Pharmacisthings

Deprescribing pada pasien diabetes tipe-2

Bismillah.

Saya mencoba memaparkan sedikit pendahuluan dari riset kami mengenai deprescribing pada terapi diabetes tipe-2 secara sederhana, dalam bahasa Indonesia. Mudah-mudahan para pembaca bisa lebih mendapatkan informasi mengenai topik ini. Untuk paper lengkapnya bisa dibaca di tautan berikut: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/dme.14408 (Published: 23 September 2020, open access).

Deprescribing adalah sebuah proses terencana yang meliputi penurunan dosis, penghentian, atau pengubahan terapi obat. Tujuan dari proses tersebut adalah mengurangi risiko terapi (seperti efek samping obat), juga untuk meningkatkan hasil terapi sesuai dengan tujuan terapi dan preferensi pasien. Proses ini biasanya ditujukan untuk mencegah polifarmasi dan potensi pengobatan yang tidak tepat (polypharmacy and potentially inappropriate medication). Istilah deprescribing ini mungkin belum umum dikenal dalam bahasa Indonesia, belum ada padanan kata yang tersedia untuk kata ini. Sederhananya deprescribing mungkin lebih dikenal dengan proses de-eskalasi (de-escalation), de-intensifikasi (de-intensification), titrasi dosis (titration/tapering), atau penghentian obat (cessation/discontinuation).

Istilah deprescribing pertama kali dalam bahasa Inggris di tahun 2003, di salah satu artikel penelitian dari farmasi rumah sakit di Australia. Tahun 2014, sebuah systematic review menyimpulkan istilah deprescribing agar istilah ini diakui secara internasional, dan ada kesepakatan definisi.

Deprescribing is the process of withdrawal of an inappropriate medication, supervised by a health care professional with the goal of managing polypharmacy and improving outcomes’. (Reeve, 2014). Continue reading “Deprescribing pada pasien diabetes tipe-2”

Pharmacisthings

Reuni Virtual 10 Tahun FKK06

Praktikum meracik bersama bu lusi
Bikin jurnal praktikum sejak dini hari
Ini reuni bukan reuni sembarang reuni
Reuni virtual FKK di masa pandemi

Masya Allah, tabarakallah, ada hikmahnya pandemi. Selalu ada. Mendekatkan kembali keluarga, merekatkan kembali persaudaraan dan pertemanan. Orang jadi lebih aware tentang hal-hal penting yang sering dianggap remeh.

Dari yang awalnya cuma iseng-iseng mau ngadain reuni virtual, dalam waktu seminggu akhirnya jadi juga.

Rindu sekali sama FKK 2006. Keluarga rumah kedua di masa-masa kuliah. Bersyukur Allah memilihkan saya komunitas komunitas yang kondusif, jadi saya terjaga dari pergaulan anak muda-mudi yang suka mengikuti hawa nafsu ke mana-mana. Sudah 10 tahun sejak kelulusan pertama FKK, di tahun 2010. Setelahnya beberapa dari kami menempun jalannya masing-masing. Kebanyakan dari kami tetap melanjutkan apoteker di ITB, jadi masih sama-sama. Tapi tentu semua berbeda…

Apalagi setelah dua tahun, tiga tahun, lima tahun, sampai sepuluh tahun setelah kelulusan. Sudah banyak yang berubah. Nasib membawa ke mana kami melangkah.

Alhamdulillah seneng banget akhirnya jadi juga reuni virtual via zoom. Lumayan lengkap personel FKK (ada 34 totalnya), kurang dua orang aja. Kami memang belum pernah mengadakan reuni yang cukup lengkap sebelumnya. Sengaja saya simpen di sini, biar bisa dikenang. Belum tahu kapan bisa kayak gini lagi.

Beberapa orang dari kita ada yang jadi volunteer sebagai panitia reuni, gak disangka seminggu bisa jadi dong nyusun acaranya, tanpa drama berarti, hehe.. Ada sih drama utamanya malah dari penampilan FKK Boys, mereka tampil dengan bikin video gitu, masing-masing ngerekam suara sendiri terus digabungin. Mantap sih ini para FKK boys, juga Zulfan Winda yang jadi PJ videonya.

