Menyambut weekend minggu kemarin, saya diajak Mbak Frita jalan-jalan ke Bourtange, salah satu obyek wisata di Provinsi Groningen. Letaknya sebenarnya cukup jauh dari pusat Kota Groningen, hampir ke perbatasan Jerman, ke arah selatannya Groningen. Saya yang lagi lowong pun mengiyakan saja, lumayan bisa sekalian cek lokasi kalau nanti mau ke sana lagi ngajak Mama dan Runa.
Ada beberapa cara untuk bisa sampai ke Bourtange. Kami memilih untuk naik bus. Kebetulan saat zomer vakantie ini ada promo dari Qbuzz Groningen, dagkaart 10€ (untuk 2 orang), bisa naik bus ke seluruh wilayah Provinsi Groningen seharian! Murah banget itu mah namanya. Kebetulan kami memang ber-4 (saya, Mbak Frita, Mbak Esmi, dan Laras), jadi pas beli tiketnya. Oiya ditambah Muti, anaknya Mbak Frita, tapi anak-anak sih masih gratis bayar transportasinya.
Rute kami hari itu akhirnya:
- Naik bus Qliner 312 dari Central Station sampai ke Stadskanaal.
- Di Stadskanaal naik bus no. 14 (sebenarnya bukan bus juga sih, semacam mobil travel gitu, yang isinya cuma untuk 8-9 orang). Turun di halte Vlagtwedde
- Naik belbus. Maksudnya belbus ini, si busnya akan datang menjemput ke halte tertentu jika kita telepon sebelumnya. Jika tidak mau menunggu lama, bus harus ditelepon sejam sebelumnya, dan dia akan datang 11 menit kemudian *menurut petunjuknya yang tertulis sih gitu* Nomor teleponnya: 0900-202 27 02
Opsi lainnya:
- Naik trein dari Central Station ke Winschoten
- Di Winschoten, lanjut naik bus 14 ke Vlagtwedde
- Naik belbus juga
*Hanya berbeda di langkah pertama saja, tapi menurut 9292 dan Qbuzz info, pakai trein mempercepat waktu perjalanan sekitar 40 menitan
Kenyataannya…
Perjalanan dari centraal station sampai Stadskanaal lancar-lancar saja, saya pun sudah sempat menelpon belbus mengabarkan bahwa kami akan sampai halte Vlagtwedde sekitar jam 11. Tapi ternyata nasib berkata lain.. Di bus cuma ada 2 penumpang lain (nenek dan cucunya). Ketika kami naik bus mini no 14 itu kami kan ditanya mau turun di mana, kami bilang di Vlagtwedde. Kami pikir ya si Pak Supir ini ngeh aja nanti nurunin kami di sana. Si supir asyik ngobrol aja sama si nenek. Di tengah jalan, taunya Mbak Frita yang cukup sigap dengan google maps-nya menyadari, lho kok kami bergerak menjauhi halte tujuan kami. Pas kita bilang: “Pak sopir, kok kita gak diturunin di sana?“. Sopirnya bilang: “Oohh.. kamu harusnya bilang ‘kiri-kiri’ pas mau turun, karena saya gak tahu kamu turun di mana“. Lhah dikata angkot kali bilang kiri. *Si Bapak Sopir menjelaskan pakai Bahasa Belanda sih, jadi saya menyimpulkan maksud dia itu kayanya*
Bus harus tetap berjalan sesuai rute dan jadwal, sampai ujung tujuan, baru kembali lagi. Kami ya akhirnya ikut sampai ujung dan dibawa balik lagi ke halte tujuan kami. Salahnya kami, saat tau kami akan sampai terlambat di halte tujuan, kami telat menelpon balik belbus. Pas saya telepon lagi, operatornya bilang, mobilnya udah pergi, tunggu aja sejam lagi. Apaah sejam? Ya sudah gapapa.. kami jadinya ngampar di halte tersebut. Mana sepi banget, ini kayak di mana, semacam desa tidak berpenghuni, kadang-kadang ada mobil lewat (lebih sering traktor), dan orang bersepeda, atau orang jalan sama guguknya.
Sejam menunggu, belbus ga nongol-nongol. Kami telepon lagi, operator bilang: oh iya tunggu aja 30 menit lagi.. Oke. Kami kembali bersabar sambil ngemil, ngobrol, dan baca buku. Tapi udah jam 1 lebih ga dateng-dateng. Nelepon lagi si belbus, katanya: tunggu 20 menit! Kami langsung pundunggggg, dikasih harapan palsu hihh. Akhirnya kami nekat: jalan aja sampai Bourtange! Itu hampir 7 km! anyway, Baru kali ini saya mendapatkan pelayanan mengecewakan sangat dari transportasi Belanda, huuhh.
Tekad kami sudah bulat untuk jalan kaki sampai tujuan. Sebel juga sih sama si belbus, ogah kami disuruh nunggu lagi. Ternyata perjalanannya jauh yaa.. Untunglah cuaca saat itu cerah dan angin sepoi-sepoi. Di sepanjang jalan juga sepi banget, cuma sesekali ada mobil lewat, rasanya pengen nyetop minta nebeng, tapi gak mungkin juga. Saya gak boleh cemen dong, malu sama Muti, anak 8 tahun ini aja kuat, masa saya memble. Salut saya sama Muti selama jalan kaki ga rewel dan ngeluh. Yosh!
