Cerita Runa dan Senja, Mommy's Abroad

Cerita mengenai Kehamilan di Belanda


It’s 37 weeks already! Alhamdulillah, sampai saat ini saya sehat dan begitu juga janin di dalam perut. Meski selama periode kehamilan ini tentu banyak tantangan, baik fisik maupun mental. Yaah.. namanya juga ibu hamil, keluhannya pasti ada aja. Mulai dari mual dan pusing di trimester pertama, harus menjaga asupan makanan yang bagus dan jangan sampai kecapekan di trimester kedua, sampai tidak nyaman setiap tidur malam karena sesak dan berat, serta beser di trimester ketiga.

Udah lama saya mau berbagi sedikit pengalaman saya hamil selama hampir 9 bulan di Belanda, bagaimana sistem kesehatannya, bagaimana pemeriksaan dengan bidan dan dokter, dan prosedur untuk mempersiapkan kelahiran, biar gak lupa pengalamannya. Tentu banyak cerita yang berbeda, jauh berbeda dengan kehamilan saya yang pertama di Indonesia. Jadi siap-siap ini postingan akan agak panjang.

Mulai dari mental dan kesiapan dari saya dan suami juga sudah beda. Dulu namanya anak pertama, pasti apa-apa khawatir, sedikit-sedikit ingin ke dokter, cek USG, nanya saran ini itu. Kalau sekarang saya cenderung lebih santai, atau jangan-jangan terlalu santai? Heuheu.. tapi tetap ada kekhawatiran sebenarnya, sebab pengalaman saya melahirkan anak pertama dulu cukup traumatis (ibuuu manaa yang lahirannya gampaang emaang?). Saya masih terbayang bagaimana kondisi dulu saya melahirkan Runa. Mungkin itu saat-saat paling terdekat dengan kematian.

Ringkas cerita, kehamilan saya dulu sangat baik, no big problem, mual muntah cuma sedikit, masih bisa beraktivitas kerja seperti biasa bahkan naik KRL dari Bekasi ke Percetakan Negara. Di trimester kedua saya dan suami sempat traveling ke Hongkong, saat saya ada konferensi Farmasi Klinik di sana. Di trimester ketiga kami juga sempat jalan-jalan ke Bali dengan pesawat, waktu itu suami ada meeting tahunan dengan klien kantornya. Saya yang sudah mau resign dari kerjaan ingin ikutan juga dong sekalian pelesir di Bali, membawa-bawa perut saya yang sudah demikian besar. Saya merasa optimis bisa melahirkan dengan normal, plasenta oke, BB bayi normal, ketuban baik, posisi bayi juga sudah di bawah.

Qadarullah, takdir berkata lain, sesiap dan sebagus apapun kondisi sebelumnya ternyata tidak menjamin bahwa saya bisa melewati kontraksi dengan baik. Baru di bukaan ke-4, tiba-tiba tekanan darah saya naik, sampai 190/110. Kepala saya sakit berat, saya muntah, dan pemeriksaan urin menandakan positif protein. Padahal selama kehamilan tekanan darah saya cenderung rendah/normal. Akhirnya saya harus menjalani operasi sesar dengan bius total. Belakangan saya tahu diagnosis dokter saat itu adalah impending eklampsi. Nah, berdasarkan pengalaman tersebut, sejak awal kami sudah memberitahu bidan dan dokter di sini mengenai riwayat tersebut.

Jadi bagaimana prosedur pemeriksaan kehamilan di Belanda?

Asuransi

Asuransi di Belanda sifatnya adalah wajib. Kita akan membayar premi tiap bulannya, tergantung paket yang dipilih. Ketika hendak merencanakan kehamilan, saya meng-upgrade asuransi basic saya di Menzis menjadi Menzis Extraverzorg-2. Memang premi per bulannya lebih mahal, tapi keuntungannya biaya untuk kehamilan dan melahirkan sudah tercover semua, gak perlu mikir lagi. Setiap ada pemeriksaan dan konsultasi dengan bidan, dokter, maupun cek lab dan USG (standar), pasien tidak akan mengeluarkan uang sepeserpun. Simpel, gak ribet, dan tentunya gak akan ada tagihan macam-macam yang “direkomendasikan” dokter atau RS, heuheu. Kalau di Indonesia kan dokter dan RS masih cari duit toh.