Rundown:
19.00: opening (monik) yg lain mute
19.03: sambutan Om (yg lain mute)
19.08: Life Update ( teknisnya: pakai comment picker buat milih nama. Monik bacain life update yg dichat ama panitia. Anak2 suruh nebak. Terus yg bersangkutan diminta ngomong)
20.08: Kahoot Quiz (monik play kahoot quiznya yg sudah dibuat panitia)
20.23: FKK Boys Performance (kamel muter videonya)
20.38: Undian doorprize (pake wheel)
20.42: Doa bersama ( dipimpin zulfan)
20.47: Penutupan

Dua jam gak kerasa. Dan semua yang dulu pernah ada terasa flash back. Dan rasanya kembali ke masa-masa dulu. Masa-masa yang beban terberat di dunia itu cuma ujian dan lagi berantem sama gebetan/pacar (ups), ya sudahlah. Meski dulu gak ideal-ideal banget jadi anak muda, gak alim-alim banget, setidaknya masih ada dalam jalur yang (cukup) lurus. Banyak tidaknya dipengaruhi oleh lingkungan di FKK dan di Farmasi ITB. Alhamdulillah alakulli haal.

Pharmacisthings, Random Things

Menertawakan Kebodohan di Masa Lalu

Beberapa waktu lalu saya melihat pengumuman calon rektor Institut Gadjah Duduk (IGD) tahun 2019. Eh ada wajah yang familiar. Bapak dengan ekspresi datar, namun terkesan ramah. Panggil saja Bapak D Pikiran saya melayang ke lebih dari satu dekade silam. Saya lupa saya saat itu saya sedang tingkat berapa dan semester berapa, yang pasti saya masih imut dan polos, haha.

Meski masih imut dan polos, saya sebenarnya bukan mahasiswa yang lurus tanpa dosa, yang selalu rajin belajar dan memperhatikan dosen, yang taat aturan dan bersih dari kotoran akademik.

Setiap saya ingat si Bapak tersebut, yang selalu terbayang adalah keisengan bodoh saya dan kebandelan saya dulu. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya, dan semoga anak-anak saya menjadi murid yang lebih baik dari emaknya ini.

Yunow, menjadi mahasiswa farmasi IGD artinya dituntut untuk rajin belajar dan bekerja. Belum lagi persaingan sengit dari para mahasiswa farmasi ambisus (MFA) yang bikin nyali sering ciut. Saya ikut kebawa juga, jadi berusaha untuk mengikuti pace mereka, meski banyak terengah-engah, hadeh. Kenapa sih orang-orang ini rajin mandraguna?

Dosa yang sering saya lakukan terhadap Si Bapak adalah, saya selalu tidak bisa menahan kantuk ketika beliau mengajar. Saya gak paham satupun isi kuliah beliau, bahkan nama mata kuliahnya saja (sekarang ini) saya gak ingat. Artinya apa yang beliau sampaikan di kelas gak sampai ke memori saya, sudah menguap duluan entah di mana. Saya memang gak begitu mengerti dan tertarik dengan bidang farmasi Si Bapak. Kalau tidak salah berhubungan dengan kimia analisis, kimia organik, atau apa deh. Beda cerita kalau menyangkut farmakologi dan farmasi klinik otak saya masih bisa diajak bekerja sama (ternyata ada efeknya juga ya sampai sekarang, bidang saya sekarang gak jauh-jauh dari Clinical Pharmacy and Pharmacology).

Saya berusaha untuk memahami mata kuliah tersebut, saya bolak-balik buku diktat, saya ikutan belajar kelompok, tapi hasilnya nihil. Ketika ujian, tentu saja saya mati kutu. Gak ngerti apa yang ditanyakan apa dan harus menjawab apa. Saya cuma bisa menjawab hal-hal yang berbau hapalan saja (itupun kalau benar). Saya mulai kasak-kusuk pas ujian, yaa.. kali aja ada kawan yang bisa memberikan pertolongan. Ya Allah, malu aku malu pada semut merah kalau inget itu. Habisnya, bayangan dapat nilai jelek dan dipandang bodoh oleh MFA lain bikin saya putus asa. Jadi deh, kebaikan dalam diri dikalahkan oleh pemikiran cetek itu. Saya lupa akhirnya apa saya dapat jawaban atau tidak dari kawan lain, tapi intinya saya sempat menarik perhatian Si Bapak ketika ujian, dan Si Bapak bolak-balik mendekat ke arah saya dan kawan-kawan. Jangan dicontoh ya guys. Itu hanya kekhilafan sesaat kok, serius. Di ujian lainnya saya lurus-lurus aja.

