Being Indonesian in the Netherlands, Groningen's Corner, Informatie, tips & trucs, Mommy's Abroad, [GJ] – Groningen’s Journal

Sekolah Anak di Belanda (part 2)


Halo-halo readers, tadinya saya bikin nulis mengenai ‘Sekolah Anak di Belanda’ ini untuk satu postingan aja. Tapi ternyata ketika udah ditulis, lho kok panjang ya, mwahaha.. Jadi saya buat series aja, cem drakor kan ya, biar seru.

Howkay, postingan sebelumnya bisa dibaca di sini, mengenai playgroup dan daycare

Sekarang kita lanjut mengenai sekolah dasar. Topik yang hot bukan, Bunda-Bundi sekalian? Mengingat bahasan mengenai esde di Indo sangat menarik, apalagi teman-teman sebaya saya juga sudah mulai menyekolahkan anaknya di esde, jadi tahu deh tantangannya nyari sekolah di Indonesia, beserta biayanya yang jadi momok, dan pilihan sekolahnya yang bermacam-macam.

Baik, cerita mengenai esde di Belanda mungkin akan berbeda dengan di Indonesia. So, bagian ini akan lumayan panjang ya gaes, jadi pelan-pelan aja bacanya.

Basisschool (Sekolah dasar/elementary school)

Menginjak usia 4 tahun, bertepatan dengan hari ulang tahunnya (atau paling ga bedekatan setelah tanggal ultahnya), anak sudah bisa mulai sekolah di basisschool, yaitu pendidikan dasar 8 tahun. Mulai dari grup 1 sampai grup 8. Grup 1 ini setara TK A/TK nol kecil, Grup 2 setara TK B/TK nol besar. Yang namanya SD kelas 1 itu setara dengan grup 3. Jadi jangan sampai bingung yaa. Satu kelas umumnya berisi dari 20-30 anak.

Menarik yaa.. kan katanya ada pendapat untuk tidak menyekolahkan anak di usia dini. Kalau masih bisa diurus emaknya, ya udah di rumah aja dulu. Toh di rumah banyak kegiatan yang masih bisa dieksplor. Bisa jadi benar, tapi harus dilihat dulu ke kondisi anak dan lingkungannya. Di Belanda, ya umur 4 tahun udah hampir wajib untuk sekolah, kalau gak nanti ditanya sama pemerintah, ini anak kok gak dikasih haknya untuk mulai sekolah? Karena fasilitas ini memang sudah disiapkan pemerintah untuk anak-anak. Bisa aja sih gak nyekolahin, misal alasan homeschooling. Tapi setahu saya tetap ada standarnya juga. Daku sih ya, ampun bang jago mo ngurus homescholing.

Sebenarnya, wajib belajarnya memang dari usia 5 tahun, jadi kalau di grup 1 itu anak masih bolehlah bolos-bolos karena males sekolah, capek, dan alasan yang remeh-remeh. Tapi kalau udah grup 2, apalagi grup 3, gak boleh deh asal bolos sembarangan, tanpa alasan jelas. Bisa-bisa kena denda nanti.

Durasi belajar di sekolah biasanya dari pukul 08.30 dan selesai di pukul 14.00 atau 15.00, atau ada yang short day yang pulang di pukul 12.30 atau 13.00, tergantung sekolahnya. Tapi jika ditotal, setiap sekolah akan memiliki durasi belajar yang sama per minggunya, hanya bagaimana mereka mengatur persebaran durasinya aja.

Bagaimana sih memilih basisschool yang tepat?

Pada dasarnya, sekolah Belanda ini dapat diakses oleh semua orang, semua kalangan, gratis! Hanya ada pungutan/kontribusi biaya per tahun untuk kegiatan-kegiatan ekstra sekolah seperti summer trip, perayaan/kegiatan khusus, sumbangan untuk prakarya dll, tapiii.. gak mahal, tergantung sekolahnya, berkisar dari 25-50 euro per tahun (kalau di Groningen ya, kalau di kota besar lain macam Amsterdam dan Den Haag bisa jadi lebih mahal). Kalau kita merasa keberatan untuk bayar, bisa mengajukan keringanan juga. Untuk sekolah Runa dan Senja, saya membayar 29,95 euro/tahun/anak (napa sih nanggung amat ye). Plus nanti pas summer trip bayar lagi sekitaran 25 euro. Di sekolah Runa ini juga uangnya bukan dikelola sama sekolahnya, tapi oleh oudervereniging, semacam organisasi ortu sekolah yang suka ngurusin event-event khusus seperti event Sinterklaas dan Natal (yang aku juga sebenernya ga pengen anak-anak ikutan, tapi wayahna, tetep ada acara hias-menghias), event olahraga, dan event pekan membaca.

