa.. sebagian lainnya ya.. party, ngebar, dll.

Jebakannya di sini nih, kita minoritas kan, di saat kita menolak ajakan-ajakan tersebut, kita jadi merasa tersisih sendiri dari lingkungan, bisa dianggep weird juga.. lah kok begini aja ga mau, orang ‘cuma’ minum doang. Kita malah jadi merasa di posisi yang salah, karena sebagaian besar teman kita melakukannya, sementara kita tidak. Teori kuantitas banyak = benar, kuantitas sedikit = salah jadi berlaku. Awal-awal kita akan merasa tidak enak ketika menolak, lama-lama kita tak kuasa menolak, dan akhirnya ikut mencoba, setelah mencoba jadi ketagihan, dan seterusnya.

Kebanyakan dari teman-teman saya yang mencoba minum, sebenarnya bukan juga karena mereka ingin, tapi karena diajak dan kemudian penasaran mencoba, pikirnya ah toh cuma sekali ini, ga ngaruh kayanya. Iya kalo minuman haram yang diminum itu cuma mampir di mulut, tapi tidak..  air itu akan terserap tubuh, mengalir di darah dan bisa menjadi daging. Inget hadits ini “Jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya.” (HR At-Thabrani).

Ada satu cerita unik dari suami saya. Dulu suami saya punya teman yang sama-sama berangkat dari Indonesia untuk menuntut ilmu di Belanda. Seiring waktu dia semakin jarang kelihatan berkumpul sama teman-teman Indonesia-nya. Ketika ditanya ke mana (wajar toh nanya, kita sesama perantau), dia bilang kaya gini “Udah ada di sini kok gaulnya sama orang Indonesia lagi sama orang Indonesia lagi, ga bikin maju.” Loohh what’s wrong dengan bergaul dengan sesama bangsa? Bikin kita bego, bikin kita ga lulus kuliah? Kemudian yang terjadi adalah dia memutus semua kontaknya dengan teman-teman (Indonesia)nya, ganti nomer hp, bikin fb baru, dst.

Ada lagi contoh si A. Dia merasa excited banget gaul sama orang bule, semua temennya orang-orang internasional, dia jarang mau dekat dengan orang-orang Indonesia. Dia memuja-muja banget temen-temen bulenya, sampai menganggap orang Indonesia tuh banyak negatifnya ya, banyak bawelnya ya, coba orang bule wuih cuek2, ga judging dll. Iya mungkin memang orang kita memang begitu adatnya, tapi bukan berarti tindak-tanduk si teman2 bule ini menjadi benar kan? atau menjadi alasan pembenaran ketika kita salah. Contohnya.. Pas kita ga solat, kita ni pasti ditegur sama temen kita ih ga solat, sana gih solat –> terkesan rese, tapi niatnya toh untuk mengingatkan. Memang saat kita tidak solat dan si temen bule ga negur, itu jadi alasan bahwa ketidaksolatan kita adalah hal yang benar?

Memang gaul sama bule itu asik, rame, seru.. saya juga ngerasa gitu. Seneng bisa mengeskplor bahasa inggris kita yang mandul ga pernah dipake, seneng bisa denger cerita2 mereka tentang negaranya, kebudayaannya, seneng bisa tau semual hal-hal yang baru langsung dari subjeknya. Tapi itu ga bikin kita jadi emoh temenan sama teman kita yang medok dan berkulit sawo matang kan? Hanya karena mereka ‘orang Indonesia’. Segitu malunyakah punya temen Indonesia?

Kalau menurut saya hal-hal ini juga termasuk culture shock. Culture shock bukan cuma tentang kesulitan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap nilai budaya baru yang berbeda dengan nilai budaya sendiri. Tapi juga tentang menjadi begitu terpesona dan memuja  budaya asing sehingga merasa budaya sendiri terasa buruk dan ribet.

Kemudian saya mengerti, maksud si Bapak Dosen saya adalah.. Janganlah menjadi terlalu berlebih-lebihan ketika merantau ke luar negeri, orang bulenya sendiri ga gitu-gitu amat kok kita jadi lebay banget sih, berasa OBB (Orang Bule Baru). Wajar-wajar aja deh.. Gaul sama bule oke, ditawarin minum no, diajak nge-bar hindari, gaul sama orang Indo ya pastilah (wong sebangsa setanah air). Pada akhirnya kita sudah dewasa, tau mana batasan-batasan yang benar dan salah, semuanya sudah tertulis jelas di Al Qur’an dan Hadits, tinggal kita sendiri yang menentukan langkah kita. Wallahu’alam..

In my really humble opinion. Di sini kita jadi minoritas, tapi bukan berarti kita jadi tertindas, bukan juga gerak-gerik kita jadi terbatas

Goede Nacht

Groningen, 7 Feb 2015, 23:24 CET

Advertisement

1 thought on “Lebih Bule dari Orang Bule”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s