Being Indonesian in the Netherlands, Mommy's Abroad

Idul Fitri 1443 H di Groningen

Lebaran sudah berlalu hampir sebulan, Syawal sudah mau habis, tapi saya baru sempat bikin tulisan mengenai Idul Fitri tahun ini sekarang. Telat gak apa-apa ya. Sayang kalau juga gak ditulis, bisa jadi kenang-kenangan selama merantau di Belanda. Ramadan dan Idul Fitri akan selalu spesial di hati.

Jadi apa saja yang disiapkan untuk menyambut Idul Fitri? dan yang dikerjakan saat lebaran?

1. Membuat kue kering lebaran

Membuat kue lebaran menjadi tradisi saya bersama mama dan kakak setiap menyambut lebaran. Dulu kan belum ada atau jarang ya yang jual kue kering. Kalau ada pun mahal. Jadi kami sering bikin kuker sendiri. Menunya hampir sama tiap tahun: nastar, putri salju, semprit, kue kacang bertabur gula palem, dan kastengels. Saya dan kakak bagian ngerecokin bantuin Mama. Kadang Mama suka ngomel kalau hasil yang saya dan kakak kerjakan tidak sesuai instruksi Mama, misalnya kuenya bentuknya mencong, tidak seragam, nyomotin adonan, dll. Dulu saya suka kesel, yaelah Mama, gitu aja ngomel. Sekarang ketika punya anak dan udah bikin kue kering sendiri baru sadar. Bikin kue kering itu capek, kalau hasilnya gak sesuai, pasti gondok. Apalagi bahan-bahan kue kering kan mahal ya (Di Indonesia, dulu eman-eman bahan kalau bikin kue bahan premimum). Kalau di sini Alhamdulillah bahan-bahan kue termasuk murah. Jadi begitu anak-anak campur tangan, dan hasilnya sesuai karya mereka, ya udah gak apa. Saya gak ngomel deh, yang penting anak-anak happy. Kan ini untuk konsumsi pribadi aja.

Continue reading “Idul Fitri 1443 H di Groningen”
Being Indonesian in the Netherlands

Di Balik Perang Ukraina Rusia

“Bun, boleh gak Runa minta 2 euro untuk nyumbang ke sekolah untuk bantuan ke Ukraina?” Tanya Runa minggu lalu.

“Oiya minggu sebelumnya kan Runa udah kasih 5 euro ya? Juga Runa sama Lola udah ngumpulin botol-botol bekas untuk ditukarkan dengan uang ke supermarket.”

Sejak serangan Rusia ke Ukraina 24 Februari lalu, Belanda memang banyak menggalang dana bantuan untuk para refugee Ukraina, melalui organisasi sosial Giro555. Penggalangan ini juga ditampung oleh sekolah. Kayak ada semacam ‘kencleng’ gitu di tiap kelas. Luar biasa memang, fund raising ini mencapai 100 juta euro dalam dua pekan saja. Mereka juga bisa menukarkan botol-botol plastik bekas minuman ke supermarket untuk ditukarkan dengan sejumlah uang.

“Iya, Runa udah nyumbang, tapi teman-teman yang lain banyak yang masih nyumbang. Lola juga ngasih 20 euro dari orang tuanya.”

Sebentar, sebentar. Harus diluruskan dulu ni.

Continue reading “Di Balik Perang Ukraina Rusia”
Being Indonesian in the Netherlands

Ramadan, will be tough?

Oh yes, next week is Ramadan. It will be tough for you

It will be hard to not eating and drinking for a whole day

I have respect for a person who is doing Ramadan, it may be challenging.

Itu kata beberapa teman, tetangga, kolega saya yang orang Belanda/ non muslim di sini ketika ngetahui bahwa kami akan melakukan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Yaa.. saya sebenarnya mau bilang, kalau puasa itu gak berat, gak tough seperti yang mereka bayangkan. Bahkan Ramadan itu bulan yang sangat istimewa dalam satu tahun ini. Di mana banyak sekali rahmat dan pahala yang dilipatkgandakan, serta dosa-dosa diampuni. Saat di mana setan-setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka. Ramadan juga bulan saat diturunkan Al Qur’an. Bahkan nikmat yang Allah janjikan pada orang berpuasa ada dua, nikmat saat berbuka, dan nikmat saat berjumpa dengan Allah di Hari Akhir kelak.

