“Hajjah! Hajjah!” sosok berpakaian-berjilbab-bercadar hitam itu melambai-lambaikan tangannya, menandakan tanda maju untuk para jamaah haji wanita.
Saat itu saya dan beberapa kawan hendak memasuki Masjid Nabawi, saya membawa tas besar, berisi air minum, ponsel, dan Al-Qur’an. Wanita dengan pakaian serba hitam itu mencegat saya dan teman-teman di depan pintu gerbang Utsman bin Affan. Rupanya ia ingin memeriksa isi tas saya. Dengan sigap ia mencek barang-barang yang saya bawa. Aman, ia pun mempersilakan saya masuk. Memang jamaah tidak diperbolehkan masuk masjid jika membawa barang-barang berikut: kamera, notebook, handycam, makanan. Katanya terkadang handphone berkamera juga tidak boleh dibawa masuk ke masjid. Tetapi waktu jaman saya haji, tahun 2016, boleh-boleh saja ternyata.
“Ibu, ibu, masuk!” lho, rupanya wanita dengan sorot mata tajam di balik cadar tersebut bisa sedikit berbahasa Melayu/Indonesia yang kaku. Ia tahu saya berasal dari Indonesia. Mungkin ia sudah hapal rupa dan khasnya jamaah-jamaah berbagai negara dan ras berbeda.
Ternyata “petugas” berbaju hitam itu tidak hanya berjaga di pintu mesjid, tetapi di dalam masjid. Mereka “berkeliaran” menjaga keamanan dan ketertiban para jamaah di masjid. Dialah Askar. Sosok yang sering saya dengar namanya dari orang-orang yang sudah pernah berangkat ke Madinah dan Makkah. Ternyata saya baru tahu, oohh ini dia para askar yang namanya mahsyur.
“Panuh.. Ibu, Panuh!”; “Ibu, Dhudhuuk, dhudhuuk!” sekali lagi saya mendengar sepatah dua patah kata yang dilontarkan askar, agak kaku, tetapi nadanya sangat meyakinkan.
Jamaah berasal dari berbagai bangsa. Sepertinya para askar mempelajari sedikit-sedikit bahasa ibu para jamaah. Mereka bisa bahasa Arab, tentunya, bahasa Inggris, mungkin bahasa Urdu. Tetapi karena jamaah didominasi dari Indonesia, mereka jadi lebih tahu bahasa kita.
Jika ada barisan yang kosong di depan, mereka akan menyuruh jemaah maju ke depan. Sebaliknya mereka juga melarang jika ada jamaah yang memaksa menerabas ke tempat-tempat yang tidak diperuntukan untuk salat. Terkadang ada jamaah yang nekat masuk ke dalam Masjid Nabawi, padahal askar sudah melarang, artinya di dalam sudah penuh.
Tugas askar semakin berat ketika di jam-jam mengunjungi Raudhah. Biasanya jamaah menjadi terlalu excited, sehingga kadang lupa diri, menerabas sana-sini, berlari terburu-buru, sampai tidak sadar mendorong jamaah lainnya. Dengan sabar dan tegas, askar berusaha “menghalau” terjangan jamaah yang hendak memasuki Raudhah. Sebenarnya kalau kita mematuhi apa yang askar bilang, kita juga akan dapat bagian kok untuk mengunjungi Raudhah. Askar sudah mengelompokkan para jamaah dari Indonesia, India-Pakistan-Bangladesh-dll, Afrika, Tim Tengah, Eropa, dll untuk berbaris rapi menunggu giliran. Tetapi kadang saking inginnya segera sampai di Raudhah, kata-kata askar tidak diindahkan.
Begitu juga ketika berdesak-desakkan di Raudhah. Beberapa jamaah memaksakan melakukan salat sunnah di sajadah hijau Raudhah, sementara gelombang jemaah dari belakang sudah mendorong ke depan. Seorang askar bergelantungan di salah satu pilar Raudhah. Ia menjejak di pilar dengan tali sebagai pegangan. Posisinya lebih tinggi dari jamaah. Ia berusaha menghalau jamaah untuk bergantian “menikmati” Raudhah. Ia tak segan membentak dengan suara keras dan kasar jika ada jamaah yang membandel.
Saya pribadi merasa, jamaah Indonesia cenderung lebih menurut dibandingkan dengan jamaah dari negara lain, dari Afrika misalnya. Ada yang tidak mendengarkan larangan askar dan nekat melakukan apa yang dilarang askar, bahkan berbantahan dengan askar. Tak heran kalau askar juga cenderung bersuara lebih lembut dan bersikap halus pada jemaah Indonesia.
Saya tidak pernah melihat wajah lengkap para askar wanita. Wajah mereka senantiasa tertutup, kadang bagian mata pun tertutup oleh kain tipis. Hanya katanya, para askar ini rata-rata berwajah Arab atau Afrika. Kalau yang keturunan Melayu rasanya jarang. Wajah-wajah Melayu lebih banyak ditemukan sebagai TKW, yang bertugas untuk bersih-bersih masjid.
Lain lagi di Masjidil Haram, di sana saya tidak banyak berinteraksi dengan askar. Mungkin karena arena Masjidil Haram lebih luas dan pintu masuknya banyak. Terkadang ada askar yang berjaga di salah satu gerbang masuk Masjidil Haram. Tugasnya kurang lebih sama, memeriksa tas dan bawaan para jamaah.
Nah, untuk para calon jemaah yang hendak berkunjung ke Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, tidak usah heran jika bertemu sosok askar ini. Mereka pada dasarnya baik kok, asal kita juga gak bandel-bandel banget. Kira-kira penampakan mereka seperti ini:

Bagaimana dengan askar pria? Saya baru sadar sosok askar pria ketika sudah sampai di Makkah. Soalnya ketika di Masjid Nabawi saya jarang melihat askar lelaki, kan tempat jamaah pria dan wanita terpisah. Awalnya saya kira askar pria juga berpakaian serba hitam. Ternyata tidak. Mereka malah tampak lebih sangar dengan seragam “loreng” atau seragam seperti polisi/tentara, ditambah dengan topi baretnya. Mereka berjaga di sekitaran Masjidil Haram, bahkan di depan ka’bah. Menjaga keamanan di sekitar ka’bah, kadang ada jemaah yang nekat menerabas atau melakukan hal-hal yang dilarang di sekitar ka’bah.
Sosok mereka seperti ini:


Jika anda berkunjung ke Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, sampaikan salam saya pada para askar wanita di sana, hehe.. Semoga amal soleh mereka dalam menjaga keamanan di rumah Allah senantiasa dibalas pahala yang besar oleh Allah, aamiin.
1 thought on “Dialah Askar”