Masya’ir adalah sebutan untuk hari-hari pada puncak ibadah haji yang meliputi ibadah wukuf di Arafah, mabit di Mudzalifah dan melontar jumrah di Mina.
Saya tulis mengenai masya’ir haji di postingan terpisah dengan Masjidil Haram dan Makkah Al Mukarromah agar dalam postingan tersebut tidak terlalu padat. Sumber informasi dari postingan yang saya tulis di sini sebagian besar diambil dari buku Sejarah Mekah, karangan Muhammad Ilyas Abdul Ghani. Dari sana saya mendapatkan banyak informasi penting mengenai keseluruhan Mekah. Sayangnya saya baru membacanya setelah saya selesai haji. Buku ini saya beli di Mekah, dan berbahasa Indonesia. Meski bukunya kecil tapi padat sekali.
Mina
Mina adalah suatu tempat yang digunakan jamaah haji untuk bermalam (mabit) selama puncak haji 9, 11, dan 12 Dzulhijjah. Mina terletak di antara Makkah dan Muzdalifah, sekitar 7 km dari Masjidil Haram. Dinamakan “Mina” sebab di sanalah tempat manusia berkumpul. Mina adalah tempat di mana Nabi Ibrahim AS melempar jumrah dan menyembelih domba (sebagai ganti anaknya Ismail). Continue reading “Masya’ir Haji”→
Dari Abu Dzar RA diriwayatkan bahwa dia berkata, “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha”. Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”.
(H.R. Ahmad dari Abu Dzar)
Kalau ada tempat yang dirindukan oleh seluruh umat muslim di dunia, tentu adalah Masjidil Haram. Berjuta-juta manusia menunaikan ibadah umrah dan haji sepanjang tahun, Masjidil Haram tidak pernah sepi. Betapa tidak, di sebuah hadits Nabi disebutkan bahwa menunaikan salat di Masjidil Haram lebih utama 100 ribu kali daripada salat di masjid lainnya, Masya Allah.
Masjidil Haram sudah mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang ini, mulai dari zaman khalifah Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA sampai pada perluasan yang dilakukan di zaman Raja Abdul Aziz tahun 1955 M dan Raja Fahd tahun 1988 M. Tahun 2016 ketika kami ke sana, Masjidil Haram juga masih dalam proses renovasi. Banyak crane-crane besar dan alat berat yang mengelilingi Masjidil Haram.
Masjidil Haram selalu terbuka sepanjang hari bagi orang-orang yang ingin tawaf, itikaf, dan salat. Apa saja yang termasuk dalam Masjidil Haram? Tentunya Ka’bah, tempat tawaf di sekelilingnya, dan bangunan serta halaman untuk salat. Udara panas di Makkah tidak terasa ketika saya menginjakkan kaki di Masjidil Haram. Lantainya berupa ubin marmer yang dingin, ada AC yang terpasang di setiap sudutnya. Ada juga eskalator untuk naik ke lantai satu dan juga ke lantai atap. Air zam-zam tersedia di tiap lantai.
Tempat tawaf
Ada empat pilihan tempat tawaf di Masjidil Haram: di lantai dasar (yang berdekatan dengan Ka’bah), di lantai 1, lantai, 2, dan lantai atap. Waktu itu saya mencoba tawaf di keempat lokasi tersebut. Kelebihan di lantai dasar adalah tentunya dekat dengan Ka’bah (meski sulit mendekatinya karena arus manusia yang padat) dan jarak tempuh lebih dekat. Kondisi padat terutama terasa di titik-titik tertentu, seperti Hajar Aswad, Multazam, Hijr Ismail, dan Rukun Yamani. Sebab di tempat-tempat tersebut, jamaah berlomba-lomba untuk melakukan amalan-amalan sunah. Kekurangannya, ya itu tadi, padat sekali akan manusia. Kita akan terdesak dari kanan-kiri, depan dan belakang. Selain itu terik matahari lebih terasa karena tidak ada atap yang menaungi.
Sedangkan di lantai 1 dan lantai 2, terasa lebih adem dan tidak padat. Tidak ada sengatan matahari langsung ke kepala. Orang-orang yang memakai kursi roda pun bisa tawaf di sana. Kekurangannya, jarak tempuh menjadi lebih jauh daripada di lantai dasar. Sedangkan di lantai atap kesulitannya adalah panas menyengat (tidak ada atap, tapi kurang tahu apa sekarang sudah ditutup atau tidak). Terlihat juga banyak pengguna kursi roda melakukan tawaf di area itu.
