Menyambung dari postingan saya sebelumnya di sini. Saya jadi ingin ngeshare sedikit materi yang saya dapat. Menurut Ibnu Abbas, seorang sahabat yang selalu menyertai Rasulullah, terdapat 7 indikator kebahagiaan di dunia. Menurut Beliau ada 7 indikator kebahagiaan tersebut, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur; Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh; Auladun abrar, yaitu anak yang soleh; Albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita; Al malul halal, atau harta yang halal; Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama; dan umur yang barokah.
Cuma satu yang mau saya bahas di sini, mengenai Al-Biatu Sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Kenapa saya ingin mengulas ini? Salah satunya karena saat ini saya dan keluarga tinggal di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim, dan di mana fasilitas untuk peribadatan muslim (lebih) terbatas dibandingkan dengan Indonesia.
Rasulullah sendiri menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang saleh yang selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan bila kita salah. Diriwayatkan hadits: “Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi akan membakar badan dan bajumu atau kamu hanya akan mendapatkan bau tidak sedap”. (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini berlaku untuk hubungan kita dengan teman dan juga dengan suatu lingkungan. Ukurlah diri kita. Jika kita merasa berada di tengah satu lingkungan yang tidak baik dan kita kuat untuk memberikan pengaruh kebaikan, maka bertahanlah di sana. Sebaliknya, jika di dalam lingkungan tersebut kita malah ikut terseret pada keburukan dan kemaksiatan, maka segeralah pindah. Segera berhijrahlah. Rasulullah juga dulu pernah berhijrah dari Mekah ke Madinah dengan tujuan melindungi umatnya. Dengan berhijrah, umat Rasulullah bisa terbebas dari kehidupan jahiliyah yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Selain itu juga melindungi dari penindasan yang dilakukan oleh penguasa zalim saat itu yangtidak menyukai kehadiran Islam di Mekah.
Tapi hijrah juga bukan berarti berpindah tempat secara harfiah, tetapi juga memilah lingkungan/pergaulan dalam sehari-hari. Jadi, teman atau lingkungan seperti apakah yang sebaiknya kita cari?
Menurut Jalaluddin Asy Syatibi ada lima tipe teman atau lingkungan, yaitu:
- Teman atau lingkungan yang bisa menjadi guru ibadah. Bertemanlah atau tinggallah di lingkungan yang bisa menambah kadar keimanan kita dan menambah kualitas ibadah kepada Allah SWT. Tipe ini adalah teman yang baik atau lingkungan yang baik pula untuk ditinggali. Jika sulit mencari teman atau lingkungan seperti ini, simaklah tipe berikutnya.
- Teman atau lingkungan yang bisa dijadikan teman untuk beribadah. Ini adalah teman atau lingkungan yang tidak begitu banyak ilmunya, namun selalu bersemangat untuk mencari ilmu dan semangat untuk beribadah. Jika masih juga sulit mencari teman atau lingkungan seperti ini, lihat tipe berikutnya.
- Teman atau lingkungan yang bisa dijadikan murid ibadah. Teman atau lingkungan seperti ini mungkin tidak bisa mengajak, akan tetapi mau untuk belajar menjadi semakin baik. Jika masih juga sulit mencari tipe seperti ini, carilah tipe selanjutnya.
- Teman atau lingkungan yang tidak bisa menjadi guru ibadah, tidak bisa jadi teman ibadah, tidak bisa jadi murid ibadah, tapi ia tidak mengganggu kita saat melakukan ibadah. Dan jika tipe ini masih sulit ditemui, cukup hindarilah teman atau lingkungan dengan tipe berikut ini,
- Ini adalah tipe teman atau lingkungan yang tidak baik untuk didekati atau ditinggali. Yaitu teman atau lingkungan yang sangat kuat mempengaruhi kita untuk jauh dari ibadah atau melemahkan iman. Atau teman atau lingkungan yang diam-diam menyeret kita kepada kelalaian dan kemunafikan
Kita harus memiliki keberanian untuk meninggalkan lingkungan yang membuat kita tidak semakin yakin terhadap Allah SWT. Kita harus punya keberanian untuk berhijrah, pergi meninggalkan lingkungan yang malah menjerumuskan kita kepada kemaksiatan, keburukan, atau kemunafikan
Walaupun saya dan keluarga menjadi minoritas di sini, tetapi bukan berarti Al-Biatu Sholihah ini tidak bisa dicari. Saya bersyukur saya masih bisa mencari teman dan lingkungan yang kondusif untuk mendekatkan diri pada Allah. Walaupun memang tidak sebanyak di Indonesia. Berbagai fasilitas seperti pengajian, mesjid, musola di tempat-tempat umum, suara adzan berkumandang, TPA (Taman Pengajian Anak), sangat terbatas di sini. Alhamdulillahnya Groningen cukup banyak komunitas orang Indonesia dan muslimnya. Setiap minggu selalu ada taDARus keliLING (DARLING) *walaupun saya jarang ikut karena seringnya malam hari*, setiap minggu juga suka ada Pengajian Anak. Saya selalu mengusahakan agar Runa bisa ikut. Walaupun sebenernya Runa juga belum ngeh banget sama ngaji, tapi mengenalkan Abatatsa, doa-doa, surat pendek, dan lain-lain dari sejak dini saya rasa sangat bagus. Setidaknya Runa familiar sama hal-hal tersebut dan akan terbiasa sampai besar nanti. Terima kasih untuk Bapak2/Ibu2/Teteh2/Akang2 yang sudah menginisasi dan ikut mengajar di sini, saya sangat senang, semoga amal ibadahnya dibalas berlipat oleh Allah. Semoga masih berlanjut sampaiiii nanti-nanti.. Aamiin
Salam,
Groningen, 8 Feb 2015, 00.27 CET