Saya selalu tertarik memperhatikan budaya dan pola pendidikan di Belanda sejak Runa masuk sekolah Belanda. Ada aja hal yang unik dan baru saya temui. Hal berbeda dari yang dulu saya alami saat di bangku sekolah. Mungkin kalau sekarang di Indonesia pendidikan anak sudah berkembang pesat, jadi pendidikan anak tidak selalu konvensional seperti dulu.
Saya sering ditanya, apa sih yang menarik dari budaya dan pola asuh anak di sekolah Belanda? Di postingan kali ini, saya rangkum hal-hal tersebut biar saya gak bingung lagi nanti jawabnya apa. Ini saya susun random aja urutannya berdasarkan pengalaman Runa dan Senja.
Maatje/buddy
Sejak grup 1, saya sering mendengar kata ini dari Runa dan Senja. Maatje (baca: ma[t]ce) itu maksudnya buddy-nya di sekolah. Anak-anak di kelas biasanya dipasangkan oleh gurunya. Tujuannya biar mereka bisa kerja sama dan saling menjaga. Biasanya maatje ini akan bersama-sama di kegiatan tertentu, misalnya ketika jalan beriringan dari kelas ke lapangan, mereka bisa bergandengan tangan (supaya tertib). Tapi di kelas ya gak selalu terus-terusan dengan maatje-nya. Maatje ini juga akan selalu dirolling, mungkin setiap beberapa pekan atau beberapa bulan sekali. Kalau di Indo mungkin kayak teman sebangku yang ke mana-mana berdua kali ya, hehe.
Sistem maatje ini unik sih menurut saya soalnya membuat anak-anak jadi saling menjaga dan bertanggungjawab atas temannya. Selain itu juga membuat anak jadi lebih semakin mengenal teman-temannya, dengan sistem yang dirolling tadi.


Learning by Doing
Seperti yang saya paparkan di cerita mengenai kurikulum sekolah anak di Belanda, setiap metode pasti memiliki fokus di bagian praktek dengan learning by doing. Metode konvensional dengan guru mengajar di depan dan anak mencatat di meja tidak terlalu banyak ditekankan lagi. Tentu ada bagian guru menjelaskan di depan kelas, tetapi murid-murid juga sering mendapatkan “praktek nyata” dari pelajaran tersebut.
Salah satu contohnya pernah saya tuliskan di blog juga, mengenai bagaimana anak-anak belajar mengenai jam sebagai penunjuk waktu dan bagaimana cara membaca jam: Cek ini Permainan berburu jam di sekolah Runa.
Contoh lainnya adalah ketika Runa belajar mengenai mengukur berat (kilogram, gram, dst) anak-anak diminta membawa timbangan dari rumah, boleh timbangan berat badan, timbangan untuk bikin kue (yang digital dan manual). Di sekolah mereka diberi tugas untuk menimbang berat barang-barang tertentu dan menuliskannya. Dengan begitu, mereka jadi lebih tahu bagaimana aplikasi dari pengukuran berat. Saat anak-anak belajar mengukur panjang (meter, cm, dst), mereka juga praktek di lapangan sekolah dengan mengukur panjang dengan penggaris, galah, atau tongkat panjang. Lebih kebayang mungkin ya bagaimana sih si meter dan centimeter ini dalam “dunia nyata”.



Kringetje
Setiap pagi sebelum memulai kelas, biasanya ada yang namanya kringetje (lingkaran), yaitu anak-anak duduk melingkar di kelas, dan guru memulai hari dengan obrolan dan diskusi ringan. Di grup 1-2, kringetje dilakukan setiap hari. Seperti pemanasan gitulah ya, seperti kalau di TK kan suka ada lagu-lagu atau yel-yel. Di grup 3-4 juga hampir setiap hari. Di grup 5 ke atas kringetje dilakukan seminggu sekali, atau di saat-saat tertentu, misal di awal pekan setelah libur panjang, atau di awal semester. Topik yang didiskusikan dalam lingkaran juga ringan aja, misal: How was your weekend? Did you have something interesting to be shared in the group? Kringetje ini kasual aja, tapi bisa membangun kepercayaan diri si anak untuk berbicara dan sharing di depan teman-temannya. Selain itu mereka juga belajar menghargai temannya yang sedang berbicara.

Tough Love
Orang Belanda memang terkesan dingin dan cuek. Gak seperti kita yang orangnya tu hangat, penuh ramah-tamah, dan kalau sama anak tu kesannya ngemong banget. Well, sebenarnya orang Belanda juga ngemong sih ke anak, tapi mereka punya pendekatan lain selain “mengasuh dengan cinta”. Mereka biasa memperlakukan anak-anak seperti seseorang yang cukup dewasa, diajak berbicara ya serius, didengarkan juga dengan perhatian, distimulasi untuk jadi anak yang kuat. Itu yang bikin tabiat orang Belanda jadi mandiri, soalnya apa-apa ya kebiasa sendiri. Jarang ada bantuan dari si Mbak, si Bibik, atau helper lainnya. Salah satu cerita menegenai tough love pernah saya ceritakan di sini.
Sejak kecil mereka juga sudah diajari naik sepeda sendiri. Gak ada mamang gojek dan mamang becak soalnya yang bisa dititipin untuk nganter ke sekolah, hehe. Kalau pagi hari jam masuk sekolah itu, jalanan bisa ramai dengan ortu dan anaknya beriringan naik sepeda. Bahkan di sekolah Runa ada materi dan praktik khusus mengenai keamanan bersepeda.