Note: Tidak ada doa khusus untuk tiap putaran tawaf. Ketika tawaf diperbolehkan berbicara, namun hanya mengenai kebaikan dan bukan membicarakan masalah duniawi. Juga diwajibkan menjaga jamaah lain, tidak mendorong dan menyakiti sesama. Continue reading “The Masjidil Haram”→
Mecca, Mekah, Makkah, nama yang begitu membuat hati para muslim bergetar. Kota suci, tempat Rasulullah dilahirkan dan tumbuh. Kota di mana ada kiblat bagi ibadah seluruh muslim di dunia. Bagi saya, tidak pernah terbanyangkan bentuk kota Makkah seperti apa. Dalam pikiran saya Makkah adalah gurun pasir, tandus, ada pohon kurma, banyak debu berterbangan, dan ada unta. Mungkin dulu iya seperti itu, tapi sekarang … Makkah adalah kota yang sangat maju. Bahkan hampir sama dengan Jakarta atau Hongkong, Makkah bagai kota yang tidak pernah tidur. Orang-orang lalu-lalang untuk beribadah ke Masjidil Haram. Toko-toko sudah buka sejak subuh hari sampai tengah malam.
Satu yang membuat perasaan saya sangat damai adalah … mendengar suara adzan yang merdu lima kali sehari, Masya Allah.
Katanya, Makkah itu berada di tanah Hijaz dan dikelilingi gunung-gunung, meski saya tidak merasa ada gunung mengelilinginya. Mungkin fokus saya terlalu banyak terarah ke Masjidil Haram, mungkin juga gunung-gunung tersebut sudah tertutupi dengan bangunan tinggi pencakar langit, berupa hotel, mall, penginapan, perkantoran, dan lainnya.
Untuk kita, mungkin kita hanya akan bisa memasuki Makkah ketika akan umrah atau haji. Kota ini suci, tidak boleh dimasuki selain oleh umat muslim. Beberapa keutamaan kota Makkah adalah: (1)
Tempat dibangunnya rumah Allah (Baitullah)
Kota kelahiran dan kenabian Rasulullah SAW
Tempat beribadah umat muslim di seluruh dunia
Tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa masa lalu
Tempat yang diwajibkan oleh Allah untuk kaum muslim mengunjunginya (bagi yang mampu)
Tempat yang di dalamnya banyak tempat-tempat mustajab untuk berdoa.
Rasulullah bersabda: “Tidak ada bumi yang lebih baik dan lebih aku sukai daripadamu (Makkah), seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan tinggal di selainmu.” Hadits Hasan Shahih Gharib
Makkah disebut berulang-ulang dalam Al Qur’an, dengan nama yang berbada: Al Balad (negeri), Ummul Qura (erkampungan tua), Bakkah, AL Baldah (negeri), Haram Amin (tanah suci yang aman), Ma’ad (tempat kembali), Qaryah (Negeri/ampung). (1)
Sebenarnya tidak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai Makkah ini. Sebab, dalam seminggu yang kami habiskan di Makkah. Kegiatan kami hanya berpusat di Masjidil Haram dan Zam-zam Tower. Memang sedikit kekurangan ketika menjalankan haji/umrah dari Belanda adalah paket tur-nya tidak selengkap tur haji dari Indonesia. Bisa jadi karena waktu yang kami miliki cukup sempit. Kawan kami yang menghabiskan lebih dari dua minggu di Mekah (haji dari Indonesia) sudah berkeliling ke macam-macam tempat, Laut Merah, Museum Dua Masjid, atau bahkan masjid-masjid di sekitar Makkah lainnya seperti: Masjid Tan’im, Masjid Ji’ranah, Masjid Al Hudaibiyyah, dan lain-lain. Kalau mau pergi ke tempat-tempat tersebut ya harus mengurus sendiri, pihak biro kami tidak memfasilitasi. Tapi kelebihannya, ya kita di Makkah memang fokus pada Masjidil Haram, sebagai jantung Makkah, untuk beribadah sepuas hati.
Cerita lainnya akan saya kupas lebih lanjut di bagian Masjidil Haram. Sebab di sana banyak terpusat kegiatan kami selama haji dan setelah haji.
