Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Pemilik Semesta Alam, Penguasa Langit dan Bumi, yang sudah mengizinkan saya dan suami untuk bisa bertamu ke dua kota suci, Mekah dan Madinah tahun ini, tahun 2016, tahun 1437 Hijriyah. Syukur tiada batas kami panjatkan pada Allah..
Hakikatnya HAJI adalah sesuatu yang sangat familiar untuk seluruh umat Islam. Bagaimana tidak? Haji adalah Rukun Islam kelima, termasuk pilar-pilar yang menyusun fondasi keislaman seseorang. Materi mengenai ‘naik haji ke Baitullah’ juga sudah diulang-ulang di pelajaran Agama, sejak SD sampai SMA, bahkan apa saja syarat sah Haji, Rukun Haji, apa itu Kota Mekah dan Madinah sering kali kita pelajari. Nenek-Kakek, Orang tua, Om-Tante, dan tetangga-tetangga pun banyak yang sudah melaksanakan haji. Waktu kecil yang saya ingat ketika Mama dan Papa pergi haji adalah, mereka akan pergi sebulan lebih, saya harus tinggal bersama oma dan tante untuk sementara, mereka berpesan supaya saya nurut kata oma dan tante, rajin sekolah, dan jangan bandel. Ketika Mama dan Papa pergi saya sedih bukan main, ada rasa takut bagaimana kalau mereka tidak kembali. Tapi namanya anak-anak, sedihnya cuma sehari sih, besoknya sudah agak lupa karena asyik sekolah dan main. Ketika mereka pulang rasanya senang sekali.
Haji juga sering menjadi suatu momok karena banyak jamaah haji yang wafat saat menjalankan ibadah haji, tidak ada yang tahu ketika di sana bagaimana keadaan dan perjalanan menunaikan ibadah. Yang paling saya ingat dulu adalah ada berita mengenai banyaknya jamaah haji yang wafat ketika melempar jumroh di Mina, ada tragedi terowongan Mina, tragedi terinjak-injak dan berdesakan saat melempar jumroh, dan lain-lain. Belum lagi kejadian tahun 2015 silam, saat ada crane jatuh di kompleks Masjidil Haram. Jadi saya pikir, wah berangkat haji itu seperti berangkat jihad ya, bisa syahid.
Namun, sefamiliar-familiar-nya haji tidak akan pernah terbayangkan sampai benar-benar melaksanakannya sendiri, menjalankan setiap prosesinya, berada dalam kondisi tersebut. Boleh jadi kami mengikuti manasik setiap seminggu sekali yang disediakan oleh Euromuslim, boleh jadi kami melahap berbagai macam buku mengenai manasik haji, boleh jadi kami membaca pengalaman orang dari blog, boleh jadi kami dinasihati berbagai macam hal dari pengalaman orang tua kami ketika haji, tapi semuanya tidak akan pernah cukup untuk membekali kami, semuanya tidak akan pernah sesuai dengan teori dan pengalaman yang ada. Masya Allah… karena haji esensinya adalah perjalanan spiritual masing-masing individu menuju Allah, perjalanan tanpa batas untuk kembali mengenal dirinya dan Allah, untuk kembali merenungkan tujuan hidupnya di dunia demi menuju akhirat yang abadi.
Maka dari itulah, saya sudah bertekad jika saya kembali ke rumah dengan selamat setelah haji, saya akan benar-benar menuangkan perjalanan haji saya dalam tulisan. Pengalaman ini terlalu sayang jika berlalu begitu saja dan tidak diabadikan melalui catatan. Saya juga berharap setiap saya membaca catatan saya ini, saya akan diingatkan kembali pada perjalanan tersebut, mengenai hakikat hidup yang sesungguhnya. Selain itu saya juga berharap jika saya dapat menuliskan catatan haji ini dapat membantu rekan-rekan yang ingin melaksanakan haji secara umum (dan khususnya dari Belanda) untuk mendapatkan informasi maupun seluk-beluk haji, semoga menjadi amal jariyah untuk saya, aamiin.
Dalam part Catatan Haji 1437 Hijriyah ini, akan saya bagi menjadi beberapa bagian lagi
- Berhaji dari Belanda
- Persiapan Pra keberangkatan
- Diary Perjalanan Haji
- Pesona Madinah Al Munawarah
- The Holy Makkah Al Mukarramah
- Serba-serbi Haji
Insya Allah akan saya lengkapi setahap demi setahap, semoga saya istiqomah.
Wallahu A’lam Bishawab