“Kom Senja, we gaan zwaaien naar Mama.” (Yuk Senja, kita dadah-dadah ke Bunda). Zizi, staf pengasuh Senja di daycare menggendong Senja sambil mengantar saya sampai pintu kaca kelas Senja. Ia mengajak Senja mengucapkan perpisahan pada saya yang hendak berangkat ke kampus. Selalu seperti seperti itu.
Wajah Senja terlihat happy, seraya melambaikan tangannya lalu kiss bye. Saya jadi merasa tenang melihat Senja baik-baik saja. Insya Allah Senja ada di tangan yang terpercaya.
Memang butuh lebih agak lama untuk Senja bisa beradaptasi seperti di atas. Ketika Senja sudah bisa mengenali mana ayah bundanya, tentu lebih sulit meninggalkannya di daycare. Sebab ia pasti akan menangis ketika ditinggal. Tapi ada satu hal yang menarik dari kebiasaan daycare Senja saat “perpisahan” menitipkan anak.
Sudah pasti anak akan merasa agak insecure ketika ditinggal, wajahnya akan terlihat sedih, bahkan menangis. Namun, bukannya mengalihkan perhatian si anak untuk tidak menangis saat berpisah dengan orang tuanya, pengasuh akan mengajak si anak untuk menghadapi “perpisahan” dengan ceria dan berani. Malah kadang saya yang jadi gak tega.
Mungkin karena sejak dulu sampai punya anak pertama, saya selalu melihat contoh bahwa … ketika ada hal yang tidak disukai atau membuat sedih, kita akan cenderung mengalihkan diri kita dari hal tersebut.
Misal..
“Yuk lihat burung yuk.. eh mana yaa?” Kata pengasuh ketika ada anak yang mau ditinggal mamanya pergi. Mamanya pun mengendap-endap pergi.
“Adek ga suka ngerjain ini ya? Susah ya? Ya udah bikin yang lain aja deh..”
Tough love. Salah satu style parenting orang Londo. Dutch parents are less protective, and worry less as well. Mereka membiarkan anak bersepeda ke sekolah meski hujan turun. Mereka tidak menjadi helicopter-parents. Ketika anak jatuh, mereka tidak serta merta langsung mengangkatnya, jika anak bisa berdiri sendiri ya mereka cukup melihat dari jauh dulu.
Life is already tough. So, children must be taught about resilince and independence. Dalam hidup mungkin banyak hal yang tidak kita sukai, tapi bukan berarti kita harus menghindarinya. Menghadapinya adalah salah satu cara untuk menyelesaikannya.
1 thought on “Tough love. Zwaaien naar Mama”