Masjidil Haram dan Zam-zam Tower
Sumber:
(1) Ghani, Muhammad Ilyas Abdul, Sejarah Mekah, Madinah Al-Rasheed, 2003
Alhamdulillah postingan berantai mengenai manasik haji akhirnya mendekati ujungnya. Part 1 , part 2, part 3 bisa dibaca di tiga postingan sebelumnya. Dengan hampir selesainya semua prosesi haji, hampir beres juga perjalanan haji-umrah kami. Kami masih memiliki waktu sekitar seminggu untuk menikmati Makkah dan beribadah di Masjidil Haram.
Kamis, 15 September 2016
Pagi itu, pagi yang berbeda dari dua hari sebelumnya di maktab Mina. Dua hari yang lalu, Mina pun masih ramai dipadati jamaah haji yang menetap di tenda maupun yang lalu-lalang di sekitar jamarat. Tapi pagi itu sepi, jalanan sepi, tenda-tenda sudah mulai digulung. Ya, sebagian jamaah sudah berada di Mekah, mengambil nafar awal. Ada yang mengerjakan tawaf ifadhah dan sa’i. Ada yang sudah beristirahat di Mekah, melakukan ibadah sunah lainnya.
Tenda-tenda Mina. Yang katanya hanya dipakai setahun sekali. Kali ini mereka sudah selesai menunaikan tugasnya menaungi jamaah haji selama bermalam di Mina. Entah mengapa ada sedikit rasa sesak ketika hendak meninggalkan Mina. Campuran lega dan sendu.
Biasanya kami sudah bergegas jalan kaki menuju Aziziyah untuk beres-beres dan istirahat. Namun, pukul 08.30 kami dijemput bus menuju Aziziyah, membawa semua barang bawaan kami selama tiga hari sebelumnya. Pukul 09.00 kami sudah sampai penginapan Aziziyah. Zuhur kami sempat makan bersama di kamar Mas Ido dan Mbak Tasniem, botram. Perasaan lega terpancar dari masing-masing jamaah, inilah sore terakhir kami melakukan lempar jumrah.
Pukul 16.30 kami berangkat dari Aziziyah. Langkah kaki terasa lebih ringan, cuaca pun tidak sepanas kemarin-kemarin (apa perasaan saya aja ya?). Hanya sebentar saja kami sudah selesai dengan jumrah lalu kembali lagi ke Aziziyah. Selepas Maghrib ternyata ada makan-makan dari hadyu kambing sembelihan, sudah dimasak lengkap. Tapi saya gak ikut, nampaknya sudah agak eneg sama yang berbau kambing, heuheu.
Rombongan Haji Euromuslim, menjelang Maghrib, setelah lempar jumrah terakhir
Part 1 bisa dibaca di sini, part 2 bisa dibaca di sini
Senin, 12 September 2016
HARI IDUL ADHA – 10 Dzulhijjah
(Rangkuman) Amalan-amalan di hari Idul Adha
Setelah salat Subuh di Muzdalifah dan langit terang, bersiaplah untuk berangkat ke Mina sambil bertalbiyah dan berzikir
Melempar jumratul ‘aqabah dengan tujuh batu kerikil. Melempar kerikil dengan bertakbir: Allahu Akbar!
Setelah selesai melempar jumrah, berhenti bertalbiyah
Setelah selesai jumratul ‘aqabah, kenakanlah pakaian biasa dan minyak wangi. Semua larangan ihram sudah halal kecuali berhubungan suami istri
Menyembelih hadyu di Mina (sudah diurus oleh pihak Euromuslim dan Diwan)
Tahallul, untuk perempuan cukup menggunting seruas jari. Untuk laki-laki baiknya mencukur habis rambut. Rasulullah SAW mendoakan orang yang mencukur gundul rambutnya saat tahallul akhir.
Menuju Makkah untuk tawaf ifadhah dan sa’i (tidak harus hari yang sama sih, pasti kan lelah ya setelah sebelumnya berada di Mina-Arafah-Muzdalifah). Banyak yang mengakhirkan tawaf ifadhah setelah menyelesaikan ibadah lempar jumrah di hari terakhir. Sementara saya, suami, dan beberapa rekan lainnya melaksanakan tawaf ifadhah di hari tasyriq.
… sambungan
Ketika muslim di seluruh dunia sedang merayakan Idul Adha, salat Id, makan ketupat dan opor, berkumpul dengan keluarga, dan siangnya memotong kurban. Ternyata di belahan bumi lain, di tanah suci, di padang pasir jazirah Arab, ada hampir dua juta jamaah haji sedang berjuang untuk menyelesaikan ibadah haji.
