Kalau ditanya, apa saja persiapan mau berangkat haji? Sudah siap mau haji?
Ya, Insya Allah siap. Meskipun hati masih ketar-ketir sekaligus excited juga setiap mengingat akan menjejakkan langkah di tanah suci, akan menunaikan rukun islam ke-5.
Dari seluruh persiapan yang kami upayakan, seperti persiapan jasmani, materi, perlengkapan, rohani, dan ilmu mengenai manasik haji, Alhamdulillah kami bisa menyelesaikannya setahap demi setahap. Namun ada satu hal yang menurut saya paling berat dalam persiapan ini.
Hal-hal penting yang harus diselesaikan sebelum berangkat haji adalah hutang, berwasiat, berpamitan, meminta maaf pada keluarga, kerabat, sahabat, terutama juga memastikan keluarga (dalam hal ini Runa) yang ditinggalkan terjamin segala sesuatunya.
Hutang, pamit, meminta maaf, dan memastikan Runa dalam keadaan yang Insya Allah baik selama kami pergi sudah dijalankan (Insya Allah tidak ada yang tertinggal). Satu lagi yang lama saya siapkan berupa wasiat. Antara enggan, berat dan juga takut dalam menyelesaikannya. Bagaimana jika memang wasiat tersebut harus dijalankan karena kami tidak kembali?
Karena kami tinggal di Belanda dan keluarga di Indonesia, tentu ada beberapa hal yang perlu kami wasiatkan, baik pada keluarga kami di Indonesia maupun pada kerabat terdekat kami di Belanda. Kami percayakan urusan kami di Groningen pada tetangga-tetangga kami, jikalau ada yang harus diurus, keluarga kami bisa menghubungi mereka. Sebaliknya juga di Indonesia, ada mama papa, kakak, adik, ibu bapak, keluarga besar yang senantiasa siap membantu. Wasiat tersebut kami sampaikan secara lisan maupun tulisan namun tidak secara resmi, hanya berupa pesan ini itu. Hal ini lebih kepada urusan teknis.
Oiya, menyambung sedikit ada yang sering menyamakan wasiat sebagai warisan. Kedua hal ini berbeda, warisan berkaitan dengan harta benda yang ditinggalkan, sedangkan wasiat lebih kepada pesan, yang di dalamnya bisa jadi menyinggung masalah warisan. Untuk masalah warisan Insya Allah kami tidak bingung, Al Qur’an dan sunah sudah mengatur semuanya dengan jelas.
Wasiat utama lain yang kami persiapkan adalah benar-benar surat wasiat untuk Runa. Yang awalnya saya pikir, ya sudahlah apa yang harus ditulis? Kenapa harus? Ya kenapa tidak? Siapa yang tahu urusan di depan. Jika memang kami tidak kembali, bukankah Runa setidaknya mendapatkan sedikit pesan dari kami, dengan tujuan untuk menguatkan jiwa dan melembutkan hatinya kelak. Beberapa pesan yang kami tulis ada yang kami ambil dari pesan Luqman pada anaknya, di surat Luqman. Pesan-pesan Luqman mengandung hikmah yang dalam untuk pegangan hidup di dunia.
Wasiat sederhana itu akhirnya selesai juga, saya dan suami tanda tangan dan kami kirimkan melalui email pada kakak saya, orang yang saya percayai. Kalau dikirim ke orang tua saya, takutnya malah mama sama papa kepikiran dan jadi cemas, heuheu. Saya bilang pada kakak, jika kami tidak kembali, silahkan suratnya dibuka dan dibacakan pada Runa (meski mungkin dia akan mengerti saat sudah dewasa). Kakak saya bilang: sebegitu seriusnya kah kalau mau haji?
Iya, betul. Terutama karena kami sudah punya tanggungan utama, Runa. Memang semua harus dipersiapkan seperti itu. Beberapa hari inipun saya selalu berpikir tentang kematian. Terutama bekal apa yang sudah saya punya untuk menghadap Allah, rasanya takut, takut sekali. Kenapa harus memikirkan mengenai hal ini?
Namun, saya sadar, mungkin ini adalah salah satu proses dalam perjalanan haji. Allah ingin membuat saya mengerti hakikat hidup di dunia ini. Menyadarkan saya bahwa hidup itu sementara, kita ini bukan siapa-siapa tanpa Allah, dan kita tidak memiliki apa-apa dan tidak akan membawa apa-apa ketika meninggal, tidak harta, ilmu, keluarga, hanya amal saja yang bisa kita bawa sebagai bekal.
Tidak ada yang pasti di dunia ini kecuali kematian. Tidak hanya orang yang akan pergi haji saja yang akan meninggal toh? Orang tidur saja tiba-tiba bisa Allah panggil. Tua, muda, bayi, sehat, sakit. Setiap pergi ke kantor, ke kampus, holiday trip, kapan saja kita bisa dipanggil. Tentu kita berharap akan dipanggil dalam keadaan khusnul khotimah.. Aamiin.
Setidaknya setelah berwasiat, hati kami menjadi lapang, Insya Allah kami siap melaksanakan perintah Allah dan menjalankan sunah Rasulullah di tanah suci.
Insya Allah besok kami akan bertolak ke tanah suci, melaksanakan ibadah umroh dan haji 2 September-24 September 2016. Untuk yang belum saya pamiti secara pribadi, saya dan suami sekali lagi mohon maaf atas segala kesalahan, jika ada hutang-hutang yg belum lunas segera diinformasikan saja pada keluarga (karena saya mungkin tidak sempat melunasi jika sudah berada di Mekah), kalaupun ada dan lupa mohon diikhlaskan. Mohon doa agar haji kami mabrur, bisa kembali dengan sehat, selamat dan berkumpul dengan keluarga lagi.
Wallahu A’lam Bishawab (Hanya Allah yang Maha Mengetahui)