Dulu saya pernah cerita mengenai pengalaman saya menjadi paranim di sidang S3/defense sahabat saya, Sofa, Oktober 2020. Di postingan tersebut saya cerita mengenai the role of paranymph di defense. Mendekati akhir tahun 2022, saya juga menjadi paranim di defense Mbak Afifah (yang menjadi tandem saya di defense-nya Sofa). Mbak Afifah melangsungkan defense secara hybrid, karena Mbak Afifah ada di Jember, Indonesia, dan beberapa pengujinya/oponen secara fisik dan online. Yang hadir langsung di ruangan defense di antaranya supervisornya, beberapa oponen yang berasal dari University of Groningen, dan rector maginificus sebagai moderator/pemimpin upacara. Ternyata dua paranim juga tentu diharapkan datang secara offline. Jadilah saya dan Mas Rifqi datang ke aula academic building, menjalankan tugas sebagai paranim.
Kali ini saat defense saya tiba, saya pun sudah ancer-ancer untuk “melamar” paranim yang secara tulus dan ikhlas mau membantu saya dalam dari urusan tetek-bengek sampai urusan penting soal defense. Paranim seharusnya adalah seseorang yang bisa membuat kita nyaman dan tenang di situasi genting, seperti persiapan ini-itu, sebelum dan di saat hari-H defense. Someone that we can rely on. Pertimbangan lain dalam memilih paranim adalah akan lebih baik jika ia adalah kolega di departemen yang sama agar ia sudah familiar dengan kolega lainnya (penting untuk urusan korespondensi, mock defence, undangan, dll). Selanjutnya kalu untuk preferensi saya, akan lebih baik kalau paranim adalah orang Indonesia juga, mwahaha. Bukannya saya tuh pilih-pilih teman atau gak mau bergaul dengan orang non-Indonesia. Tapi saya merasa lebih nyaman dan ekspresif aja ketika paranim memiliki “latar belakang” yang sama dengan saya. Pas panik dan rempong ngomong enggres kadang ga dapet aja sih feel-nya, haha. Namanya juga bahasa ibu yang paling nyaman, seperti pelukan ibu.
Tadinya saya mellow banget ditinggal Sofa dan Mbak Afifah ke Indonesia. Ngarep yaa mereka bakal balik jadi paranim saya, mwahaha. Tapi Allah seolah tidak pernah berhenti mengirimkan sahabat, saudara, maupun rekan di perantauan. Di tahun ketiga PhD saya, banyak PhD baru berdatangan ke Groningen, dan yang khususnya untuk saya, yang studinya di bidang farmasi, meski beda supervisor dan beda lahan penelitian.
Awalnya saya meminta teman departemen saya untuk jadi paranim. Seorang Malaysia keturunan Tiongkok, namanya Sok Cin. Beliau sudah seperti Kakak bagi saya. Saya memanggilnya dengan sapaan ‘Kak Cin’. Orangnya sabar, baik, dan ramah. Tipe orang Asia yang pekerja keras. Dulu sebelum dia bergabung ke grup saya, saya merasa kesepian. Soalnya beberapa orang Londo di dept saya itu cuek-cuek. Apalagi saya tu bukan tipe yang gampang mingle juga. Kak Cin dan ketiga PhD dari funding Marie Curie datang setengah tahun setelah saya memulai PhD. Saya sudah meng-keep Kak Cin sebagai salah satu paranim saya. Sebab Kak Cin kan satu grup, jadi mudah koordinasi. Bahasa Indonesia/Melayu dia juga fasih. Saya lebih sering ngomong bahasa Melayu daripada Inggris dengannya.
Mbak Indri, adalah orang kedua yang saya minta menjadi paranim. Beliau memulai PhD tahun 2021. Supervisor keduanya adalah supervisor pertama saya. Supervisor pertamanya adalah salah satu kolaborator pada penelitian saya mengenai polypharmacy. Penelitian Mbak Indri juga agak beresonansi dengan penelitian saya. Mbak Indri ini udah klop banget sama saya. Suaminya juga PhD di bidang farmasi (suaminya mulai setahun lebih dulu), anaknya dua dan yang tertua seumuran sama Runa. Kedua anaknya sering main sama Runa dan Senja. Jadi kadang kami bergantian menitipkan anak pas saat-saat rempong.