Pelayanan kesehatan di Belanda itu sama rata. Miskin, kaya, pejabat, tukang ledeng, profesor, ataupun mahasiswa dilayani SAMA saja. Para praktisi kesehatan gak akan lihat duit ataupun latar belakang pasien. Lha yang bayar mereka bukan pasiennya kok, tapi ya dari pemerintah, dari asuransi yang dibayar pasien, dll. Jadi meskipun kita kaya raya gak bisa tuh milih ingin diperiksa oleh dokter spesialis tertentu. Semuanya harus melalui huisarts (general practitioner/GP) dulu.

Menghubungi Huisarts (GP/dokter umum keluarga)

Ketika saya dan suami mengetahui kalau saya positif hamil melalui testpack, langkah pertama yang saya lakukan adalah menghubungi huisarts di dekat rumah. Tapi, saat itu saya tidak membuat janji temu dengan huisarts, bisa saja kalau mau konsultasi dengan dokter tsb, misalnya ingin bertanya lebih lanjut tentang awal kehamilan. Saya langsung saja bertanya pada bagian administrasi harus menghubungi siapa setelah menemui huisarts.

Ternyata saya harus mengontak verloskundige/midwife atau kita menyebutnya bidan. Praktek bidan yang ada di gedung yang sama dengan praktek huisarts saya adalah Verloskunde La Vie. Bagian administrasi itu pun memberikan nomor teleponnya. Saya yang harus mengontak sendiri untuk membuat afspraak (janji temu).

Menghubungi Bidan

Verloskundige praktijk atau praktek bidan di Belanda adalah lembaga independen, pasien bisa memilih untuk memeriksakan kehamilan di praktek bidan mana saja. Saya memilih La Vie karena prakteknya dekat dengan rumah. Lagipula semua badan tersebut pastinya sudah tersandardisasi dengan baik, jadi gak usah pusing milihnya. Tidak seperti di Indonesia dulu, waktu hamil pertama, udah ribet sendiri mau milih obgyn A karena katanya pro RUM (rational use of medicine), atau mau ke obgyn B karena katanya dia ramah dan pro lahiran normal, dst. Di sini mah gak usah pilih-pilih, semua sama aja.

Saya mengontak bidan lewat telepon. Lalu ia menanyakan tanggal terakhir kali menstruasi. Ia pun menjadwalkan pemeriksaan dengan bidan La Vie serta tes USG di Martini Ziekenhuis (rumah sakit). Jadi pagi harinya saya USG di rumah sakit setelahnya baru bertemu bidan.

Praktek Bidan La Vie ini dipegang oleh tiga orang berbeda, Maaike, Fenna, dan Evelien. Saya akan bertemu dengan ketiganya sesuai jadwal praktek mereka. Perawakan mereka sebagai bidan di luar bayangan saya sebelumnya. Soalnya kalau bidan kan yang terbayang itu adalah sosok wanita berumur yang keibuan, sedangkan mereka sepertinya masih cukup muda dan berpenampilan kasual.

Lalu saya diberi satu amplop untuk menyimpan semua berkas pemeriksaan, brosur, sampai foto USG. Amplop tersebut harus dibawa setiap bertemu bidan. Pemeriksaan yang dilakukan bidan hanya seputar pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan denyut jantung bayi dengan fetal doppler, dan konsultasi. Mereka lebih banyak bertanya pada pasien, apa ada keluhan atau masalah. Yang saya tangkap, mereka beranggapan kita sudah cukup pintar mengenai kehamilan ini. Jadi ya pasien juga harus banyak baca juga. Tapi mereka juga akan memberikan penjelasan cukup lengkap jika kita bertanya. Hanya jawaban mereka itu sangat Dutch banget: no problems, no worries, dst. Santai banget sih! Padahal saya juga tetap memiliki kekhawatiran tertentu selama hamil, seperti adanya flek dan kemungkinan terjadinya pre eklampsia. Mereka juga bilang ibu hamil itu bukan orang sakit, jadi pada umumnya ya ibu hamil bisa melakukan apa saja, walaupun tetap ada pantangan tertentu, seperti tidak boleh menyantap makanan mentah.

