Ada dua asumsi yang saya generalisir mengenai orang Londo, berdasarkan ‘katanya’ dan pengalaman sendiri. Satu, orang Londo itu pelit, itungan, teliti kalo soal materi. Bahasa Sundana mah ‘cedit’ atawa ‘kopet’, bahasa Minangnya ‘sampilik’ atau ‘pancekè’ (bukan pancake yah Siss, haha). Sebagai org Indonesa, kita biasa berbagi, biasa nrimo aja ‘ya udah ikhlasin’ nanti Allah ganti. Jadi ketika berinteraksi dengan orang Londo, ketelitian mereka ini rasanya keitung pelit.
Kedua, kayanya ni yaa mereka kurang peka sama orang lain yg kesulitan dan kekurangan, yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dan kayanya lagi mereka ini gak paham konsep sedekah. Ya gimana kan jarang banget lihat fakir miskin, anak terlantar, dan orang susah di kehidupan sehari-hari. Ada sih program donasi-donasi gitu, tapi ribet aja, mau donasi harus subscribe untuk berapa bulan misalnya dan harus isi data-data dll. Saya juga mikir, mau sedekah di sini, siapa yang mau nerima? Sedekah yang gampang ya misalnya. Kayak kalau di Indo, kita biasa peka, liat anak jalanan dan pengemis jadi tergerak untuk sedekah, lihat mamang jualan kesusahan, ikut ngelarisin. Akhirnya saya juga kalau mau sedekah ya difokusin aja buat ngirim ke badan amal di Indonesia, yang sudah terpercaya, atau nitip ke Mama dan Ibu untuk dikasihin ke orang-orang sekitar yang butuh. Rasanya lebih tetap sasaran aja. Saya mikir, orang Londo ini nerima gaji tiap bulan, bahkan yang udah pensiun dan pengangguran juga tetep ada tunjangan. Tapi mereka sedekah gak ya?
Continue reading “Sedekah ke Mana?”