Itu satu.

Cerita lainnya.

Continue reading “Menertawakan Kebodohan di Masa Lalu”

Groningen's Corner, Mommy's Abroad, Pharmacisthings

Runa Schoolreisje

Hari Kamis (4 Mei) kemarin, sekolah Runa mengadakan schoolreisje (school trip), mungkin kalau di Indo namanya karyawisata kali ya. Kali ini tujuannya ke Wildlands Adventure Zoo Emmen. Semacam kebun binatang yang dilengkapi arena petualangan seru di dalamnya. Mereka pergi dengan bus yang memakan waktu satu jam perjalanan. Di jadwalnya mereka berkumpul di sekolah pukul 8.30, berangkat dengan bus pukul 09.00, dan akan sampai kembali ke sekolah pukul 15.30. 30 menit lebih lambat dari biasanya sekolah berakhir. Semua anak dari grup 1 sampai grup 8 diharapkan ikut. Oiya biayanya gratis.

Beberapa minggu sebelumnya, orang tua dikirimi email mengenai detail schoolreisje ini. Orang tua murid boleh ikut, dengan mendaftar sebelumnya. Di kelas Runa, karena beberapa orang tua bersedia ikut, lalu diundi orang tua siapa yang beruntung ikut. Tapi para orang tua ini ikut bukan untuk menjaga anaknya lho. Tetapi ia diberi tugas untuk mengawasi grup kecil yang akan dibentuk saat jalan-jalan nanti.

Runa sangat excited dari beberapa hari sebelum pergi. Tapi kok sayanya yang deg-degan. Ya iyaa.. ini kan pertama kalinya Runa pergi jalan-jalan jauh tanpa orang tuanya (atau saudara/kerabat dekatnya). Takutnya Runa capek karena mereka pasti akan jalan kaki mengelilingi Zoo Emmen tersebut, padahal kalau jalan-jalan sama kami pasti selalu bawa stroller. Takutnya Runa rewel karena bosan atau ngantuk. Takutnya Runa kedinginan karena cuaca pagi itu mendung dan sedikit gerimis, sudah pertengahan musim semi tapi cuaca tidak berubah membaik. Takutnya Runa lapar selama perjalanan, meskipun saya membekali Runa dengan roti, pisang, biskuit, dan botol minum. Sifatnya emak-emak emang selalu khawatiran. Saya juga bilang sama gurunya, ini pertama kalinya Runa pergi agak jauh dengan rombongan besar, dan bukan familinya. Juf(guru)-nya sih bilang: don’t worry, be happy. Enggak deng, haha.. Kata gurunya gak usah khawatir, nanti anak-anak akan dibagi dalam 4 grup kecil dan ada orang dewasa di dalam grup tersebut yang mengawasi anak-anak tsb. Lagipula dua guru di kelas Runa, Marjolejn dan Doeska juga ikut serta.

Rombongan ke Emmen itu besar juga lho. Di kelas Runa ada sekitar 25 anak, mungkin kelas lain jumlahnya ya kurang lebih 20-25 anak juga. Dikali total ada 26 grup di satu sekolah, jadi ada 600-an anak yang ikut.

Pukul 15.30 kurang lima menit saya sudah menunggu rombongan bus tiba di lapangan sekolah. Saya menunggu dengan cemas di bawah rintik-rintik hujan sore itu. Bus Runa belum tiba juga, sudah ada beberapa bus yang sampai duluan. Sampai akhirnya 5 menit menunggu datang juga bus grup Runa. Runa turun bus sambil memegang tasnya dan bungkus biskuitnya yang sudah habis. Kelihatannya dia capek. Saya langsung memeluk Runa dan bertanya antusias, gimana tadi sepanjang perjalanan, capek gak, lapar gak, makan apa aja, sama siapa aja mainnya. Runa menjawab sambil ogah-ogahan. Capek katanya.

Sampai di rumah, Runa pun mandi air hangat dan makan. Saya kira setelahnya dia akan segera tidur karena capek. Eh ternyata baterainya kayak terisi penuh lagi, haha. Runa malah jadi cerewet menceritakan pengalamannya tadi. Dia bilang tadi naik boat, lihat banyak binatang, juga dikasih makan patat (kentang goreng) jadi bekal roti dan pisangnya gak habis. Saya jadi lega.