Suasana parkiran sekolah di pagi hari. Orang tua mengantar dengan sepeda, anak-anak naik sepeda sendiri

Penting bahwa di Belanda pendidikan anak termasuk merata, dan tidak ada kesenjangan sosial/ekonomi yang jomplang banget. Ada ya mungkin (saya kan juga masih outsider, belum terlalu tahu banyak). Walaupun ada perbedaan, tetapi bedanya ga sejomplang di Indonesia, yang ada sekolah bertaraf internesyenel yang bayarnya kayak cicilan KPR, sampai ada sekolah cem sekolahnya Ikal Laskar Pelangi. Jadi balik lagi, perbedaan tentu ada di tiap-tiap sekolah, kota, dan propinsi. Mulai dari jenis sekolah, kurikulum, religious view, lokasi, input anak-anak yang masuk ke sekolah tersebut, dan output lulusannya bagaimana.

Kita gali dari lingkaran terluar dulu, Jenis sekolah. Setidaknya basissschool di Belanda bisa dibagi jadi 2, yaitu: (1) openbare school/OBS (public school), atau bisa disebut sekolah negeri kali yaa kalo di Indo mah. Yang beroperasi/diatur oleh pemerintah. Sekolah ini tidak memiliki afiliasi terhadap badan tertentu (misal yayasan), dan tidak menganut paham agama tertentu; (2) Bijzondere school (special school), atau bisa disebut sekolah swasta. Sekolah ini dikelola oleh badan atau yayasan, tapi tentunya sudah memenuhi standar sekolah yang disyaratkan pemerintah. Walaupun sekolah swasta, tapi tetap gratis juga lho. Sebabnya, tetap ada subsidi dari pemerintah. Yang termasuk bijzondere school ini misalnya sekolah dengan religious view tertentu, seperti sekolah Katolik, sekolah Protestan, ataupun sekolah Islam, atau sekolah yang menganut kurikulum spesifik. Semakin ke sini pemerintah di tiap kota Belanda semakin memiliki otoritas sendiri, yang berpengaruh pada meningkatnya public school yang independen. Sehingga, corak dan ragam sekolah di tiap kota akan bervariasi.

Mengenai Kurikulum

Selayaknya di Indonesia pernah ada yang namanya Kurikulum 1994, lalu ada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan lain-lain hingga sekarang sudah menjamur kurikulum-kurikulum serapan dari luar negeri segala rupa di sekolah-sekolah Indoensia (terutama sekolah swasta yaa). Di Belanda tiap sekolah bisa menganut “paham”-nya masing-masing. Saya tahu ada beberapa kurikulum khusus yang dianut basisschol Belanda seperti Jenaplan, Dalton, Montessori, dan Teamonderwijs Op Maat (TOM). Runa udah pernah mencoba sekolah Jenaplan, Dalton, dan sekarang Runa di sekolah dengan kurikulum TOM (Kenyang yes nyobain 3 sekolah berbeda). Soalnya kami sempat pindah rumah sekali (dan kami cari sekolah yang dekat rumah, dan yang kedua Runa pindah ke sekolah yang menurut kami lebih pas). Oiya tiap public school atau special school bisa menganut kurikulum yang berbeda-beda. Katanya kebanyakan OBS menggunakan kurikulum Dalton, walau gak selalu juga, Misal sekolah pertama Runa itu OBS dengan kurikulum Jenaplan: Openbare Jenaplan Basisschool (OJBS), lalu sekolah kedua Runa itu sekolah Katolik dengan kurikulum Dalton, Katholieke Dalton Basisschool (KDBS), dan sekarang Runa-Senja bersekolah di OBS yang berbasis kurikulum TOM.

Postingan lengkap mengenai kurikulum ini saya tulis di tempat terpisah yaa, biar lebih puas: kurikulum-sekolah-dasar-anak-di-belanda

Kita masuk ke pertanyaan-pertanyaan khusus basisschool dulu yaa…

Ada gak sekolah dengan berbasis Islam di Belanda?