Pemandangan sepanjang jalan lumayanlah, kita nemu peternakan, ada sapi, kuda, ayam, mbek.. ada rumah-rumah cantik juga. Anggep aja pemanasan sebelum sampai spot utama


Setelah kaki berasa hampir copot akhirnya kami nemu juga tulisan ‘Bourtange’ ini, berasa nemu air zamzam di padang pasir.
Sampai di Bourtange, kami langsung menuju VVV (Vusat Venerangan Variwisata) *maksa, aslina saya juga gatau VVV itu singkatan dari apa*. Tentu yang dicari pertama kali adalah: WC! Karena kami semua udah kebelet banget dari tadi, kebayang kan jalan jauh sambil nahan pipis. Kami udah berpikir jorok mau pipis di semak-semak, tapi kami urungkan takut ketahuan hewan ternak di ladang. Udah lega pipis, berikutnya kami langsung nanya, ini gimana kami nanti pulang, adakah opsi lain selain belbus? Kami sih semuanya wanita, suka terbawa perasaan, jadi tidak mau lagi diperdayai janji palsu belbus. Kalau mau jalan lagi sampai halte Vlagtwedde nampaknya tenaga kami udah habis. Untunglah ada opsi bagus dikasih tau sama petugas VVV. Kamipun bisa mengelilingi Bourtange dengan tenang, gak takut ga bisa pulang.
Okeh. Jadi inilah si Bourtange yang kami bela-belain kunjungi!
Bourtange ini adalah benteng yg dibangun waktu zamannya Wiliam Orange I, saat itu (kayaknya) Belanda lagi perang sama Jerman dan si benteng ini dibangun sebagai border, supaya musuh gak sembarangan bisa memasuki Belanda. Nama Bourtange berasal dari Bahasa belanda ‘tange’ (sand ridge), karena bentuknya berupa perbukitan dari pasir. Kalau dilihat dari atas bentuknya ini kayak bintang berlapis-lapis. Sayangnya gak keliahatan kalau kita jalan-jalan di dalamnya. Tapi bisa kebayang kok oh ini sudut-sudut bentuk bintangnya. The star fort (Vesting Bourtange) ini kemudian dijadikan open-air museum sejak 1960





Gak lama waktu yang dibutuhkan untuk memutari Bourtange, paling sejam-dua jam. Lebih lama perjalanan kami menuju ke sana kayanya, mwahaha. Tapi gak papa, di setiap perjalanan itu kan gak cuma hasil akhir dan tujuannya aja yang penting, tapi justru proses menuju hasil akhirnya itu yang penuh makna *sok bijak*.
Jam 5 sore lebih kami sudah selesai jalan-jalan. Udah beli souvenir magnet, udah ngirim kartupos, udah makan dan kenyang. Waktunya pulang. Oiya untuk opsi pulang bisa mengambil rute yang pertama, tapi harus dicek juga bus no.14 di Vlagtwedde itu terakhir ada jam berapa, rasanya sih jam 5 sore terakhir. Tapi kami pakai rute berbeda untuk pulang. Kami naik bus (satu-satunya bus yang gak perlu di bel, artinya ada jadwal fix) dari halte Bourtange ke Stasiun Winschoten. Dari Winschoten ada trein langsung menuju central station Groningen dan hanya sekitar 40 menit. Tapi dasar kami gak mau rugi, kalau naik trein kan bayar lagi, lebih baik kami pakai si dagkaart aja kan masih berlaku. Jadilah dari Winschoten kami naik bus 110 ke arah Assen. Selanjutnya, saya lupa turun di mana (karena saya ketiduran, hehe). Dibangunin Laras tiba-tiba untuk pindah bus no 300 ke arah central station. Dengan ini berakhirlah petulangan kami hari itu, sampai Groningen sukses jam 8 malam haha!
Sedikit tips dari saya kalau kamu ingin ke Bourtange (dari Groningen):
- Lebih baik pakai mobil pribadi! Daripada di-php-in sama belbus
- Kalaupun mau naik bus, siapkan rencana yang matang. Telepon belbus sejam sebelum waktu sampai di halte Vlagtwedde, beri sedikit jarak sekitar 15 menit saat ditanya operator jam berapa sampai di halte tersebut. Biar belbusnya gak keburu pergi kalau kamu telat sampai.
- Bawa perbekalan yang banyaaak. Air minum, makan siang, cemilan. Gak banyak jajanan menarik di sana.
- Buat yang bawa anak, stroller gak recommended untuk dibawa muterin benteng, paling untuk jalan di tengah-tengahnya aja.
Itu aja barangkali dari saya. Selamat mencoba menjelajahi Bourtange!
Wakakak. Jalan 7 km apa gak gempor tuh. Hampir sama Lewenborg ke Zernike. Jadi inget Wicak sama mas Ronny jalan kaki 7 km waktu pasar rakyat di Den Haag.
gemporlah mas, tapi untungnya semua pada kuat jalan, termasuk Muti, ya eike malu kalo ngeluh2, haha.. jalannya sambil ngobrol ngalor ngidul eh ga kerasa sampek juga