Tadinya saya cemas aja, anak 4 tahu lhoo ikutan school trip segalasaya aja dulu trip jauh-jauh pas udah kelas 6 SD kayaknya. Tapi memang anak Belanda ini jadi cepat dewasa karena dianggap mandiri juga sama orang dewasa. Mereka dianggap sudah bisa mengatur dirinya sendiri dan belajar bertanggung jawab. Selama trip mereka harus menggendong tasnya sendiri (yang isinya bekal dan air minum). Kalau mereka mau pipis dan pup ya bilang sama gurunya (meski di dalam tasnya juga anak-anak kecil ini diminta untuk membawa baju salin jika kotor). Mereka juga belajar untuk mendengarkan dan mengikuti instruksi orang dewasa dengan baik.

Dua hari setelahnya saya sudah bisa mengakses foto-foto saat schoolreisje-nya. Saya jadi tahu, oh ini yang dimaksud Runa naik boat. Oh ini kegiatan mereka selama di sana. Salut, Runa memang terlihat (belajar) lebih mandiri

Bersama teman-teman sekelasnya dan dua orang jufnya. Mereka dipakaikan rompi khusus, biar gampang dikenali kali ya, gak ilang-ilang.

Kecapekan di Bus, tidur di perjalanan pulang

Mommy's Abroad, Pharmacisthings, [GJ] – Groningen’s Journal

Bapak-Bapak yang Macho itu adalah…

Runa diantar Ayah ke Sekolah

Vandaag op school
Runa is blij als elke keer Ayah te gaan met haar naar school.
Zij zwaaien in het raam
*pardon my Dutch, msh belajar iki
.
.
Hari ini di sekolah
Runa seneng banget kalau setiap Ayahnya nganter ke sekolah.
Runa selalu minta Ayahnya dadah-dadah di jendela setelah nganter.

Saya juga senang kalau tiap ke sekolah Runa sering melihat bapak-bapak yang mengantar anaknya sekolah, ada yang menemani sampai depan pintu kelas, ada yang ikut masuk dulu ke kelas, membaca buku dulu bersama sampai gurunya datang, atau ada juga yang melambaikan tangan dari depan kelas/jendela.

Tidak jarang juga ada bapak-bapak yang menjemput anaknya ketika pulang sekolah, sambil mendorong stroller berisi anaknya yang lebih kecil. Bapak-bapak itu kelihatan sangat warm dan manly. Meski ada yang penampilannya bertato, terlihat sangar dengan kepala botak, beranting, atau ada juga sih yang necis memakai jas atau jaket keren, dengan sepatu pantofel.

Itu juga tidak hanya dilihat di sekolah Runa saja lho. Di Belanda, sepertinya bapak-bapak membawa anak (seorang diri, tanpa istrinya) adalah pemandangan yang biasa. Mereka terlihat di posyandu, mengantar anaknya imunisasi atau kontrol rutin. Mereka juga terlihat di pusat perbelanjaan, mendorong stroller dan menggandeng anaknya. Mereka juga terlihat di kereta atau bus. Ke mana ibunya? Saya juga tidak tahu. Mungkin mereka sedang berbagi tugas saja. Mereka tidak nampak risih dan kikuk. Padahal sepertinya cukup repot juga melihat bapak-bapak dengan anak balita/batita. Mereka malah terlihat makin macho.

Saya salut sama bapak-bapak itu. Santai saja mereka menjalani perannya. Memang tidak ada yang salah juga. Tidak ada yang menganggap hal itu tabu juga. Mengurus anak kan bukan cuma tugas istri toh? Seperti paradigma yang banyak dianut masyarakat di Indonesia. Bahwa urusan anak-rumah-dapur adalah tugas istri. Bapak-bapak ya tugasnya cari duit di luar rumah. Jadilah beban seorang ibu-ibu Indonesia terasa beratnya. Kalau pun suaminya mau berbagi tugas mengurus anak, nanti judgment dari lingkungan luar yang membuat suami (dan tentu istrinya) jadi merasa di posisi yang salah. Masa suaminya disuruh gantiin popok anaknya? Kok suaminya sih yang belanja ke pasar? Itu ibunya ke mana kok yang ngasuh anak-anaknya malah bapaknya? dst.

