Europe, etc, Travelling time!

Biru-Putih Santorini

Trip kali ini saya benar-benar lost. Karena satu dan lain hal, saya gak ikut menyiapkan itinerary sama sekali, googling tempat-tempat yang akan kami kunjungi, apalagi membayangkan tempatnya seperti apa. Biasanya kamu menyusunnya bersama. Untung suami yang sigap, merencanakan semuanya.

Maka begitu ketika kami sampai di Santorini, saya juga gak tahu sama sekali apa-apa yang bagus di sini. Saya cuma tahu dari beberapa teman yang sudah ke sini, katanya Santorini itu cantiiiik banget. Good escape dari cuaca Belanda yang moody. Ternyata memang, cuaca cerah dan matahari hangat menyambut kami.

Santorini adalah pulau yang terletak di Laut Aegean, sekitar 200 km dari pulau utama Yunani. Nama Santorini diambil dari nama Kerajaan Latin di abad ke-13 Saint Irene, merupakan nama yang diambil dari katedral tua.

Saya juga baru tahu setelah sampai di sini, ternyata Santorini ini adalah sisa-sisa dari bekas erupsi volcano beribu tahun yang lalu (disebut Caldera). Erupsi terbesarnya adalah Minoan eruption, disebut juga Thera eruption. Maka, Pulau Santorini juga terkenal dengan nama lain Thera.

Apa saja yang bisa dinikmati di Santorini?

Ibu kota Santorini adalah Fira, bandaranya juga terletak di sana. Tapi tempat yang terkenal senagai daerah wisatanya adalah Oia. Di Oia, warna putih dan biru mendominasi. Bangunan-bangunannya terbuat dari semem bertumpuk-tumpuk, diselingi dengan tangga. Warna biru menemani warna putih yang mendominasi. Memberikan efek sejuk pada mata. Salah satu spot utama yang terkenal di Santorini. Tiga kubah biru, yang merupakan gereja. Spot tersebut menjadi incaran untuk berfoto.

Sunset di Santorini

Salah satu yang para turis incar di Oia, Santorini adalah momen matahari terbenam. Panorama langit, laut, matahari yang berpadu dengan cantiknya kota sangat menarik untuk dinikmati. Guratan warna merah-oranye-kuning yang menyatu dengan birunya laut dan langit sangatlah indah. Berbondong-bondong para turis ini menuju spot di mana sunset dapat terlohat jelas. Di bulan April ini sunset jatuh pada pukul 20.00-20.30. Tetapi sejak pukul 19.00, spot tersebut sudah penuh turis, yang ingin mengabadikan momen dengan berfoto. Ketika sunset tiba, dan matahari sudah tenggelam sama sekali, terdengar tepuk tangan dari mereka. Menandakan berakhirnya momen sunset. Kalau kita mah bilangnya Subhanallah.. Masya Allah.. Maha Besar Allah yang menciptakan keindahan tersebut.

Jika ingin berkunjung ke Santorini, waktu terbaik adalah selepas winter dan sebelum winter datang. Bahkan beberapa penginapan di Oia hanya buka 6 bulan saja (mungkin saat pertengahan spring-summer-pertengahan autumn). Sisanya ketika winter, mereka tutup, untuk renovasi. Selain itu, mungkin karena cuaca dingin juga sih. Ramainya turis juga bisa ditemukan sepanjang 6 bulan tersebut.

Dengan magnet pariwisata di Santorini yang sangat kuat ini membuat Greece tetap bisa bertahan di tengah terjangan krisis ekonomi yang menimpa mereka. Tidak aneh sih, bisa dibayangkan berapa devisa yang mereka dapatkan dari pariwisata. Pelayanan mereka juga sangat prima untuk turis. Dari mulai pengurus penginapan sampai pelayan resto mereka sangat profesional sekali. Yunani saja “hanya” memiliki beberapa pulau untuk spot wisata bisa bertahan dari sana. Mungkin seharusnya Indonesia yang punya ribuan pulau dan berbagai pusat wisata juga bisa melejitkan potensi devisanya. Jadi turis gak cuma kenal Bali lagi, Bali lagi.

Europe, etc, Travelling time!