Tapi mau ngomong panjang lebar gitu mah buat orang yang gak percaya agama, pasti gak kesampean. Manalagi aku gak pinter menjelaskan. Intinya Ramadan itu membahagiakan. Bahagia yang tidak bisa mereka mengerti. Gak papalah … Semoga suatu hari nanti mereka akan mendapatkan jawaban dari keheranan mereka tentang Ramadan dan tentang sulitnya berpuasa seharian.

Ya sulit terlihatnya. Tapi ketika Ramadan sampai, beneran Masya Allah, seperti Allah itu menguatkan dan memampukan kita untuk bisa berpuasa sebulan.

Dan memang kebahagiaan berbuka itu luar biasa nikmatnya. Meski baru mereguk teh manis hangat dan kurma saja. Membayangkan orang-orang yang mungkin sering menahan lapar karena memang gak ada makanan, membuat kita jadi manusia yang lebih peka dan berempati. Sedangkan kita menahan lapar seharian karena puasa, Alhamdulillah masih bisa berbuka dengan hidangan yang macam-macam.

Masya Allah, berkahilah puasa dan ibadah kami di bulan Ramadan, aamiin.

Being Indonesian in the Netherlands, Catatan Hati, [GJ] – Groningen’s Journal

Berserah pada Jalan Allah

Bagaimana Kabar Ramadan?

Ramadan sudah berlalu dua pertiga jalan, tinggal sepertiga lagi akan kita tempuh Insya Allah. Lalu bagaimana Ramadanmu? Ada rasa mellow juga mengingat Ramadan ini sudah mau habis, tapi rasanya belum banyak yang dilakukan dengan maksimal. Masih ada missed-nya, masih ada kekurangannya, masih belum kenceng doanya. Ya Allah, manusia memang tempatnya salah dan penuh nafsu. Tapi semoga momentum Ramadan ini menjadi momen kita bisa menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya. Saya percaya, pasti ada hal-hal baik yang “nyangkut” dari Ramadan kali ini untuk dibawa jalan ke depan. Meski tertatih, tapi kita tahu kita ada di jalan yang benar, Insya Allah di jalan yang diridoi Allah, aamiin.

Manusia memang lemah. Bahkan untuk mengurus hidupnya sendiri manusia itu tidak mampu, Allahlah yang membimbing dan menunjukkan jalan. Seperti nasihat Rasulullah SAW kepada putrinya Fatimah RA untuk senantiasa berdoa pada setiap pagi dan petang. Sebuah nasihat indah yang membuat saya tertegun. Terkadang diri ini merasa sombong, merasa tahu mau melakukan apa-apa, merasa mengerti ini itu, padahal tak ada satupun hal yang kita mampu dan ketahui tanpa bimbingan Allah SWT.

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ! أَصْلِحْ لِي شَأْنِيَ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ

Artinya: Wahai (Dzat) yang Maha Hidup dan Maha Berdiri! Dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan. Perbaikilah urusanku seluruhnya, dan jangan Engkau serahkan aku kepada diriku walau hanya sekejap mata. (HR Imam An-Nasai, Imam Al-Hakim).

Continue reading “Berserah pada Jalan Allah”
Being Indonesian in the Netherlands, Groningen's Corner, [GJ] – Groningen’s Journal

Ramadan Bercerita bersama DeGromiest

Marhaban Yaa Ramadan..

Alhamdulillah bisa bertemu lagi dengan Ramadan tahun ini. Meski dalam suasana pandemi, tetapi Ramadan tidak berkurang kesyahduannya. Masih berasa sepi juga (tapi Belanda emang sepi sih mau bulan apa juga, haha.. kecuali pas summer kali orang-orang baru kelihatan banyak keluar).