FYI, waktu saya pulang ke Indonesia (setahun lebih sebelum saya defense), saya menjahitkan baju batik untuk Mbak Indri dan Kak Cin ke penjahit langganan Mama. Visioner yak :)). Padahal waktu saya belom tahu kapan defense, haha. Saat itu tujuan saya pulang ke Indonesia untuk melakukan penelitian di Bandung, Jadi saya belum tahu sejauh mana garis finish PhD saya. Tapi saya pikir kapan lagi, jaga-jagalah ya. Saya pun meminta kesediaan Kak Cin dan Mbak Indri sebagai paranim, sekalian meminta ukuran baju keduanya.
Di tahun terkhir menuju akhir perjalanan PhD saya, ternyata Kak Cin mendapatkan pekerjaan sebagai post-doc di Harvard, warbyasa yaa Masya Allah, memang kerja keras tidak membohongi hasil. Dia harus pergi ke US sebelum saya defense, dan sebelum dia sendiri selesai PhD. Dengan berat hati, dia bilang dia tidak bisa menjadi paranim saya karena kondisi ini. Tentunya saya malah senang dia dapat kerjaan di Harvard, saya tahu perjuangan PhD dia juga sulit bersama supervisornya yang super rewel (saya bahkan di satu titik bersyukur supervisor saya bukanlah supervisor Kak Cin yang lebih heartless). Kak Cin sempat bilang, “Siapa teman Indonesia-mu yang mungil dan berjilbab itu? Dia ada di departemen kita juga ya? Mungkin dia bisa menjadi paranim Monik.”
Kak Cin malah yang concern menunjuk Mbak Icha Zamrotul, yang juga PhD di departemen kami, tapi beda lantai. Ruangan Mbak Icha di lantai 5, tetapi dia sering ke lantai 1, soalnya ada dua co-author-nya yang ruangannya di dekat tempat saya. Saya dan Mbak Icha juga kadang janjian salat zuhur bareng di musola basement. Senenglah ya kalau ada yang barengan salat. Begitu dapat kepastian kalau Kak Cin gak ada di Belanda sekitar bulan Februari, maka secepatnya saya hubungi Mbak Icha, sekitar bulan Oktober akhir. Alhamdulillah Mbak Icha bersedia. Alhamdulillah-nya lagi, saya gak perlu jahit baju batik lagi, soalnya Mbak Icha dan Kak Cin punya postur tubuh yang serupa, mungil-mungil gitu.

Mbak Indri dan Mbak Icha udah seperti kakak aja buat saya. Dua-duanya memiliki pembawaan tenang dan kalem. Kalau saya woro-woro di grup bertiga (grup paranim) pasti mereka berdua fast response. Mbak Indri dan Mbak Icha membantu saya dari tahapan sebelun defense dan sesudah:
- Membantu mengepak buku thesis untuk dikirimkan ke oponen, network supervisor, dan mendistribusikannya ke kolega dan teman-teman Indonesia.
- Menyebarkan undangan defense dan undangan dinner
- Membantu pelaksanaan mock defense. Beruntung sebenarnya mock defense di grup saya ini dibantu arrange oleh koordinator program. Saya sendiri yang booking jadwalnya di slot jadwal meeting rutin mingguan. Tapi waktu itu saya minta Mbak Icha (yang masih satu dept) ikut bergabung. Mbak Icha mencatat semua pertanyaan dan masukan yang saya terima ketika mock defense. Catatan ini super helpful untuk belajar persiapan defense.
- Mengumpulkan urunan (ehem) kado. Walaupun gak minta, tapi tetep yah seneng dikasih kado mah.
- Menemani sebelum defense di ruang tunggu, selama defense, dan saat resepsi. Sigap menyediakan ini itu pas saya minta tolong.
- Membantu urusan dinner, tetek-bengek, dan jadi MC. Super tengkyu juga untuk Aliany dan tim jajanan.nl. Jasamu tiada tara. Masya Allah.
- Men-support secara moral.



Terima kasih untuk Mbak Icha dan Mbak Indri sudah bersedia menjadi paranim defense PhD saya. Masya Allah Barakallah.
kereen mba, makasih banyak infonya
Selamat atas PhDnya