Oh adaaa lho, ini termasuk pada kategori special school tadi. Tapi sekolah Islam ini gak di setiap kota ada. Setahu saya di Rotterdam, Schiedam, dan Amersfoort ada sekolah Islam yang bagus/unggulan, artinya lulusannya juga memiliki nilai akhir yang baik, dan sebarannya merata masuk ke level-level middelbare school. Di Amsterdam, Den Haag, Utrecht, Zwolle juga ada pilihan sekolah Islam. Pada umumnya, sekolah Islam ada di kota-kota yang komunitas muslim imigrannya kuat. Yayasan yang mendirikan sekolah ini adalah dari komunitas Turki atau Maroko. Sayangnya di Groningen belum ada sekolah Islam, heuheu, padahal pengen banget ya kalo ada. Tapi kata teman saya yang anaknya bersekolah di sekolah Islam, jangan dibayangkan sekolah Islam di Belanda itu seintensif SDIT di Indonesia yaa. Biasanya mereka mengambil minimal-minimalnya aja.

Pembelajaran sekolah Islam Belanda sama aja seperti OBS biasa, gak ada tuh pelajaran khusus fiqih, akidah, sirah, murojaah, tajwid, dll kayak di sekolah Islam Indonesia yang warbyasa Masya Allah. Yang membedakan di sekolah Islam Belanda adalah: (1) Pastinya tidak ada perayaan-perayaan Paskah dan Natal, atau yang berbau agama Kristen (Belanda kan sebenarnya dulu penduduknya banyak Kristen, semakin ke sini semakin atheis dan sekuler). Semua sekolah Belanda apapun kurikulumnya, merayakan Paskah dan Natal, tapi kebanyakan bukan sebagai perayaan religius, tapi untuk festive aja. (2) Lalu gak ada paham-paham liberal kayak eljibitqi yang masuk ke sekolahnya, atau paham yang “nyeleneh” menurut kita, tapi menurut orang Londo itu normal (misal pengenalan seks dan KB untuk anak grup 8, Ya Allah Makjang help meee..). (3) Sekolah mempertimbangkan kegiatan ibadah seperti salat Jumat (pada hari Jumat, sekolah berakhir lebih cepat), pas Idul Adha dan Idul Fitri juga sekolah ikut libur (paling 2-3 hari), dan yang penting praktek untuk puasa Ramadan lebih mudah.

Eh iya apa ada sekolah Internasional?

Ada juga. Kurikulumnya berbeda dari basisschool yang mengacu pada sistem pendidikan Belanda. Kurikulumnya ya internesyenel juga, ada yang British International School, ada yang bilingual school. Tapiii hey, yang ini gak haratis ya Shay, bayar! Soalnya bukan termasuk program pemerintah Belanda. Bayarnya juga ya sesuai standar internasional, alias mahals. Bisa berkisar antara 5000 euro-20.000 euro per tahun. Masya Allah ya kayak SPP mahasiswa internasional setahun. Biasanya memang yang sekolah di sana ya anak ekspat, yang pendidikan sekolah anaknya ditanggung kantor orang tuanya.

Di Belanda cukup banyak ada pilihan sekolah internasional, terutama di Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam, yang banyak ekspatnya. Di Groningen hanya ada satu sekolah internasional, namanya GSV. GSV Groningen ini juga ada dua macam: GSV pure international, dan GSV sekolah Belanda. Jadi GSV sekolah Belanda ini setahu saya bilingual (Inggris-Belanda), dan banyak orang Belanda yang sekolah di sana juga. Juga SPP per tahunnya lebih murah. Murahnya seberapa saya kurang tahu. Jadi, walaupun sekolah internasional ini mahal, tapi ini bisa juga kita minta keringanan. Sejauh yang saya tahu, ada beberapa teman saya yang PhD, dia menyekolahkan anaknya di GSV. Tapi ia mengajukan keringanan bayar SPP karena gaji ortunya yang terhitung minimal (ada dokumen-dokumen yang harus disiapkan). Dengan gaji PhD yang di batas minimal UMR Belanda, Alhamdulillah masih bisa mencukupi untuk bayar SPP tersebut.

Kelebihannya kalau bersekolah di internasional, ketika si anak pindah ke negara lain, atau nanti balik lagi ke Indonesia, raport-nya bisa dikonversi ke sekolah barunya nanti, dan (katanya) lebih memudahkan. Soalnya kalau raport Belanda yaa.. emang beda. Nanti kita bahas mengenai itu di part berikutnya ya.

Katanya di Belanda ada sekolah Indonesia ya?