Saya merasa bersyukur. Kalau tidak pernah menjalani kehidupan di Belanda, mungkin suami tidak akan banyak belajar untuk ikut berperan dalam mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga. Di sini, tidak ada pembantu rumah tangga, semua harus dikerjakan sendiri. Mau tak mau kerja tim sangat dibutuhkan untuk bisa seimbang.

Dulu waktu saya maasih sibuk kuliah dan suami kerja. Kami selalu berbagi tugas beres-beres rumah, masak, dan mengurus Runa. Saat kuliah saya sudah selesai, tidak ada yang berubah. Walaupun saya lebih banyak di rumah, tetapi bukan berarti rumah adalah tugas saya sepenuhnya, bukan berarti mengurus anak hanya menjadi urusan saya. Suami tetap berperan di dalamnya, mengantar jemput Runa, beres-beres rumah, kadang belanja. Kalau “hanya” kerja dan ongkang-0ngkang kaki di rumah, malu dong sama bapak-bapak tatoan tadi, yang lebih luwes mengurus anak. Nanti jadinya machonya berkurang deh.

Being Indonesian in the Netherlands, Pharmacisthings

Ramadhan tahun kedua di Groningen

Alhamdulillah bisa ketemu Bulan Ramadhan lagi, bulan mulia, bulan di mana setan-setan dibelenggu dan dilipatgandakannya pahala.

Ini puasa ke-2 saya dan Runa di Belanda. Ramadhan kali ini bertepatan dengan musim panas yang mana siangnya lebih puanjaangg. Dulu pas pertama kali menjalani puasa di sini saya agak khawatir, bisa gak yaa puasa 19-20 jam? Tapi ternyata sebulan itu terlewati juga dengan baik, bolongnya puasa hanya karena lagi ada tamu bulanan aja. Tahun ini? Saya merasa lebih santai.. Yowes jalani saja, pasti selalu ada hikmahnya, disyukuri. Meskipun tetap kangen dengan suasana Ramadhan di Indonesia, ada tarawih di mesjid deket rumah, kalau nunggu buka sambil denger kultum di tv, penjual ta’jil yang melimpah di mana-mana, sampai masakan mama yang lezat. Di sini harus masak-masak sendiri, hiks… *salim sama tukang nasi goreng tektek dan tukang martabak keju* Continue reading “Ramadhan tahun kedua di Groningen”

Pharmacisthings, Tentang Menulis

Apoteker Bercerita

Suatu kali teman saya yang dosen di farmasi me-mention saya di fesbuk. Mahasiswanya ada yang bikin status seperti ini (maaf ya Dek saya upload di sini statusnya, tenang kan nama disamarkan, hehe). Antara pengen ngakak dan juga seneng masih ada yang baca blog kami di apotekerbercerita. Ngakak karena saya disebut-sebut sebagai ‘lulusan FKK di masa lalu’, berasa saya berasal dari zaman batu saking tuanya, haha.. padahal saya masih seangkatan pula sama temen saya yang dosen muda itu. Saya angkatan pertama FKK, tahun 2006.. jarak ke angkatan FKK paling muda sekarang 2014, cuma juga 8 tahun *cumaa Moon.. cumaa.. itu kalo anak udah SD kelas dua*. Seneng karena ternyata dari tulisan saya bisa ternyata mengena untuk si anak FKK tersebut, dia bisa merasakan apa yang saya tulis berarti. (oiya saya nyebut ‘saya’ doang tanpa Tim Apotekerbercerita lainnya karena saya satu-satunya FKK di dalam tim, lainnya anak STF, dan Sang Ilustrator tentu, hehe).

"Lulusan FKK di masa lalu..."
“Lulusan FKK di masa lalu…”

Continue reading “Apoteker Bercerita”

Mom's School stuff, Pharmacisthings

Tanya Jurusan (Schooltalk PPI Belanda) – FARMASI

Beberapa hari yang lalu, saya diajak temen untuk ikut ngisi Schooltalk bersama PPI Belanda. Jadi PPI Belanda memfasilitasi mahsiswa Indonesia yang ingin bertanya lebih lanjut mengenai jurusan di univ Belanda. Hampir semua jurusan ada.. Saya dan teman saya di Utrecht akan sharing mengenai perkuliahan S2 Farmasi.

