Groningen's Corner

De Opa van Marijn


De Opa van Marijn ~ Opanya Si Marijn

Marijn adalah anak lelaki sahabat Runa di sekolah. Rumah Marijn sebenarnya ada di Beijum, sekitar 3 km dari daerah tempat tinggal kami. Tapi kebetulan Opa dan Omanya tinggal bersebrangan dengan flat kami. Marijn tentu sering berkunjung ke flat Opa dan Omanya, terutama saat pulang sekolah. Kami juga jadi sering berinteraksi dengan Opa dan Oma Marijn. Ya sekedar say hallo dan menanyakan kabar saja. Soalnya Opa dan Oma Marijn cuma bisa bahasa Belanda, jadi basa-basi saya agak terbatas, haha.. Saya tetap berusaha bisa mengimbangi obrolannya Opa dan Oma, sedikit-sedikitlah (sedikit sok tahu juga wkwk). Btw, saya gak hapal nama Opa dan Oma siapa, jadi kami selalu memanggilnya Opa en Oma van Marijn.

Opa dan Omanya Marijn punya anjing, namanya Robin, yang kadang suka menggonggong kalau ketemu di lift. Kadang juga ketika Robin menggonggong, Runa jadi lari terbirit-birit. Eh Si Robin malah makin mengejar Runa karena dia mengira Runa ingin mengajaknya bermain lari-larian.

Opanya Marijn ini sering banget mengajak Robin jalan-jalan. Kayaknya kalau ketemu Opa di jalan, pasti dia selalu membawa Robin. Mungkin ada sampai tiga kali sehari Robin ini diajak jalan. Biasanya saya suka lihat pagi hari. Saat saya baru mengantar Runa ke sekolah, Opa baru mau pulang setelah jalan-jalan dengan Robin. Juga siang hari, kalau kebetulan saya lagi ke winkel (pertokoan). Sore hari pun pernah, tentu sebelum jam 6. Soalnya biasanya orang sini dinnernya jam 6 sore. Jarak tempuh ketika mengajak Robin jalan-jalan juga bisa sampai jauh. Kadang saya melihat mereka berdua jalan-jalan hampir sampai Kardinge (mungkin 1.5-2 km). Pokoknya rajin banget deh Si Opa ini ngajak Robin jalan, padahal Opa ini udah tua lho! (hya eya atuh namanya juga Opa). Bahkan Oma aja gak bisa jalan jauh. Kalau jalan ke winkel deket rumah harus dibantu dengan walker.

Opa masih sehat dan kuat. Sering juga dia naik sepeda antar-jemput Marijn. Suatu kali kami dengar kabar kalau Opanya Marijn sakit, entah jatuh apa gimana, tulang kakinya retak. Jadi dia gak bisa jalan normal. Opa Marijn harus pakai kursi roda kalau ke mana-mana. Wah kasihan juga, kami berencana nengok. Tapi belum sempat kami ke sana, eh malah saya sudah melihat Si Opa keluar rumah dengan kursi rodanya. Dan apa cobaa? Opa di kursi roda sambil menenteng tali leher Robin. Dan apa lagi dong? Saat itu masih pagi-pagi buta. Jam 8 saya baru keluar rumah mau ngampus, eh Si Opa udah di depan lift mau pulang-dengan Robin muter-muter mengelilingi kursi rodanya. Berarti Si Opa keluar rumah jam berapa itu? Masih gelap pun nampaknya. *Catatan: waktu itu belum summer time, jam 7 masih gelap. Catatan lagi: kursi rodanya itu bukan yang otomatis, tapi yang dikayuh pakai tangan. Catatan tambahan lagi: gak sekali-dua kali saya melihat adegan Si Opa lagi mengayuh kursi rodanya sambil ada Robin lari-lari, jelas bukan kegiatan spontan.

Di situlah saya merasa bagai Si Pandir yang melempem. Di pagi hari, saya yang sehat ini susah sekali membuka mata. Kalau bukan harus salat subuh mungkin saya lanjut tidur lagi. Kalau bukan harus nyiapin anak sekolah atau saya harus ke kampus, mungkin saya masih ngulet-ngulet di kasur. Kalau bukan Senja yang baru 4 bulan nangis minta mimik, mungkin saya masih merem aja. Itu pun kalau Senja bangun sebelum subuh untuk minta mimik, kadang saya mimikin sambil ngantuk-ngantuk di kasur, lalu Senja dan saya ketiduran lagi dengan posisi saya duduk nyender sambil gendong dia.

Begitu banyak alasan saya untuk bisa bangun jauh lebih pagi untuk melakukan banyak hal. Dan saya sadar, yang paling sulit dari bangun pagi itu sebenarnya cuma awalnya aja. Ketika saya bangun lebih pagi saya merasa, wah enak ternyata semua jadi lebih cepat selsai, saya gak buru-buru, banyak banget yang bisa selesai. Sebaliknya, ketika saya bangun agak telat, saya merasa menyesal, duh rempong ini belum itu belum, jadi semuanya gak maksimal.

Saya Si (alhamdulillah) sehat, masih muda (iyain aja ye), dan punya banyak alasan untuk bangun pagi malah susah banget melakukannya. Sementara Si Opa, yang sedang sakit kaki, pakai kursi roda, dan juga gak salat subuh (Wallahu’alam sih, mungkin aja dia ada ritual pagi sesuai kepercayaannya) malah bisa bangun pagi, untuk apa? “cuma” untuk ngajak si guguk berbulu cokelat tukang gonggong itu jalan pagi. He must have a STRONG WHY to wake up in the morning. Atau mungkin Opa memang sudah punya ritme yang teratur sehingga mau apapun yang terjadi dia tetap melakukannya, meski dia ada di kursi roda sekalipun.

Opa van Marijn, oh whyyy?? 

Saya jadi merasa tertampar-tampar setiap kali melihat Si Opa di kursi roda bersama Robin. Kalau pagi hari saya masih merasa malas bangun, sepatutnya saya merasa malu dong.

Walaupun kadang saya selalu mencari pembenaran: Semalam saya bangun dua kali untuk menyusui Senja. Atau semalam saya nunggu salat Isya jam 22.30. Semalam saya ngeblog sampai larut (iya kayak sekarang). Mestinya Opa juga bisa mencari pembenaran untuk gak ngajak Robin jalan, jelas-jelas lagi sakit kaki di kursi roda. Ah, pembenaran mungkin cuma untuk orang yang lemah. Yang jelas Opa van Marijn bukan orang lemah.

Rahasianya apa Opa?

.

.

Tentu bukan karena mengonsumsi jamu kuat lelaki ya. Di sini gak ada jamu-jamuan

 

1 thought on “De Opa van Marijn”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s