Saya juga mengisi formulir yang berisi data diri, suami, dan anak, riwayat kehamilan pertama, latar belakang kesehatan, dll. Ketika tahu bahwa saya memiliki riwayat sc, maka dari awal bidan sudah bilang bahwa di trimester ketiga saya akan mulai ditangani langsung oleh obgyn di RS dan tentunya akan melahirkan di RS (eh ada lho yang melahirkan di rumah sendiri). Kalau kehamilan pasien adalah yang pertama dan tidak bermasalah, atau kehamilan pasien sebelumnya normal, maka pasien akan terus ditangani oleh bidan sampai melahirkan. Obgyn itu hanya opsi jika ada masalah khusus pada kehamilan pasien. Jadi ga sembarangan bisa ketemu sama obgyn lho.

Pemeriksaan USG

Nah ini yang cukup berbeda dengan Indonesia. Dulu saya tiap ketemu obgyn pasti di-USG. Lalu bisa periksa dengan obgyn tersebut kapan saja, minta di-USG juga bisa saat itu juga. Di sini tidak begitu. USG hanya dilakukan di periode tertentu kehamilan. Yaitu di minggu ke-10 untuk memeriksa perkembangan awal bayi. Di sekitar minggu ke-20 untuk mengetahui perkembangan lengkap bayi dan jenis kelamin. Lalu terakhir di sekitar minggu ke-30 an menjelang kelahiran untuk melihat kondisi plasenta, ketuban, dll. Gak bisa asal minta ingin di-USG. Jatah di-USG ya cuma tiga kali itu, kecuali jika ada masalah khusus di luar itu, USG akan dijadwalkan oleh bidan/obgyn. Atau bisa juga USG dilakukan oleh obgyn sekalian diperiksa.

Pemeriksaan USG ini dilakukan oleh radiolog di RS, bukan oleh obgyn lho ya. Mereka lebih detail dalam memeriksa seluruh kondisi bayi: mengukur bagian-bagian tubuh dan organ dalam bayi, detak jantungnya, memberitahu ini tangannya, ini kaki, ini kelaminnya, dst. Kelebihannya ya detail banget, hanya mereka memang tidak memiliki latar belakang kuat mengenai kehamilan dan kesehatan ibu/bayi lebih lengkap.

Pemeriksaan Darah dan NIPT

Ada pemeriksaan darah di trimester awal kehamilan. Bidan juga memberikan opsi jika kami ingin melakukan tes darah lengkap untuk mengetahui kemungkinan janin apakah menderita down syndrome, edward syndrom, atau patch syndrom, namanya NIPT test (non-invasive prenatal testing). Pemeriksaan ini dapat dilakukan mulai minggu ke-11 kehamilan. Sayangnya tes ini tidak dicover asuransi, jadi kalau mau ya kami bayar sendiri. Walaupun kata bidan kalau di riwayat keluarga tidak ada yang mengalami kelainan kromosom tersebut dan anak pertama kami juga sehat, kami tidak perlu khawatir. Saya dan suami memutuskan untuk ikut NIPT test. Hasil NIPT diberitahukan melalui telepon, juga saat bertemu bidan kembali. Alhamdulillah tidak ada masalah.

Brosur pemeriksaan NIPT

Pemeriksaan Glukosa

Sekitar kehamilan minggu ke-26, saya diminta bidan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah untuk kemungkinan terjadinya diabetes gestasional, atau kenaikan gula darah selama hamil. Katanya sebenarnya tidak semua wanita hamil melakukan pemeriksaan ini. Tetapi katanya beberapa ras memiliki kecenderungan lebih besar mengalami diabetes gestasional ini, salah satunya ras Asia. Jadi saya harus melakukan pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP.

Saya harus puasa dari pukul 10 malam sampai besok pagi. Pukul 8 pagi saya sudah harus stand by di lab untuk diambil darah. Setelahnya, saya harus minum cairan gula yang manis banget, sampai eneg rasanya, tenggorokan terasa panas. Mana perut sudah lapar karena belum makan pagi, maklum kan bumil trimester kedua lagi semangat-semangatnya makan. Saya harus menunggu dua jam di sana untuk kemudian diambil lagi darahnya. Hasilnya akan dikirimkan ke bidan.