Saya terbangun-bangun malam itu sampai subuh. Badan terasa sakit-sakit. Tentunya hal ini gak ada apa-apanya. Terbayang orang yang gak punya rumah, setiap hari tidur tanpa kasur, di tempat terbuka. Ini cuma sehari aja, rasanya berat ya, Masya Allah. Subuh menjelang. Teringat kerikil untuk lempar jumrah, kami pun akhirnya menyempatkan diri memunguti kerikil-kerikil di sekitar. Mudah saja, banyak kok stoknya.
Kami siap-siap salat Subuh. Tapi akses ke kamar mandi atau tempat wudhu agak sulit. Memang ada WC/kamar mandi portable gitu, tapi hanya sedikit (atau mungkin di sekitar tempat kami tidak terlihat banyak). Kan kebayang ya WC terbatas dan dipakai sejuta umat. Untung saja saya gak kebelet pipis. Akhirnya wudu kami lakukan dengan air dari botol. Note: bawa botol air untuk wudu di Muzdalifah, takutnya tidak ada akses ke kamar mandi.Continue reading “Diary Haji 2016 – Manasik Haji part 3”→
Setelah matahari terbit bertolaklah dari Mina menuju Arafah sambll bertalbiyah dan bertakbir.
Untuk yang tidak haji, disunahkan untuk berpuasa. Tetapi untuk para jamaah haji, makruh hukumnya. Sebab saat wukuf di Arafah pun Rasulullah SAW mencontohkan tidak berpuasa.
Jika memungkinkan salat Zuhur dan Asar di Masjid Namirah dan mendengarkan khutbah imam sebelum salat. Tapi kalau tidak bisa ya tidak apa-apa, jangan memaksakan diri. Ikuti saja instruksi dari ketua rombongan.
Salat Zuhur dan Asar dengan jamak dan qasar (disingkat dan dijadikan dalam satu waktu, di waktu Zuhur)
Melakukan wukuf di Arafah. Memperbanyak zikir, talbiyah, khusyu, bermunajat pada Allah, sampai matahari terbenam.
Pastikan saat wukuf memang benar-benar di tanda batas wilayah Arafah.
Saat matahari terbenam, pergi menuju Muzdalifah untuk mabit (bermalam)
Salat Maghrib dan Isya dijamak ta’khir dan wasar.
Bermalam di Muzdalifah dan mengerjakan salat Subuh di sana. Mabit hukumnya wajib, jamaah haji tidak boleh meninggalkan Muzdalifah sebelum salat Subuh
Mengambil dan mengumpulkan batu kerikil. Batu-batu kerikil boleh diambil dari Mina atau Muzdalifah. Hanya dengan catatan: jangan sampai menyibukkan diri dengan mengambil kerikil saat mabit lalu mencucinya. Tidak ada sunah dari Rasulullah SAW mengenai itu. Pokoknya yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah hal yang tidak menyusahkan.
Salat Subuh di Muzdalifah, setelahnya berdoa, bertahmid, bertakbir, bertahlil sampai langit terang.
… sambungan
Bus rombongan haji Euromuslim-Diwan bertolak dari Mina ke Arafah di pagi hari. Sejak subuh kami sudah bersiap-siap. Tidak ada yang pasti dari jadwal yang ada. Kadang bus datang lebih cepat, tetapi lebih sering bus datang lebih lama dari jadwal. Ngaret pun lumrah terjadi. Maka harus punya stok sabar yang besar. Bukannya gak mau tepat jadwal, tetapi dalam kondisi seperti itu akan banyak hal yang tidak pasti.