Derby Inter vs Milan di San Siro

Masih dalam rangka #30DWC, meski saat ini lagi liburan dan kami keliling-keliling, saya paksakan juga tetap menulis sesuatu. Justru masih dalam suasana libur, jadi cerita yang saya mau tulis masih panas. Kebiasaan kalau sudah pulang, selesai libur, semua cerita yang mau ditulis malah keburu menguap. Sayanya juga terbawa malas. Ditambah pressure menulis yang isinya harus berbobot.

Mumpung masih hangat nih ya.

Menonton bola langsung di stadium sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar saya ingin lakukan. Menonton liga-liga terkenal di dunia secara live memang menggiurkan, membayangkan sensasi berasa satu tempat dengan pemain-pemain terkenal. Kali ini suami yang ngebet banget ingin nonton, tim kesayangannya bermain, match derby pula di Milan. Saya sih hayuk-hayuk aja.

Kalau dulu, mungkin saya akan excited banget. Tapi makin ke sini, antusiasme saya dalam menonton bola semakin meluntur (seiring bertambahnya usia haha). Kalau dulu saya akan bela-belain bangun dini malam untuk nonton tim favorit saya berlaga, atau menonton pertandingan seru antar dua tim terkenal. Sekarang mah woles aja, padahal jam nonton bola di Belanda masih bersahabat, kadang siang, sore, atau malam di bawah jam 9. Mending waktu saya dipakai untuk tidur. Dulu saya sampai hapal siapa-siapa pemain, pelatih, siapa yang ada di atas klasemen dan siapa top scorer. Sekarang, cukup tahu siapa yang menang aja.

Jadi sewaktu saya melangkahkan kaki ke Stadium San Siro, stadium yang membesarkan nama pemain favorit saya dulu, Pippo inzaghi, saya merasa biasa-biasa saja. Tidak seperti suami yang heboh banget, beli atribut Inter Milan supaya nonton bolanya makin seru.

Duh penuh gini stadium, kayaknya gak children friendly buat Runa, pikir saya (hyaeyalah). Kami mengantri di gate 9. Ketika sudah lama mengantri dan diperiksa tiket dan identitas, eh kami disuruh ke gate 5, karena bawa anak. Anak-anak ternyata perlu tiket, meski gak bayar. Jadilah kami mengantri lagi. Untung gak lama, kami pun masuk. Ternyata tempat duduk kami di deretan 300 itu berada paliiingg atas. Saya udah cemas aja ketika masuk stadium yang kecium adalah bau rokok, cimeng (ganja), dan gerombolan laki-laki Itali yang gogorowokan. Syukur tempat kami di atas cukup nyaman. Saya dan Runa bisa duduk, sementara suami berdiri di belakang (Runa memang gak dapat tempat duduk). Sebelah Runa adalah anak muda yang minim ekspresi, gak ribut. Sebelah saya adalah bapak-bapak necis yang sibuk berkomentar sepanjang pertandingan. Di depan kami bapak dengan dua anaknya yang mungkin berusia 8-10 th.

Tapi memang beda hawa-hawa nonton di stadium itu. Semua orang bersuka cita menanti timnya berlaga, melakukan yel-yel, teriak-teriak, ber-AH-OH, dan tepuk tangan bersama-sama. Suami udah ikutan aja. Saya sama Runa cukup duduk manis aja, sambil ngemil.Di waktu break, kami yang lapar malah buka kotak bekel makan nasi. Di awal babak kedua, Runa dengan santainya tertidur di pangkuan saya, di tengah berisiknya para penonton. Runa pulas sampai peluit panjang babak kedua ditiup

Kekurangannya nonton live ada juga. Pertama gak bisa lihat siaran ulang. Kedua, gak tahu siapa yang lagi ngegiring bola, bahkan yang ngegol-in. Posisi duduk kami kan jauh dari lapangan. Ketiga, gak bisa nyelonjorin kaki sambil makan kacang kayak kall nonton depan tipi.