Ternyata eh ternyata hasil pemeriksaan ini berbuntut panjang. Tidak disangka gula 2 jam PP saya di atas normal. Normalnya glukosa 2 jam PP itu di bawah 7.8 mmol/L. Hasil saya kalau tidak salah sekitar 8.3 mmol/L. Jadilah kemudian saya dirujuk oleh bidan untuk melakukan pemeriksaan ke obgyn di Martini ziekenhuis. Padahal kalau di Indonesia rasanya ibu hamil tidak pernah diperiksa glukosa darah sedetail itu.

Di RS tersebut pemeriksaan lebih lanjut bagi ibu hamil dengan kemungkinan diabetes ternyata panjang. Saya dijadwalkan setiap minggu untuk bertemu dengan internist, dietist, obgyn, dan bidan rumah sakit yang mengurusi mengenai diabetes gestational. Setelah pertemuan pertama dengan obgyn, dilanjutkan dengan konsultasi dengan bidan RS mengenai apa itu diabetes gestational, penyebabnya, bahayanya, dll. Lalu saya dan dua bumil lain diberi kotak pengukur gula darah mandiri. Kami harus mengukur gula darah kami 4x sehari: setelah bangun tidur, dan 3x setelah makan pagi, siang, dan malam (1 jam setelahnya). Hasilnya dicatat dan minggu depannya kami bertemu lagi dengan internist dan melaporkan hasil pengukuran.

Kotak pemeriksaan glukosa mandiri

Sebenarnya saya merasa tidak bermasalah dengan gula darah. Tapi memang, saat saya mengonsumsi makanan manis, hasil pengukuran glukosa saya akan lebih naik. Jadi yaa.. saya diet sedikit, walaupun kadang masih bandel juga.

Alhamdulillah setelah hampir 1.5 bulan berkonsultasi dengan obgyn di RS, saya kembali lagi ke bidan, kondisi saya dianggap sudah normal. Pemeriksaan HbA1c saya juga normal, jadi untuk selanjutnya saya kembali diperiksa oleh bidan. Hanya dua kali bertemu bidan, setelahnya saya harus kembali lagi diperiksa oleh obgyn (karena latar belakang persalinan saya yang pertama yang sc tadi).

Kraamzorg

Bidan mengingatkan saya untuk menghubungi kraamzorg (nurse yang bertugas dalam perawatan bayi). Ada beberapa badan kraamzorg yang bisa dipilih di Groningen. Kami memilih Het Groene Kruis, soalnya beberapa teman kami pernah memakai jasa mereka. Jadi begini, di Belanda, setelah sang ibu melahirkan, maka akan datang perawat yang akan mengurus segala keperluan ibu dan bayi. Selama 8 hari (total jam kerjanya 49 jam), sekitar 6-7 jam sehari perawat tersebut akan siaga di rumah pasien.

Saya mendaftar Het Groene Kruis melalui telepon, lalu mereka mengirimkan dokumen ke rumah untuk dicek benar/tidak detailnya. Saya mengoreksi beberapa bagian dan mengirimkan koreksi melalui email. Di sekitar minggu ke-20 kehamilan, mereka datang ke rumah untuk memberikan pengarahan mengenai tugas mereka, kontrak, biaya dll. Eh iya, biaya tetap gratis dong, kan sudah ditanggung asuransi. Mereka juga menjelaskan perlengkapan bayi apa saja yang dibutuhkan setelah melahirkan. Bisa dicek di sini check list-nya.

Jobdesc mereka apa? Semuaaa.. mulai dari mengurus bayi, mengajari ibu dan ayah dalam merawat bayi, sampai beres-beres rumah. Bahkan mereka juga bilang jika sang ibu masih capek di pagi hari akibat begadang, ibu dipersilakan istirahat dulu dan si perawat yang akan mengurus bayinya. Mereka juga mau jika disuruh belanja ke supermarket, masak, sampai mengajak bermain si Kakak dan mengantar-jemputnya ke sekolah. Kayak punya pembantu bule. 

Oiya khusus untuk kraamzorg ini, kami meminta perawat yang mahir berbahasa Inggris, biar gak ribet komunikasinya nanti.