Bus kami berangkat cukup awal. Pukul 08.00 kami sudah mobilisasi ke bus dan berangkat menuju Padang Arafah. Pukul 09.00 kami sudah sampai di Arafah. Saya tidak sempat sarapan yang cukup. Kebetulan tidak disiapkan makan pagi juga di tenda. Jadilah perut saya terasa lapar di jam-jam seperti itu. Untung masih ada sisa makanan semalam dan juga biskuit. Note: selalu sedia cemilan pengganjal perut, ada kemungkinan distribusi makanan terlambat sampai ke maktab.Continue reading “Diary Haji 2016 – Manasik Haji part 2”→
Setelah ibadah umrah yang lumayan menguras tenaga kemarin, hari Jumat dijalani dengan lebih santai. Kami tidak menyangka ternyata tawaf dan sa’i membutuhkan stamina yang besar. Manasik haji tentu tantangannya lebih besar. Saya menyarankan pada para calon jamaah haji, setidaknya melakukan latihan fisik yang kontinyu agar tidak gampang capek. Jalan dan lari bagus untuk melatih kekuatan kaki.Sekali lagi selama di Aziziyah pihak Euromuslim tidak menyediakan konsumsi, jadi kita harus berusaha sendiri. Di penginapan Aziziyah tersedia dispenser dan ada air panasnya. Lumayan untuk menyeduh kopi, teh, atau popmie. Nyetok popmie beli di warung aja, jaga-jaga kalau sudah lapar dan belum sempat beli ke luar. Malah ada kawan saya yang membawa rice cooker kecil dan lauk yang simpel seperti abon, kering tempe, bumbu pecel. Buat yang gak tahan kalau gak ketemu nasi, bawa rice cooker adalah jadi opsi bagus. Saya sih gak bawa, jadi saya dan suami selalu jajan di luar, kadang kami beli Al Baik (tapi gak ada nasi, cuma ada roti dan kentang untuk karbonya), kadang kami beli burger, atau lauk dari warung Indonesia. Baiknya kawan saya itu, sepasang suami istri, ia sering mengundang ke kamarnya untuk makan bersama. Ia membagi nasinya dengan kita-kita yang gak bawa nasi, Alhamdulillah.
Pagi itu saya dapat rezeki, belum sempat jajan sarapan eh malah kawan sekamar saya, Mbak Vicka, membelikan saya bakso dari warung Indonesia. Lumayan untuk ganjel perut. Alhamdulillah. Sehabis sarapan, saya dan suami keluar penginapan, mau cari perbekalan untuk siang, sebelum jum’atan tiba. Eh ternyata di sekitaran jalan besar Aziziyah itu ada yang lagi bagi-bagi makanan kotakan. Ada antrian orang-orang untuk dapat makanan. Katanya itu ada orang kaya yang sedang sedekah di hari juma’at.
Setelah berada di Madinah selama lima hari (postingan sebelumnya di sini dan di sini), perjalanan umrah dan haji dilanjutkan ke Makkah. Kami bersiap untuk melangsungkan ibadah yang ditunggu-tunggu.
Kamis, 8 September 2016
Rombongan kami sampai di penginapan Aziziyah pukul 02.00 dini hari. Perjalanan dari Madinah ke Aziziyah rasanya memakan waktu cukup lama, dari siang sampai gelap tiba. Rasanya badan pegal juga. Tapi kami harus segera istirahat, sebab paginya kami akan melaksanakan umrah. Kenapa kami menginap di Aziziyah, tidak di Makkah? Jadi pertimbangan dari biro haji kami adalah mencari tempat singgah antara Makkah dan Mina. Ketika kami melakukan prosesi haji di Mina, kami tidak menyimpan semua barang di tenda Mina. Kebayang rempong kan kalau begitu. Space di tenda Mina kan terbatas dan seluruh rombongan berada dalam satu tenda. Koper besar rombongan haji disimpan di Aziziyah, dan kami akan PP Mina-Aziziyah. Aziziyah akan menjadi tempat istirahat di siang hari, sebelum sorenya kami bermalam di Mina. Enaknya di Aziziyah kami masih bisa mencuci pakaian dan menjemurnya di atap apartemen. Penginapan di Aziziyah tidak sebagus di Madinah, bukan hotel, lebih tepatnya seperti apartemen. Meski begitu, kamarnya tetap nyaman. Kami tetap sekamar dengan rekan sebelumnya (berempat dalam satu kamar).
Pukul 07.00 pagi kami sudah dibangunkan lagi, bus sudah menunggu di depan penginapan. Kami, masih dengan pakaian ihram, bersiap menunggu giliran naik bus. Rombongan Diwan cukup banyak, ada 180 orang, jadi kami harus bersabar menunggu giliran bus. Untuk rombongan Euromuslim, ada dua orang ustadz yang akan memandu kami, sama seperti waktu di Madinah. Rombongan orang Indonesia yang berjumlah 37 orang akan dibagi menjadi tiga kelompok, satu rombongan bersama Ustadz Irwan, rombongan lain bersama Ustadz Rolly, dan kelompok lain bersama Pak Said. Ketiganya yang akan memandu kami selama di Masjidil Haram, melakukan tawaf, salat, dan sa’i.
