Being Indonesian in the Netherlands, Life is Beautiful

Ideal, Beruntung, dan Berkah


Banyak yang bilang bahwa kondisi keluarga kami saat ini adalah ideal. Di mana saya berkuliah dengan full scholarship di Belanda, suami bekerja dengan pekerjaan yang sama di Indonesia, dan Runa sekolah dan berada di tangan yang terpercaya. Semuanya seperti terencana dengan rapi. Ada juga yang bilang bahwa kami sangat beruntung, saya bisa keterima S2 tanpa biaya yang memberatkan suami, suamipun bisa melanjutkan kerjanya di sini, yang katanya untuk bisa bekerja di Belanda itu sulit karena kita memang harus punya skill yang spesifik dan terutama fasih berbahasa Belanda, tidak cuma Inggris.

Apapun yang orang bilang dan pandang dari luar. Setiap mereka bilang, saya hanya bisa megucap syukur dalam-dalam. Alhamdulillah atas nikmat yang telah Allah berikan. Saya dan suami seringkali merenung, betapa cara Allah untuk membuat kami dalam kondisi sekarang ini adalah luar biasa. Saya dan suami tidak pernah merencanakan sejauh ini. Saat itu cita-cita saya cuma satu, kembali ke sekolah setelah Runa sudah cukup besar. Ternyata setelah melalui proses yang cukup panjang dan dramatis *lebay*, sampailah kami di sini.

Ketika saya berkaca dari ucapan orang-orang tentang ideal dan beruntung, saya jadi kepikiran.. Dulu saya lihat teman saya setelah lulus S1 bisa langsung S2 ke luar negeri, betapa mudah jalannya.. Ada juga teman saya yang punya karir bagus dan sering jalan-jalan ke luar negeri, betapa ringan langkah kakinya. Bahkan saya iri, kok mereka bisa banget ya bisa segampang itu jalannya, kok saya susah menentukan cita-cita saya (maafkan keluh kesah saya ya Allah). Padahal sebenarnya saya tidak tahu kondisi mereka sebelum mereka bisa mencapai “titik ideal” itu. Bisa jadi mereka pontang-panting kerja siang malam supaya bisa dapet training ke luar negeri dari kantor, bisa juga mereka begadang setiap malam untuk demi mengejar studi ke luar negeri.

Tapi kalau diingat-ingat sampai titik ini memang Subhanallah jalan yang Allah kasih buat keluarga saya. Saya pernah appy S2 si RuG tahun 2010 dan 2011, sudah punya LoA yang berlaku maksimal 2013. Di tahun itu muncullah Runa, sayapun memilih jadi ibu rumah tangga saja. Di saat LoA hampir expired, saya coba apply balik. Dan di saat tidak ada beasiswa2 yang menerima saya, eh muncul LPDP, langsung saya apply di awal tahun 2014. Suami dengan kondisi kerja yang supeerrrrr sibuk bahkan beberapa kali ditugaskan ke Duri, dan saya dan Runa pun akhirnya ikut. Beberapa kali saya dan Runa bolak balik Bandung-Bekasi kalau suami sedang tugas ke luar kota.. Saat akhirnya saya sudah dapat kepastian untuk S2 dengan full scholarship. Suami saya mengikhlaskan pekerjaannya. Mungkin keikhlasan suami inilah yang membuat Allah ridho. Siapa dong yang mau ninggalin kerjaan yang oke dan mapan? Bulan-bulan sebelum keberangkatan cukup menguras energi dan perasaan (halahh..).

Sebenarnya ada SLB cabang Belanda di Coeverdeen, dekat sekali dengan Groningen. Suami pun mengusahakan untuk bisa ditransfer ke sana, tapi ternyata tidak ada respon positif dari manager Jakarta. Akhirnya suami memilih untuk resign saja demi bisa menemani saya dan Runa ke Belanda. Bahkan saat itu permintaan resign-nya ditolak, lebih baik menghabiskan dulu jatah cuti kemudian jika masih perlu ambil cuti di luar tanggungan selama setahun. Ya sudahlah terima saja dulu. Jadilah suami datang ke Belanda dengan status pengangguran, hoho.. Sempet menyandang titel bapak rumah tangga selama 2 bulan, dan sudah bersiap untuk menjadi bapak rumah tangga sampai waktu yang belum tahu kapan. Well, ga nganggur juga sih sebenernya, suami mengusahakan banyak hal, mengontak perusahaan konsultan sipil tempat dia internship dulu (waktu S1) siapa tahu ada lowongan, kemudian ikut tes ielts juga untuk rencana S2 juga, terakhir mengontak manager Slb di Coeverden. Entah bagaimana hanya sekali ketemu dan interview, dia langsung diterima di sana, awalnya sebagai posisi lab manager (berbeda dengan segmen yang dipegang dulu), kemudian setelah beberapa bulan baru in charge di segmen yang sama seperti Slb Jakarta. Syukur tiada habisnya.. Alhamdulillah.. Berkah dari Allah, gak ada yang menyangka.

Tidak ada yang kebetulan, semuanya Allah yang atur. Segimanapun manusia mengusahakan, tetep Allah yang berkehendak. Sementara setelah hampir 8 bulan settled di sini. Saya dan suami tetap melanjutkan perenungan.. mungkin ini bukan hanya berkah yang Allah kasih, tapi bisa jadi juga berupa cobaan. Karena cobaan tidak hanya datang berupa kesusahan, tetapi juga kesenangan. Semoga kami termasuk orang-orang yang pandai bersyukur. Aamiin..

 “Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran…” (QS. Al-A’raaf: 168)

Rasulullah saw pernah berkata : “Demi Allah, bukanlah kakafiran atau kemiskinan yang aku kuatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku kuatir (kalau-kalau) kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah di berikan kapada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula.”

Tulisan ini akan selalu menjadi pengingat bagi saya.

note to ayah: Ayo yah, setelah beres urusan kerjaannya, gantian siap2 ambil S2 yah! Kita lanjut lagi petualangan berikutnya.

Wallahualam

3 thoughts on “Ideal, Beruntung, dan Berkah”

  1. subhanallah.. makasih sharingnya, Monik.. aku perlu belajar banyak sama monik nih krn mau ambil track yg sama.. doain ya smg bs lulus LPDP juga ya..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s