Krampakket

Ini juga merupakan fasilitas yang didapatkan dari pihak asuransi, mungkin karena paket asuransi saya juga sudah saya upgrade jadi extraverzorgd 2, jadi ada fasilitas tambahan. Di sekitar minggu ke-27, ada krampakket yang datang ke rumah. Satu kardus berisi: pembalut setelah melahirkan, kapas, alkohol, perban, dll. Isinya kurang lebih seperti di foto ini:

Menzis Krampakket

Pemeriksaan dengan Obgyn

Saya bertemu obgyn di Martini Ziekenhuis beberapa kali. Itupun bukan karena saya yang rekues, tetapi memang dirujuk untuk periksa dengan obgyn tersebut. Yang membuatkan janji dengan obgyn biasanya adalah bidan. Saya juga tidak bisa memilih mau obgyn siapa dan yang mana. Pokoknya yang ada saat itu saja yang akan saya temui. Tapi bisa minta kok kalau prefer obgyn perempuan. Selama ini saya selalu bertemu dengan obgyn perempuan, hanya sekali saja dengan obgyn laki-laki.

Konsultasi dengan obgyn ini juga sekalian periksa USG. Segala macam data pasien yang ada di bidan sudah terintergrasi di komputernya. Jadi mereka gak repot nanya lagi gimana kemarin-kemarin periksa dengan bidan? Mereka hanya meng-update kondisi pasien juga memberikan ruang selebar-lebarnya untuk kita bertanya sampai puas. Obgyn yang saya temui selalu ramah dan gak ada kesan sengak ala dokter yang merasa tahu segalanya (ehm.. di Indo beberapa kali ketemu dokter cem gitu). Malah saya merasa obgyn ini lebih friendly daripada bidan yang saya temui. Mereka mendengarkan keluhan saya, kekhawatiran saya mengenai melahirkan normal karena riwayat persalinan saya dulu, dan menjawab pertanyaan sejelas mungkin.

Kelebihan Afspraak dan Kepastian Jadwal Periksa

Yang saya suka dari proses pemeriksaan selama kehamilan ini adalah semuanya serba terencana dan terjadwal. Misal, di akhir sesi setelah saya bertemu bidan, pasti mereka akan menjadwalkan pemeriksaan selanjutnya (dengan siapa, hari apa, jam berapa). Pemeriksaan USG, pemeriksaan darah, dan glukosa juga sudah ditentukan jauh hari. Jadi saya bisa mencatat di agenda saya selama sebulan ke depan. Selama saya diperiksa oleh obgyn pun seperti itu, sudah ada jadwal untuk pemeriksaan berikutnya. Di hari pemeriksaan pun, ketika menunggu waktu periksa, saya tidak akan menunggu berjam-jam sampai dipanggil giliran saya. Paling lama 20 menit-lah. Jadi gak ada waktu terbuang percuma untuk menunggu dokter yang belum datang dan ngaret datang ke RS-nya. Dokter ngaret mah cuma di Indo.. saya pernah menunggu dokter sampai sejam lebih. Haduh rasanya kalau periksa ke dokter spesialis itu harus menyiapkan slot waktu satu hari untuk antisipasi antrian pasien yang panjang dan dokter yang belum datang di jadwal prakteknya, zzzzzz…

Babbypakket en Zwangerschapboxen, GRATIS!

Ini dia yang menarik untuk para bumil. Jadi di Belanda ada beberapa paket atau kado yang bisa dinikmati dengan gratis dari beberapa toko hanya dengan mengisi biodata kita di website-nya, lalu kita akan dikirimkan semacam kupon dengan barcode tertentu untuk menukar si kado tersebut. Lumayan banget lho isi paketnya. Ada perlengkapan ibu dan bayi, seperti: pampers, botol susu, empeng, sabun bayi, tisu basah, kaos kaki bayi, krim utk ibu, sampe ada minuman soda non alkohol (mungkin karena bumil di sini masih ingin minum bir tapi kan gak boleh ya, jadi deh ada minuman soda 0% alkohol)

Untuk toko-toko yang menawarkan paket ini bisa dicek di sini. Yang sudah pernah saya coba tukarkan itu dari: Kruidvat, Etos, Babydump, dan Prenatal. Lupa mau saya fotoin isi paketnya, udah keburu excited dapat barang gratisan, hehe.