Ketika memasuki Masjidil Haram, saya mulai deg-degan … Ya Allah, saya akan melihat rumahmu, mengunjungi bangunan suci yang diletakkan oleh Nabi Ibrahim, menyaksikan kiblat yang dirindukan oleh Rasulullah selama hijrah di Madinah. Perasaan saya campur aduk. Apalagi ada yang bilang: “Hati-hati lho ada yang gak bisa lihat Ka’bah”, karena bermacam alasan. Intinya mungkin karena Allah tidak mengizinkan mereka untuk melihat Ka’bah. Ya Allah, jangan sampai… Semoga diri yang penuh dosa ini masih diizinkan melihat rumahmu.Continue reading “Diary Haji 2016 – Umrah”→
Panjang lebar juga menuliskan pengalaman lima hari di Madinah, makanya saya bagi menjadi dua part. Part 1 bisa dilihat di sini
Selasa, 6 September 2016
Aktivitas di Madinah tidak terlalu melelahkan, hanya seputar hotel ke Masjid Nabawi dan sekitarnya. Kadang kami pergi berbelanja ke Bin Dawood (supermarketnya Saudi), ke toko-toko sekitaran hotel, juga belanja kurma di pasar kurma (jaraknya dekat juga, cuma 10 menit jalan kaki dari Masjid Nabawi). Hanya cuaca yang panas menyengat yang membuat kami senantiasa haus dan lemas. Biasa di Belanda cuaca gak lebih dari 30 derajat celcius saat summer, ini bisa sampai 40 derajat celcius lebih.
Ngadem di mall yang berada di sekitaran Masjid Nabawi. Soalnya cuaca panas, begitu masuk mall ada AC-nya, hehe
Subuh ini saya berencana ke Raudhah lagi, tapi karena sudah tahu medan, saya akan lebih santai. Pukul 06.00 setelah subuh, saya balik dulu ke hotel untuk sarapan. Pengalaman sebelumnya, saya baru bisa keluar dari Raudhah pukul 09.00. Perut terasa melilit banget setelah berdesakan di Raudhah. Lumayan sudah ada tenaga nih, pukul 07.00 kami sudah kembali lagi ke Nabawi. Lewat gate Ali bin Abi Thalib saya dan beberapa teman saya masuk. Sudah agak sepi. Saya masuk saja, tanpa grasak-gurusuk saya mengikuti arahan askar. Berbaris di antara orang-orang Indonesia lainnya.
Jum’at, hari baik, hari penuh berkah. Di hari itu pulalah kami rombongan Haji dari Euromuslim juga akan bertolak dari Schiphol menuju Madinah, Arab Saudi.
Tidak ada iring-iringan, tidak ada rombongan yang mengantar kami dari Groningen, apalagi ada tanjidoran (emangnya Si Doel yang mau berangkat haji). Hanya ada saya dan suami berangkat dalam diam, naik bis dari rumah menuju stasiun Groningen. Kami hanya membawa dua koper besar dan menggendong ransel masing-masing. Musim panas saat itu terasa lebih mellow. Terlebih saya teringat Runa yang ditinggal di Bandung bersama Mama Papa saya.
Di stasiun Groningen ternyata ada Pak Taufiq dan Mbak Frita yang melepas kami. Alhamdulillah suasana jadi gak sepi-sepi amat. Terima kasih Pak Taufik, Mbak Frita.
Pukul 15.30 adalah jadwal yang ditentukan dari Euromuslim untuk berkumpul di Schiphol. Beberapa rekan kami di antar oleh keluarganya, anaknya, maupun kawan-kawannya. Lagi-lagi kami sedikit masygul, tapi cuma sebentar, sebab kami mulai disibukkan dengan pembagian tiket dan ID dari Euromuslim dan Diwan (rekanan travel dari Euromuslim). Ternyata jamaah Haji dari Diwan banyak juga, jamaah Indonesia sendiri yang berangkat bersama Euromuslim sekitar 30 orang. Keseluruhan jamaah dengan Diwan ada 180 orang. Kami bertemu jamaah Maroko, Turki, Belanda, Pakistan, dll. Bervariasi juga ternyata jamaahnya Diwan.
Suasana haru di Bandara Schiphol, saat jamaah haji Diwan dilepas oleh keluarganyaSuasana haru di Bandara Schiphol, saat jamaah haji Diwan dilepas oleh keluarganyaSuasana haru di Bandara Schiphol, saat jamaah haji Diwan dilepas oleh keluarganya. Ada yang bertangis-tangisan lho