Formatnya berupa live chat di whatsapp. Peserta mendaftar dulu lewat panitia PPI Belanda, pertanyaan dikumpulkan. Kemudian kami menyiapkan dulu jawabannya beberapa hari sebelum live chat. Setelah sesi penjabaran tanya jawab, peserta boleh melemparkan pertanyaan kembali tetapi melalui moderator.

Berikut pertanyaan dan jawaban yang sudah dirangkum oleh Widya dan Cita dari Drug Innovation-Pharmaceutical Sciences, Utrecht University, saya dan Laras (dari jurusan yg sama dengan saya, tapi memilih free track dengan research di dept berbeda). Semoga yang kemarin ga sempat ikutan acara ini bisa tetep terinfokan.

 Sesi Pertama.

Pertanyaan:

1. Apa jurusan master yang Anda ambil? Bagaimana sistem perkuliahannya? Continue reading “Tanya Jurusan (Schooltalk PPI Belanda) – FARMASI”

Being Indonesian in the Netherlands, Pharmacisthings

Ramah itu Menyemangati

Saya paling seneng kalau ketemu orang ramah. Dampak yang dia bawa jadi positif banget. Bawaannya kita jadi ikut ramah, ikut seneng, dan ikut senyum. Berasa sehat deh badan dan berasa damai dunia

Katanya sih orang Indonesia itu ramah-ramah. Katanya orang bule itu apatis. Hmm.. kalo kata saya mah itu mah tergantung orangnya sendiri.

Di Indonesia banyak juga saya suka nemu mbak-mbak jutek di supermarket, mas-mas nyebelin di angkot, yang bikin kita jadi ikut menarik bibir ke bawah gegara ngeliat dia.

Tapi sering kali juga saya nemu mamang-mamang batagor yang ramahnya bukan main, kalau saya lewat suka nyapa, kalau saya beli suka basa-basi nanya, “Kemana aja Neng jarang keliatan?”. Ada juga mbak-mbak murah senyum yang ketemu di metromini, dia ngegeser duduknya kalau kita mau duduk atau mau lewat. Continue reading “Ramah itu Menyemangati”

Life is Beautiful, Mom's School stuff, Pharmacisthings

Farmasiku Dulu dan Kini

Rasanya saya dulu pernah bikin tulisan ini. Tapi saya cari-cari di ‘perpus’ blog saya kok gak ada ya. Yowes, karena foto-fotonya masih ada ya saya bikin lagi aja deh tulisannya. Itung-itung sambil mengobati rasa kangen saya pada kampus dan fakultas/prodi saya, hehe..

2006-2016 Udah hampir 10 tahun berarti saya punya keluarga di Sekolah Farmasi ITB 2006 dan 9 tahun kebersamaan saya dengan FKK (Farmasi Klinik dan Komunitas), si prodi muda farmasi. Penjurusan di FKK memang dimulai di tahun kedua kuliah. Tahun di mana saya menemukan keluarga kedua saya dan akhirnya saya bisa menemukan kenyamanan belajar farmasi.

Saya kangen 33 saudara saya di FKK. Kami si anak sulung yang banyak melewati trial dan error. Kenapa anak sulung? Iyah FKK itu baru ada pas angkatan saya dan baru diakreditasi setelah kami lulus. Mangkanya itu kami merasa lebih deket karena kami melewatinya bareng-bareng. Saya salut pada dosen-dosen farmasi ITB yang percaya bahwa prodi FKK itu penting dan perlu, bahwa farmasi ga melulu soal formulasi dan industri. Saya salut pada semua saudara sesulung saya yang berani mengambil pilihan menjadi si anak pertama. Tahu sendiri jadi anak pertama ga gampang toh? Jadi ortu aja ngedidik anak pertama banyak trial error-nya, gimana ngedidik prodi yang baru didirikan? Saya salut pada kepercayaan Bapak Sigit (alm.) dan dosen-dosen yang memperjuangkan FKK, karena merekalah kami ada dan bisa berkarya sampai sekarang. Ah, pak Sigit, andai Bapak ngeliat anak-anak sulung Bapak sekarang.. Continue reading “Farmasiku Dulu dan Kini”