Well, semuanya harus tetap disyukuri. Walaupun kangen berat sama kampung halaman, suasana di Indonesia, panasnya matahari di Bandung, bau kesang, debu-debu intan yang bertebaran di jalanan Bandung, pemandangan dengan banyak manusia familiar, suara-suara dengan bahasa yang akrab di telinga, aaah… sudahlah. Masih jadi angan-angan saja. eniwei tentang bahasa, lucunya sekarang saya sudah bisa menangkap percakapan orang-orang Londo. Kalau dulu ada orang ngobrol, pasti saya gak tahu mereka ngomong apa, tapi sekarang kok bisa ya otomatis paham aja gitu (efek udah kelamaan keles di Londo).

Cukup deh capruknya. Intinya saya ingin berbagi program dari DeGromiest (Himpunan Keluarga Muslim Indonesia di Groningen. Masih ya karena pandemi dan lockdown, gak ada deh kumpul-kumpul, pengajian, apalagi buka puasa bareng dan tarawih ke masjid, kan masih ada pemberlakuan jam malam (mulai pukul 22.00), sedangkan buka puasa aja sekitar pukul 21.00 an, heu.

Nah, jadi untuk tetap semangat di bulan Ramadan, Insya Allah dari tim DeGromiest mengadakan program “DeGromiest Ramadan Bercerita”. Insya allah setiap hari akan ditayangkan kultum bercerita tentang kisah hidup Rasulullah, para sahabat, dan keluarga beliau, ataupun kisah teladan di dalam Al-Qur’an. Kisah-kisah ini dibawakan oleh teman teman dari DeGromiest dengan semangat berbagi ilmu. Insya Allah video kultum itu akan tayang pada pukul 16.00 CEST / 21.00 WIB .

Continue reading “Ramadan Bercerita bersama DeGromiest”
Being Indonesian in the Netherlands, Cerita Runa, Cerita Runa dan Senja, [GJ] – Groningen’s Journal

Puasa Runa

Sepulang sekolah Runa cerita dengan antusias, “Runa denger tadi Sara dan Alma ngobrol sekilas, Sara bilang dia udah disuruh Mamanya untuk full puasa tahun ini.”

Sara dan Alma adalah beberapa teman Runa yang beragama Islam, dari sekian banyak temannya dari berbagai latar belakang berbeda.
Menjelang Ramadan memang kami sudah sounding ke Runa, untuk persiapan shaum, sahur, dan lainnya, dalam kondisi Runa sekolah.

Tahun lalu, kondisinya berbeda, saat lockdown pertama, jadi Runa bisa menjalani puasa full di rumah: Sahur pukul 3, buka puasa pukul 10, masih bisa tidur lama setelah subuh, dan gak khawatir dengan padatnya aktivitas sekolah (karena belajarnya masih di rumah aja).

Tahun ini, Runa akan puasa di sekolah. Kami berpesan, puasanya boleh sebiasanya, Runa tetap dibawakan bekal makan siang dan botol minum. Agak sedih sebenernya kalau puasa sendiri, gak ada temannya. Tentu beda banget dengan kondisi saya dulu dan kondisi anak-anak Indonesia sekarang, dari umur 5 tahun saja sudah pada kuat puasa full. Hampir semua anak di kelas berpuasa, ya masa kita enggak? Meski bermula dari perasaan seperti itu, setidaknya ada bentuk “didikan” tidak langsung dari lingkungan.

Namun, setelah mendengar ada satu temannya saja yang juga akan puasa, Runa semakin semangat juga berpuasa. Padahal cuma satu lho. Alhamdulillah. Semoga tantangan-tantangan ini membuat kami menjadi muslim yang semakin istiqomah.

Aa Gym pernah bilang, saat ditanya gimana dengan kesulitan yg dihadapi supaya kita tetap istiqomah? Katanya, ya bagus ada kesulitan malah. Jangan takut pada kesulitan tapi takutlah pada kemudahan, sebab biasanya orang lebih banyak mengingat Allah ketika dalam kesulitan.

Being Indonesian in the Netherlands, Groningen's Corner

“Ik vind jouw hoofdoek mooi!”

“Ik vind jouw hoefdoek mooi!”/Jilbabmu bagus!