De Vreedzame school (no bullying)
Ini penting soalnya menyangkut bully-membully yang sering marak di kalangan pelajar. Saya juga awalnya suka insecure takut terjadi hal-hal seperti ini di sekolah. Alhamdulillah sejauh ini gak ada keluhan, baik dari Runa maupun Senja. Sejak dari kecil, baik di sekolah atau di daycare sering sekali ada semacam “kampanye” melawan bullying. Salah satunya dengan menggencarkan program untuk membela diri ketika bullying terjadi pada si anak. Pertama tentunya si anak harus dibekali keberanian untuk melawan. Jadi mereka diajarkan untuk berkata tegas: Stop hou op! Ik vind het niet meer leuk. Artinya: Berhenti! Saya sudah tidak merasa ini menyenangkan/saya sudah tidak nyaman. Kan biasa anak-anak mungkin awalnya bercanda, tapi kalau bercandanya sudah berlebihan, harus ditegaskan kalau dia gak suka. Sebab bercanda itu seru kalau kedua belah pihak menikmati. Kedua, si anak juga harus berani untuk melapor pada guru dan orang tua, jika sudah tidak bisa menangani sendiri.
Menarik juga suka ada kampanye di sekolah mengenai anti-bullying dengan menyisipkan hal tersebut di program sekolah. Seperti ada week tegen pesten, atau pekan melawan bullying. Pada pekan tersebut digencarkan mengenai apa itu bullying, kenapa itu gak bagus, dan bagaimana menanggulangi atau melawannya. Hal itu akan membuat anak-anak, guru, dan orang tua jadi lebih aware mengenai hal ini.
Pentas/performace/project
Yang khas orang Londo banget. Seringnya tu gak cuma belajar-belajar-belajar aja, baik di kelas, melalui buku, atau mendengarkan penjelasan guru. Tetapi juga kudu mengimplementasikan apa yang mereka dapat. Bisa melalui pentas atau pertunjukkan di panggung, melalui proyek besar yang mereka kerjakan, dan juga melalui presentasi (gak heran ya orang Londo itu pede-pede kalau ngomong, dari kecil udah biasa “tampil”), dan yang tampil ini merata gitu, gak cuma anak yang mampu dan seneng tampil aja yang dikasih panggung, tetapi semuanya dapat peran. Ada yang namanya spreekbeurt, atau mempresentasikan topik yang mereka sukai/pilih di depan kelas. Tiap anak dapat giliran, dan semua teman serta guru yang memberi penilaian atas presentasi mereka. Selain punya proyek pribadi, mereka juga punya proyek dalam grup kecil, lalu nanti dihimpun dalam satu kelas. Di akhir semester, orang tua diundang ke kelas untuk mendengarkan presentasi dari proyek mereka. Hal ini membangun kemandirian dan percaya diri, serta kerja sama tim.



Rapport dan Ujian
Ini sudah saya bahas lebih panjang ya di postingan sebelumnya mengenai UTS dan UAS dalam bentuk cito toets juga mengenai ujian akhir nasional dalam bentuk cito eindtoets. Juga bahasan mengenai raport yang tidak berupa angka kuantitatif saja, tetapi juga aspek kualitatif. Tidak ada peringkat dan persaingan antar anak untuk jadi juara kelas. Yang saya suka sih sebenarnya setiap anak saya melewati cito toets, gak ada tuh yang namanya heboh-heboh belajar di minggu tenang (kayak zaman saya dulu, ada minggu tenang untuk UAS dan UTS), ujian ya ujian aja. Itu bikin anak-anak dan ortu gak stres menghadapi tes tersebut. Tapi belum tau sih ya pas cito eindtoets, katanya sih itu tetap harus dipersiapkan dengan baik.
Apakah ada PR? Sejauh ini Runa dari grup 1 sampai grup 6, dan senja di grup 1 sampai 2, jarang dikasih PR, heuheu. Ada PR rutin gitu per minggu, tapi gak lebay yang tiap hari ada PR, trus PR-nya numpuk dan harus dikerjakan di weekend misalnya. Anak-anak jarang banget bawa buku sekolah ke rumah. Murni ke sekolah tu cuma bawa bekal makan+minum+buah aja. Buku-buku pelajaran semua ditinggal di sekolah.

Anyway, soal membaca ini bakal panjang sih. Saya teruskan di postingan berikutnya yaa.. Stay tuned!
1 thought on “Yang Menarik dari Pendidikan Anak di Belanda”