Zwangerbox Etos. Ini yang senang termasuk Runa, soalnya ada CD musik Woezel en Pip, bisa diputer di mobil deh
Babypakket Kruidvat. Yang ini dapet tas belanjanya juga. Oiya, untuk penukaran kruidvat harus sudah punya dulu extra voordeelkaart 
De blij doos Prenatal. Kurang lebih isinya kayak gini. Ini oke banget, ada botol susu Avent dong, harganya lumayan lho
Babypakket BabyDump. Ini juga oke isinya, lumayan buat nambah-nambah perlengkapan bayi

Yang lain ada juga paket yang bisa ditukarkan setelah bayi lahir, Insya Allah deh dicoba juga. Mental gratisan uyy. Eh tapi gak papa dong, memang disediakan khusus untuk ibu hamil. Orang Belanda aja cuek tuh masuk toko cuma buat nuker paket aja, ga pake belanja di tokonya. Ya, kita juga gak usah gengsi. Kalau menurut asumsi saya, adanya paket-paket gratisan tersebut mungkin itu ada subsidi dari pemerintah juga kali ya, demi men-encourage para bumil biar tetap semangat!

Penutup

Walaupun masih banyak yang mau saya share, saya cukupkan dulu sampai di sini deh. Maklum bumil kan suka lupa-lupa, nanti kalau ada hal penting yang saya ingat kemudian hari, akan saya tambahkan lagi di postingan ini.

Yang saya nikmati lagi selain fasilitas di atas, di sini jadi bumil lebih waras, hihi.. Soalnya gak ada omongan miring dari kiri-kanan yang biasa mampir di telinga. Gak ada yang suka komen-komen, lho ini ndak boleh lho pas hamil, harus ini lho itu lho, dst. Yang penting mah semua sehat dan lancar, serta bumil happy!

Semoga bermanfaat untuk para ibu yang hamil dan sedang merencanakan kehamilan di Belanda. Insya Allah semuanya dimudahkan. Doakan saya menempuh beberapa minggu lagi sebelum lahiran, semoga lancar lungsur, sehat semua… Aamiin. aamiin.

Tot ziens!

Advertisement

12 thoughts on “Cerita mengenai Kehamilan di Belanda”

  1. aaaah asik banget ya hamil di Belanda. Benar2 happy kayaknya ya mbak kalo baca dari postinganmu ini. Terutama soal pembantu bule itu, duh asik banget ya sampe mau aja jemput si kakak dan beres2 rumah 🙂 Sehat2 terus ya mbak, semoga lahirannya lancar dan sehat selamat untuk ibu dan bayinya…

    1. Haloo Mbak Imel! Aamiin aamiin.. makasih doanya, deg2an nih mbak mau deket2 lahiran.
      Alhamdulillah ga ribet ternyata mbak hamil di sini, semuanya udah serba teratur.. iya itu terutama kraamzorg yg ke rumah mmbantu banget, hehe

      1. iya soal kraamzorg ini, temenku SMA ku yang merantau di Harleem juga cerita, para kraamzorg ini ngebantu banget dan yg terpenting spt mbak monik bilang, kehadiran support team kayak begini bikn ibu yang habis melahirkan tetap waras.

  2. Wah keren asuransinya bisa cover semua biaya gtu. Jd gak nambah2in lagi ya mbak 😀
    Hahaha orang Belanda aja gak gengsi, ya. Gpp sih mbak manfaatin fasilitas yg ada, apalagi hidup di negeri org pastinya jg biayanya gk sedikit kan 😀
    TFS yaa

  3. halo mbak monik.. aku lagi hamil 16 mgg nih. rencananya mw nyusul suami bln maret. mw tanya, bidan2 di belanda lancar brbahasa inggris gak mba? aku blm bs bahasa belanda nih 😅

      1. asuransi menzis basic memangnya tidak mengcover biaya persalinan mbak? utk bumil apa harus upgrade ke paket -2? terimakasib..

      2. mengcover kok mbak asuransi basic mensiz
        saya cuma ngeupgrade aja, jaga2 utk biaya2 lain yg tidak tercover

  4. Halo mba.. salam kenal.. saya tinggal di Tilburg dan skg sedang hamil 8 minggu skg, saya ditawari jg utk tes NIPT itu. Kalo boleh tau berapa ya biayanya?

    1. Halo Mbak Rayya salam kenal. Selamat atas kehamilannya, smeoga sehat-sehat.. Saya agk lupa persisnya berapa, di atas 100 euro tapi di bawah 200euro seingat saya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s