Lockdown fase 2 masih diperpanjang di Belanda. Terhitung dari 18 Desember 2020 sampai 9 Februari. Tadinya saat peraturan pemerintah Belanda sudah mulai longgar (karena kasus covid mulai tertangani dengan baik), anak-anak sudah bisa kembali ke sekolah, full day, begitu juga dengan daycare. Yang masih harus stay di rumah, ya orang tuanya, terutama yang kerjanya bisa dari rumah. Dianjurkan HARUS KERJA DARI RUMAH.
Saya dan suami bisa bekerja dari rumah, sementara anak-anak pergi ke sekolah dan daycare. Meski situasi kerja di rumah kadang tidak se-kondusif di kantor, tetapi kami bersyukur, masih bisa bekerja dengan baik di rumah. Berbagi tugas, mengantar-jemput anak, menemami Runa pulang sekolah, bermain dengan Senja saat Senja gak ke daycare, dan bahu-membahu mengerjakam tugas domestik rumah tangga. Semua berjalan baik.
Sampai ketika lokdon kedua ini ditetapkan, segalanya berubah, situasi di rumah, ritme kerja, dan kondisi anak-anak. Sebab semuanya full harus di rumah. Runa sekolah dari rumah, dikasih tugas-tugas, dan kita juga harus mendampingi kalau Runa nanya. Untunglah Runa lumayan mandiri, dia bisa kerja sendiri, gak banyak merepotkan. Senja nih yang butuh perhatian khusus, namnya juga anak usia 3 tahun ya, mana bisa main sendiri. Awalnya saya berusaha calm down. Tetap bagi-bagi tugas sama suami untuk menjalani hari demi hari. Meski jam kerja masih gak teratur, tapi bersyukurlah semuanya sehat-sehat. Tuntutan kerjaan di kantor pun saya coba urai satu-satu. Sampai saat meeting pekanan dengan si Ibuk Supervisor pekan lalu, saya merasa agak spanneg, apa ya bahasanya, mumet gitu kali ya. You know-lah, tabiatnya si Ibuk udah pernah saya curcolin di sini dan di sini.
Entah sayanya yang memang rungsing dengan sikon kerja yang gak menentu, atau memang si Ibuk juga yang lagi sedikit tegas dengan rules yang ada. Saya merasa si Ibuk agak menekan saya, intinya dia nyebelin plus rewel. Singkatnya, dia itu orangnya kan sangat lurusss pada aturan dan kadang saklek. Dia tuh minta untuk saya menyimpan data dan dokumen penelitian di folder tertentu (yang gak bisa diakses oleh pihak lain dari server kantor). Jadi data penelitian ini tu kan data pasien, jadi harus diperlakukan hati-hati, sesuai protokol yang ada. Walaupun dia agak lebaaay gitulah ngomongnya (mungkin saya yang tendensius). Saya merasa sudah menyimpannya dengan baik. Tapi dia gak puas, sebab harusnya disimpan di A. Sementara folder A itu gak ada, dan bukan salah saya. Continue reading “Drama bersama si Ibuk”