Di kelas Runa, setiap minggunya ada giliran menjadi ‘kind van de week‘, atau kid of the week. Jadi si anak mendapatkan “perlakuan istimewa” dari guru dan teman-temannya. Apa saja itu? Misalnya si anak boleh duduk di sebelah sang guru saat sesi kringetje (duduk dalam lingkaran), bantu guru mencuci apel untuk dimakan saat istirahat. Kalau di esde saya dulu mungkin bantu hapus papan tulis kali yah, wkwk.. (Semacam piket dong😅).

Tapi yang istimewanya di pekan tsb, anak yang bersangkutan boleh mendapatkan testimoni dari teman-temannya. Guru meminta anak-anak untuk memikirkan dan menuliskan hal baik apa tentang si anak yg menjadi kid of the week. Runa juga pernah mendapatkan kesempatan itu. Suatu kali ia membawa pulang tumpukan kertas berisi tulisan tangan teman-temannya. Runa bilang dia senang banget baca tulisan-tulisan itu, terutama dari Sara, yang bilang “Ik vind jouw hoofdoek mooi” (Kupikir jilbabmu bagus).

Runa memang sering pakai jilbab ke sekolah, kami gak memaksakan, hanya membiasakan. Kalau Runa mau ya bagus.. apalagi pas winter kemarin malah enak pakai jilbab, anget. Kadang Runa juga suka minta pakai jepit rambut atau dikepang dua, ya gakpapa. Setelah, membaca komentar Sara, Runa jadi semangat pakai jilbab ke sekolah, Masya Allah.

Kami belajar banyak hal dari itu:
1. Kami mencoba untuk membuat Runa nyaman dan bangga pada identitasnya sebagai muslimah. Tak disangka, ternyata dari lingkungannya yang heterogen ini, Runa masih bisa mendapatkannya.

2. Banyak hal luar biasa yang terasa kalau kita juga memberikan feedback positif pada anak-anak, salah satunya bisa menumbuhkan rasa pede pada anak. Anak pun belajar untuk memikirkan hal baik mengenai temannya. Saya juga ingin dong jadi ‘kind van de week‘.

3,4,5, dst….

Being Indonesian in the Netherlands, Groningen's Corner, [GJ] – Groningen’s Journal

Sadari, Hal Kecil yang Bisa Berarti Besar.

Ini adalah kisah mengenai seorang Oma di depan jendela

(1)

Sebelum pandemi, biasanya kami mengantar anak-anak ke sekolah naik sepeda. Ketika akhirnya sekolah kembali dibuka, Runa, anak pertema saya, gak lagi bersepeda ke sekolah. Sekolah memang menganjurkan untuk anak-anak yang rumahnya dekat di lingkungan sekolah untuk jalan kaki ke sekolah. Kendaraan hanya diutamakan untuk anak-anak yang rumahnya agak jauh. Hal ini untuk mengurangi gerombolan anak-anak/orang tua yang datang jam masuk dan pulang sekolah.

Kami pun mengantar anak-anak dengan berjalan kaki. Suatu kali, kami berangkat ke sekolah melewati jalan setapak di depan sebuah taman, yang di hadapannya berjajar rumah-rumah mungil. Rumah-rumah Belanda memiliki halaman terbuka dengan tipe jendela yang besar. Jendela tersebut kadang dibiarkan  terawang tanpa ditutup gorden.

Adalah rumah pertama di deretan itu, dihuni seorang Oma yang tinggal seorang diri. Saat melewati rumahnya, kami refleks menengok jendela dapurnya. Sang Oma berdiri di sana, melambaikan tangan sambil tersenyum. Seolah mengucapkan, “Selamat pagi! Selamat menikmati hari ini.” Ternyata ia tidak hanya melakukannya pada kami, tapi pada setiap anak-anak dan ortu yang melewati rumahnya menuju sekolah. Ia seperti sengaja menunggu di depan jendela untuk menyapa orang-orang yang lewat.

Sejak saat itu, kami selalu melewati rute itu untuk bertemu mata dengan sang Oma. Entah mengapa, semangatnya seperti menulari saya. Yang mulanya hari Senin menjadi hari penuh beban untuk memulai pekan, tetapi di pagi itu rasa hati saya menjadi lebih ringan. Hanya karena lambaian tangan dan senyum ramah dari sang Oma.

