#ReviewBuku
Office 12 – Aninta Mamoedi
Saya pertama kali mengenal Mbak Aninta ketika beliau menjadi editor buku pertama saya, Groningen Mom’s Journal, di Penerbit Elexmedia.
Menurut saya, menjadi editor bukan hanya soal bisa mengedit dan meninjau naskah sampai bisa terbit dengan baik, tetapi juga perlu seseorang yang memiliki rasa ketertarikan dan cinta pada dunia literasi dan buku. Dan Mbak Aninta adalah orangnya. Naskah saya pun lahir dengan apik olehnya.
Beberapa tahun kemudian, saya akhirnya berkesempatan membaca karya Mbak Aninta melalui kumpulan Cerpen Office 12 ini. Kumpulan Cerpen yang berkisah mengenai lika-liku pekerja kantoran di ibu kota. Gimana yaa pas baca kisah-kisah di sini tu saya jadi terbayang masa-masa ketika saya baru lulus kuliah dan rasanya ingin kerja di ibu kota, di gedung perkantoran, menjadi bagian dari mereka yang bekerja pagi hingga malam hari. Ternyata setelah dijalani memang rasanya dunia ini memang keras, Bung! Haha, makanya gak lama di ibu kota.
Komentar pertama adalah, menarik! Meski membacanya lewat flipbook, tapi saya tetap menikmatinya karena ada bunyi gesekan buku ketika saya membalik halamannya.
Lalu kedua, unik! Sudah lama saya tidak membaca cerpen dengan sudut pandang orang kedua. Buat saya paling sulit berkisah dengan POV seorang narator (sebuah dinding) yang sebenarnya hanya benda mati.
Melalui dinding-dinging di perkantoran tersebut, banyak kisah-kisah yang terungkap. Ia menjadi saksi dan menyimpan rahasia manusia yang tidak terbaca orang di sekitarnya. Semua ceritanya relevan, ada mengenai kisah mengenai kerja dan passion (anak zaman sekarang banget gak sih? Cari kerja harus yang passion bingit), cerita mengenai bekerja dan aktualisasi diri, konflik di pekerjaan, menjadi bagian dari korporat, urusan dengan bos, cerita cinta di perkantoran. Paling favorit buat saya tentu cerita mengenai ibu bekerja, di bab 5, berjudul Keputusan. Saya bisa merasakan tuntutan sebagai ibu bekerja di ibu kota sulitnya seperti apa. Makanya saya salut.
Pas sampai di halaman terakhir saya kecewa, lho kok udah habis? Padahal saya yakin masih banyak cerita lain yang disimpan oleh dinding-dinding kantor itu. Pingin lagi baca lanjutannya, hehe.
Selamat Mbak Aninta! Ditunggu karya-karya berikutnya.
