Dari dulu saya ingin menuliskan dengan gamblang mengenai ini, tapi ternyata dua rekan saya (Mbak Nia dan Mas Rully) sudah lebih dulu memaparkannya dengan sangat baik, seperti mengutarakan isi kepala saya. Bedanya, mereka berdua adalah orang yang blak-blakan, dan saya seperti orang Indonesia pada umumnya, masih terbungkus dalam kebiasaan ‘gak enakan’. Itulah kenapa saya masih gatel pengen nulis tentang ini.
Kebanyakan saya merasa ‘Gak enakan’ untuk hal:
Memberikan pandangan/pendapat yang berbeda dengan orang lain
Karena pada dasarnya saya gak suka konfrontasi, heu. Kalau misalnya pendapat tersebut beda tapi gak mengusik sesuatu yang penting atau merugikan diri saya, ya udah biarin aja. Mau ngomong apa kek, ngomonglah.. Setuju ga setujunya saya ya gak usah dipikirin. Sikap yang jelek? bisa jadi. Saya bukan orang yang tegas memberikan pandangan saya bahwa ‘saya gak suka ini dan kamu harus tahu’. Saya bisa aja ‘iya-iya’ sama pendapat orang tersebut, tapi dalam hati saya gak sepenuhnya oke. Gak punya pendirian dong? Gak juga sih. Kan ga semua yang kita gak setujui harus diomongon toh? Misal dari dulu Mama saya suka menasihati saya tentang cara mengasuh dan mendidik Runa, seperti Runa dikasih sufor aja, Runa kasih makannya harus gini dan gitu, Runa kalau minta nonton ya dikasih aja. Awalnya ya saya gak setuju dong.. Tapi beradu argumen dengan mama tidak akan menyelesaikan masalah. Akhirnya saya menemukan cara yang lebih baik, ya dengan diam dan bilang iya-iya aja biar Mama senang, toh sebenarnya Mama pendapat Mama adalah bentuk perhatian untuk saya dan Runa. Urusan apakah pendapat Mama saya turuti ya urusan belakangan, saya saring dulu tentunya.
Contoh lain sejak saya kuliah dulu sampai sekarang kalau terlibat dalam kerja kelompok atau rapat saya cenderung mengikuti alur rapat. Saya mengeluarkan pendapat dan mendengarkan pendapat. Tapi biasanya saya kalah sama yang dominan, soalnya saya kan “ngikut”, ‘gak enakan’ kalau saya harus mendebat dan memaksakan pendapat saya. Walaupun kadang saya tahu, pendapat saya (kayaknya) lebih bagus deh, haha.
Menegur atau mengingatkan teman yang memang melakukan kesalahan, dan mungkin gak sadar melakukannya
Kalau sama kakak/adik sendiri atau sama suami sih saya barebas negur. Tapi kalau sama orang lain, ya katakanlah temen atau rekan saya mah suka diem aja. Katakanlah misal ini soal yang lumayan penting dan menyangkut kepentingan bersama contohnya menjaga kebersihan fasilitas umum. Kalau ada teman saya yang mungkin kebetulan kurang aware sama kerapihan setelah memakai sesuatu (milik umum) dia gak mengembalikan atau membersihkan seperti sedia kala ya saya males negur, kan ga enak, negurnya gimana. Bukan saya apatis juga, cuma saya gak tahu gimana cara bilangnya, saya takut menyinggung orang yang bersangkutan. Tapi pada akhirnya kalau saya bisa gondok sendiri sih mendem persoalan lama-lama, ya jadilah keluar tegurannya, tapi bukan teguran juga sih, hanya berupa ajakan atau selentingan kalimat, semoga aja yang bersangkutan paham. Kadang saya pakai bahasa halus semacam ‘nyepet’. Lega sih setelah bilang, tapi pas belum bilang tu mikirnya aja lama.
Menolak suatu permintaan (tolong)
Yang ini typically orang Indonesia banget. Sering saya dapet contohnya beberapa temen saya. “Gak enak nolaknya udah dimintain tolong”, “Yaa gimana lagi habis ga enak sih dianya minta tolong”, daaan sebagainya. Kita mikirnya pasti: lha orang minta tolong masak ga dibantuin, itung-itung juga ibadah dan mengurangi beban orang lain. Bagus sih sebenarnya punya sikap suka menolong ini, mulia. Tapi kan ga semuanya harus kita sanggupi toh.. Lihat juga kemampuan kita sebenarnya repot gak, sibuk gak, susah gak, suka. Kalau udah menyanggupi semua yang diminta orang kan repot. Sebenarnya sikap ini bisa berdampak buruk pada diri sendiri, maksudnya mau nolong tapi jadi setengah terpaksa karena diri sendiri sebenarnya ga terlalu bisa/gak terlalu suka melaksanakan yang diminta. Akhirnya malah jadi bikin makan hati sendiri. Ada bagusnya sih dari awal kalau memang dirasa gak sanggup ya bilang aja, kalau memang orangnya baik pasti ngerti deh, ada alasan yang bikin kita menolak permintaan dia. Saya sendiri udah agak bisa menghandle sih. Mungkin karena keadaan yang bikin saya jadi rada bisa nolak. Pertimbangan saya utamanya ya keluarga, kalau itu bikin kegiatan saya dan keluarga jadi terganggu mending gak usah aja, apalagi kalau udah berurusan dengan anak, hehe. In sya Allah mah orang paham.