Betul, ada namanya Sekolah Indonesia Den Haag (SIDH) yang berada di Wassenar, Den Haag. SIDH dikelola oleh Kedutaan Besar Indonesia di Belanda, dan didanai oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mungkin awalnya untuk mengakomodasi anak-anak diplomat di Belanda dan sekitarnya kali ya. Tapi sekarang udah berkembang pesat. Bahkan PJJ esde SIDH menampung anak-anak Indonesia yang tinggal di Eropa lainnya seperti Jerman, Belgia, Austria, Prancis, bahkan Afrika. Pusatnya memang di Belanda ini. Ada dua tipe pembelajaran di SIDH, online (Pendidikan jarak jauh/PJJ) dan reguler. Untuk yang online tersedia untuk SD dan SMP, dan untuk reguler tersedia untuk SMP dan SMA (ada asramanya juga). Asrama ini ya untuk menampung anak-anak yang tinggal di luar Belanda tadi, atau di luar kota Den Haag.

Jadwal PJJ menyesuaikan dengan jadwal sekolah anak di Belanda. Pada umumnya, anak-anak yang ikut PJJ ini sekolahnya jadi dobel. Sekolah biasa di sekolah Belanda iya, ikut PJJ juga iya. Jadwal sekolahnya sore, pukul 18.00-19.30, 3 kali seminggu. Pelajarannya ya ngikut kurikulum esde di Indonesia. Gurunya ngajar lewat platform online, dan anak-anak mendengarkan. Kadang ada tanya-jawab juga. Lalu ada pe-er juga, yang dikumpulkannya maksimal di akhir semester. Tidak lupa ada ujian akhir semester juga.

Dulu Runa pernah ikut PJJ SIDH pas kelas 1 esde, terus setelah terima raport kelas 1, Runa resign, haha. Sayanya juga sih gak sanggup nemenin belajar online, anaknya juga kurang menikmati. Tadinya saya ingin tahu gimana sih kurikulum esde di Indonesia, biar nanti kalau pulang gak kaget gitu. Runa akhirnya pertama kali belajar Pancasila, PPKn ya dari PJJ itu. Cuma memang masih seperti standar esde yang saya ingat dulu, pembelajaran kebanyakan seputar hapalan dan mengerjakan tugas. Fundamental-nya sepertinya kurang dapet (hasek, kayak bener aja kamu Mon). Ya udah, akhirnya kami pasrah aja deh Runa gak ikut PJJ, nanti kalau pulang ke Indo, bismillah aja semoga dapat penyesuaian yang terbaik, aamiin.

Oiya mengenai biaya, saya lupa berapa SPP-nya. Tahun 2018 lalu, kira-kira bayar SPP per bulan sekitar 100 euro/bulan.

Anak saya gak bisa bahasa Belanda, bisa gak masuk sekolah Belanda?

Sering juga saya mendapatkan pertanyaan seperti ini dari kawan-kawan orang Indonesia yang baru datang ke Belanda. Menurut pengalaman saya, untuk usia anak 2-6 tahun masih relatif mudah untuk mengikuti sekolah bahasa Belanda, sebab kegiatan sekolah masih banyak main-mainnya. Belum serius belajar banget. Mungkin kita khawatir anaknya jadi bingung atau sedih karena gak ngerti apa-apa. Iya bisa jadi, tetapi percaya deh, anak kita itu tidak segitunya yang kita kira. Mereka bisa mudah beradaptasi daripada orang tuanya. Kita harus support terus.

Sekolah Belanda pun menerima kok anak-anak yang tidak berbahasa Belanda. Yang agak tricky memang ketika anak berusia 7 tahun ke atas. Pelajarannya sudah mulai serius. Kalau tidak bisa berbahasa Belanda pasti akan jadi tantangan untuk anaknya. Perlu dicek juga apakah sekolah Belanda tersebut (1) bersedia menerima “keterbatasan” si Anak, (2) memiliki program tambahan bahasa untuk anak-anak ini. Tidak semua sekolah memiliki program tambahan bahasa ini terutama untuk anak-anak yang usianya sudah 7 tahun ke atas.

Runa dan Senja Alhamdulillah langsung dicemplungin aja ke sekolah Belanda, gak mempertimbangkan perlu tambahan atau enggak. Tapi di sekolah Runa yang Dalton, ternyata mereka memiliki program schakelklas atau kelas transisi untuk anak-anak yang bahasa ibunya bukan bahasa Belanda. Waktu Runa di grup 2, dalam dua kali seminggu selama dua jam, Runa masuk ke schakelklas ini. Ada sekitar 10 anak di dalamnya, gabungan dari anak-anak dari grup lain. Di kelas ini ada satu guru dan asisten yang mengajar. Kegiatannya lebih banyak interaktif untuk merangsang anak-anak berbicara dan mengobrol bahasa Belanda. Lumayan, Runa jadi makin lancar bahasa Belandanya. Uniknya, di sekolah Runa yang ini ternyata gak punya program tambahan kelas bahasa untuk anak-anak usia > 7 tahun. Teman saya anaknya berusia 8 tahun tadinya mau memasukkan anaknya ke sekolah tersebut, gak jadi, karena ditolak, heuheu. Akhirnya dia dapat sekolah yang punya program kelas tambahan bahasa Belanda.