Oma yang namanya pun kami tak tahu, tapi kami tahu hal kecil yang dilakukannya berarti untuk kami. Ada terselip rasa lapang di tengah kondisi lockdown yang kadang terasa menyesakkan.

One small thing, it’s a good place to start. One small thing leads to more, to the beginning of something big.

Dadah Oma!

(2)

Bagaimana kabar Oma di depan jendela?

Rumah Oma meski mungil, tetapi tertata apik. Di halamannya tampak kuncup-kuncup bunga mulai bermekaran. Saat musim semi ke musim panas, rumah Oma sangat cantik dengan berbagai macam kembang dan tanaman menghiasi halamannya.

Continue reading “Sadari, Hal Kecil yang Bisa Berarti Besar.”
Being Indonesian in the Netherlands, Catatan Hati

Sekilas info: Orang Londo vs Orang Indo

Saya dan suami, lahir dan hidup di Indonesia sejak kecil, sekolah, sampai kerja. Lalu hijrah ke Groningen, Belanda setelah dikarunai satu anak. Kini kami sudah lebih dari tujuh tahun jadi imigran di Belanda. Tentu dalam rentang tujuh tahun banyak penyesuaian dari kultur, adat, sistem negara, kebiasaan, mentalitas, dan banyak hal. Adat ketimuran yang biasa kami anut tentu banyak bedanya. Mau gak mau saya dan suami jadi sering berkomentar mengenai Belanda vs Indonesia.

Di Belanda tu gini yaa, kalau di Indonesia begini.. Orang Belanda gitu ya, kalau orang Indonesia gini. Ada bagusnya juga karena cakrawala berpikir kita jadi luas, membuat kaya pikiran dan hati. Tapi kadang saya juga lelah, selalu terpikir mengenai Indonesia, susah amat hidup di negara orang, gak ada akses kemudahan yang biasanya ada. Namun ketika berpikir kembali mengenai Indonesia yang penuh keruwetan, pemerintahnya yang bikin gondok, rasanya emoh jadi penduduknya JKW.

Continue reading “Sekilas info: Orang Londo vs Orang Indo”
Being Indonesian in the Netherlands, Life is Beautiful

Melawan Kebatilan

(postingan yang telat diposting, udah dari pekan-pekan lalu, tapi gakpapalah ya, daripada enggak sama sekali)

Baru-baru ini ada kasus tak menyenangkan terjadi di Prancis. Saya singkat aja ya ceritanya. Jadi ada seorang guru di sekolah menengah atas yang memberikan pelajaran mengenai freedom of expression dengan cara memberi contoh kartun Rasulullah SAW. Kartun atau karikatur tersebut kalau tidak salah merupakan karya dari Charlie Hebdo yang heboh sejak 2006 silam, lalu muncul lagi di tahun 2013. Menurut sang guru, kartun yang menggambarkan sosok paling mulia di bumi adalah salah satu contoh kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat. Padahal ia tahu ada siswa muslim di kelasnya. Tapi ia tetap melakukannya. Tentu hal tersebut menyinggung sang murid. Lalu berikutnya ternyata sang guru ditemukan terbunuh mengenaskan oleh muridnya tersebut.

Sebuah peristiwa yang sangat miris. Miris karena penghinaan yang dianggap sebagai kebebasan berpendapat. Miris karena penghinaan tersebut dibalas dengan darah. Setelah itu Perdana Menteri Prancis, Macron, mengeluarkan statement yang membuat umat Islam di Prancis semakin terpojok. Katanya kartun atau karikatur Nabi Muhammad di Charlie Hebdo sah-sah saja sebagai kebebasan berpendapat. Setelahnya kartun tersebut malah dipajang di beberapa tempat, dengan alasan kebebasan tadi. Umat Islam semakin terpojok dengan adanya isu islamphobia.

Lalu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai muslim di Eropa khususnya? Yang posisinya dekat dengan Prancis. Saya pun mau gak mau jadi merasa takut juga kalau ada islamophobia yang berujung diskriminasi. 

Tapi sebelum ke sana, pertama kita lihat dulu bagaimana dengan adanya penghinaan tersebut? Apa yang kita rasakan jika ada orang yang menghina Rasulullah SAW?

Continue reading “Melawan Kebatilan”