Menagih hutang
Haha.. ini kayaknya banyak yang sama seperti saya. Dari jaman dulu saya suka ga enak kalau nagih hutang, kenapa ya? Takut dianggap pelit atau hitungan kali yah. Padahal (harusnya) lumrah aja sih.. itu kan uang/barang kita pribadi, gak ada salahnya kalau kita tagih. Yang salah itu orang yang ditagihnya mempersepsikan si penagih hutang sebagai orang yang pelit. Kan kalau kita mengingatkan kan sama saja membantu dia untuk terlepas dari lilitan hutang, daripada hutangnya dibawa ke akhirat mendingan diselesaikan di dunia. Tapi tetep aja kalau masalah uang itu kayak hal yang kurang enak diomongin.
Asal muasal ‘ga enakan’ itu sendiri mungkin berasal dari pikiran saya aja yang suka shuudzon, jadi kalau saya mau melakukan ini dan itu yang saya pikirkan adalah: nanti pandangan orang gimana ya? kan ga enak kalau blabla. Dalam hati sebenarnya saya sadar, buat apa pandangan manusia? gak akan bikin kita selamat di dunia atau akhirat juga. Mending lebih mengutamakan apa pandangan Allah terhadap kita kan? Tapi teuteup we.. kebiasaan gak enak itu ada tanpa saya sadar.
Sebel juga sih saya jadinya (sama diri saya). Berharap bisa jadi orang yang lebih lepas. Tapi kayaknya selama di sini saya jadi rada belajar untuk show up. Jadi lebih memberikan pandangan bahwa prinsip saya kayak gini lho. Orang Belanda sendiri kan terkenal blak-blakan, suka ya bilang, ga suka ya bilang, silahkan terima aja.
Saya jadi ingat pernah dapat gambar ini:

Segitu aja deh. Mungkin yang lain punya pengalaman tentang ini, bisa berbagi bagaimana mengatasi sifat ‘gak enakan’
Kuis: ada berapa kata ‘gak enak’ an di dalam postingan ini?
iya saya juga sama percis seperti itu, pengennya saya juga tegas, tapi orang lain tanggapannya berbeda, contoh dalam hal pinjam-meminjam, teman saya pinjam sesuatu barang pribadi, lalu saya tidak kasih pinjam, dan feedback yang saya dapatkan dari si peminjam malah seperti memusuhi saya, padahalkan itu hak saya mau kasih atau tidaknya.
hehe iya betul, kita yg tidak salah tapi kita yg merasa tidak enak jadinya
Itu sudah pertanda mas kalo org itu gak baik. Harus selalu nurutin apa kemauanx tanpa mikirin org lain bakal keberatan apa ndak.
Kalo saya pribadi ktmu org yg demikian sy bakal jaga jarak ”bukan memutus silahturahmi” tetap komunikasi tp mungkin tdk sedekat dulu.
Kayaknya semua blog membahas tentang orang yang “Gak enakan”
Gak ada yang membahas tentang posisi si “gak enakan” ini.
Butuh sedikit pencerahan.
Gimana kalo kita ada di posisi si ‘gak enakan’ ini? Kayak, udah sering dibilang “You can count on me, i’ll do everything to help you, as best as i can.” tapi doi tetep yang gak enakan dan berakhir jadi makin berjarak antara kita berdua.
Gak melulu soal uang, sebagai temen kita juga pingin jadi orang tempat doi bersandar (sedikit).
Motor mogok di deket rumahku, terus dia telfon aku dan bilang, “Butuh bantuan, aku deket rumahmu.” Aku juga pingin digituin, tapi susah banget, no matter how much i’ve say “Kalo ada apa-apa, bilang, jangan gak enakan.”
Terlebih kita berteman bukan cuma satu dua bulan, satu dua tahun, ini udah lebih dari 5 tahun dan gak ada yang berubah.
Maybe you could help me, (or not) i dont expect too much, just need someone to hear this.
Thank you:)