Di grup 3, Runa dan beberapa temannya yang lagi-lagi bahasa ibunya bukan bahasa Belanda, mendapatkan sesi dari logopedie (speech therapy), bukan karena Runa gak lancar bahasa Belanda-nya, tapi lebih kepada latihan artikulasi dan pengucapan bahasa Belanda yang benar. Ya gemana, dia kan cuma terpapar bahasa Belanda di sekolah aja, jadi mungkin kurang “biasa dilatih” ngomong bahasa Belanda yang benar.

Sekarang Runa sudah di grup 6, bahasa Belanda dia udah native. Gurunya bilang, dia udah berbicara sama seperti anak-anak Belanda seumurannya, gak ada bedanya. Senja gimana? Dia dari bayi udah terpapar bahasa Belanda juga. Sekarang Senja di grup 2. Memang tetap aja progres bahasa Belandanya berbeda dengan anak-anak Londo sebayanya (lebih tertinggal). Di sekolah yang sekarang (yang OBS TOM), sama sekali tidak ada kelas tambahan seperti schakelklas yang pernah Runa dapatkan dulu.

Bagaimana cara mendaftar sekolah?

Daftar sekolah Belanda mah gak ribet, asli. Pertama, browsing aja mengenai sekolahnya dari internet, pilih beberapa kandidat sekolah yang sesuai. Kalau perlu tanya sama teman-teman yang anaknya sekolah di sana. Kedua, kontak sekolahnya, bisa melalui email atau telepon. Bilang kalau tertarik untuk menyekolahkan anak di sana. Nanti bisa bikin janji dengan pihak sekolah untuk berkunjung, melihat sekolah dan mendapat penjelasan mengenai sekolahnya. Ketiga, datang sesuai jadwal, tanyakan semua yang hal-hal penting, termasuk soal kondisi bahasa anak. Keempat, mengisi formulir pendaftaran dan kembalikan ke pihak sekolah. Kelima, sudah deh tinggal nunggu panggilan dari sekolah. Besoknya juga bisa langsung masuk hahaha. Gak ada urusan administrasi yang ribet. Bayar sekolah bisa belakangan, gak ada uang pangkal dan uang bangunan.

Penitipan Anak setelah jam sekolah (Buitenshcolopvang/BSO)

Lalu, kan anak yang udah sekolah di basisschool, pulang sekolah jam 14 tu. Kalau kedua orang tuanya kerja gimana? Ada daycare juga kah? Tentu ada, namanya buitenshcolopvang

Badan/organisasi yang mengurusi ini sama aja kayak opvang untuk anak-anak usia bayi sampai 4 tahun yang saya bahas sebelumnya. Bedanya adalah jadwalnya dan kegiatannya. Jadwal BSO ini juga bisa bermacam-macam:

  1. BSO pagi (mulai dari pukul 07.00 atau 07.30). Kalau orang tuanya harus kerja jam 8 kan ribet juga ya, sementara anaknya sekolah mulai jam 08.30. Nanti anak-anak ini akan diantar oleh staf BSO ke sekolahnya.
  2. BSO siang (tergantung dari jam pulang sekolah anaknya, sampai jam 18.00, ekstra bisa sampai 18.30). Nanti anak-anak akan dijemput dari sekolah ke tempat BSO.

BSO dan opvang biasanya tempatnya berdekatan dengan basisschool. Dan kita juga memilih BSO yang dekat sekolah. Kalaupun agak jauh, tetap bisa dijemput dengan mobil atau gerobak sepeda.

Biaya? Sama mahalnya kayak daycare bayi, haha. Tetapi bisa apply pengembalian pajak juga ya, asal eligible. Kegiatannya lebih bervariasi sih, soalnya anak-anak kan udah besar ya, bisa main sendiri, bisa main sama temannya juga, kadang ada fasilitas komputer buat main, bikin gambar-gambar, prakarya, nonton, baca buku, dll. Di BSO juga dikasih makan cemilan, paling crackers dan buah. Jadi gak usah ngebekelin makanan esktra. Kecuali kalo anaknya demen nasi mah mangga we dibekelin aja, haha.

Sekian dulu postingan panjang ini, nanti kita lanjut ke part 3 ya Insya Allah, hold on ya Bund.

Di depan kelasnya Senja. Winter 2021

2 thoughts on “Sekolah Anak di Belanda (part 2)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s