Pada akhirnya derby memang berakhir dramatis 2-2. Padahal awalnya Inter memimpin 2-0. Hal ini membuat fans Inter di tempat duduk kami berteriak-teriak kecewa. Tapi mau gimana lagi. Sepak bola memang tak ubahnya candu seperti cimeng dan penuh drama seperti sinetron punjabi. Bagaimanapun juga untuk saya, cukup sekali saja nonton live sambil bawa anak. Besok-besok mending nonton di rumah, itupun kalau saya gak tidur.

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Italy? Choose the cities first

Sudah lama gak nulis tentang trip atau jalan-jalan ala Monik and Family. Masih ngutang Trip to Spain (Malaga and Granada), Trip to Bremen (yang udah ketiga kalinya saya ke sana), dan tentunya spiritual trip to Mekah dan Madinah. Deuh utangnya banyak cuy, kenapa saya anggap hutang? Karena menurut saya pengalaman tersebut harus dituliskan, supaya saya pribadi punya kenangan yang bisa dibaca dan dibuka kapan saja, ganjel aja gitu kalau ga dituliskan. Selain itu juga untuk sharing ke orang lain yang mungkin punya rencana trip yang sama dengan saya, jadi memudahkan juga toh.

Okeh, mumpung yang ini masih agak fresh, saya cicil cerita trip saya.

Jadi Trip to Italy ini adalah the first buat saya dan Runa jalan-jalan tanpa Si Ayah. Saya dan Runa “bertugas” menemani Mama dan Papa jalan-jalan ke tanah kelahiran Leonardo da Vinci tersebut, Negara di bagian Eropa Selatan. Suami memang lagi gak bisa nemenin karena cutinya udah tipis, dipakai untuk haji kemarin. Alasan lain saya mau aja berangkat gak sama suami yaa karena saya sendiri belum pernah menjejakkan kaki ke negara pizza tersebut. Yang kedua, kapan lagi ini anaknya bisa ngajak orang tua pelesir ke negara orang (yang juga belum pernah ke sana), yang katanya penuh dengan karya budaya dan berseni tinggi? Continue reading “Trip to Italy? Choose the cities first”

Being Indonesian in the Netherlands, Europe, etc, Groningen's Corner, Travelling time!

One Day Trip to Bourtange

Menyambut weekend minggu kemarin, saya diajak Mbak Frita jalan-jalan ke Bourtange, salah satu obyek wisata di Provinsi Groningen. Letaknya sebenarnya cukup jauh dari pusat Kota Groningen, hampir ke perbatasan Jerman, ke arah selatannya Groningen. Saya yang lagi lowong pun mengiyakan saja, lumayan bisa sekalian cek lokasi kalau nanti mau ke sana lagi ngajak Mama dan Runa.

Ada beberapa cara untuk bisa sampai ke Bourtange. Kami memilih untuk naik bus. Kebetulan saat zomer vakantie ini ada promo dari Qbuzz Groningen, dagkaart 10€ (untuk 2 orang), bisa naik bus ke seluruh wilayah Provinsi Groningen seharian! Murah banget itu mah namanya. Kebetulan kami memang ber-4 (saya, Mbak Frita, Mbak Esmi, dan Laras), jadi pas beli tiketnya. Oiya ditambah Muti, anaknya Mbak Frita, tapi anak-anak sih masih gratis bayar transportasinya. Continue reading “One Day Trip to Bourtange”

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Hallstatt: Si Desa Tambang Garam Tertua

Hallstatt, the fairytale village
Hallstatt, the fairytale village

Hallstatt. Awalnya, saya juga gak terlalu ngeh Hallstatt itu semacam apa, kota-kah, site wisata-kah, atau apa..? Cuma waktu saya lagi nyusun rencana travelling ke Austria, saya nanya ke sahabat saya, Laras (dia sudah ke Salzburg dan Innsbruck sebelumnya), kalau di Austria yang layak untuk dikunjungi itu apa? Dia bilang Hallstatt.. Kemarin dia belum mampir ke sana. Eh Hallstatt apaan? Kata saya. Itu lho yang desa di kelilingi pegunnungan, tempatnya kaya di dongeng-dongeng. Jawab Laras.

Lah.. makin ga kebayang deh. Sudah saya googling juga, tapi belum dapat gambaran yang pas tentang Hallstatt. Begitu saya bilang ke suami tentang Hallstatt, dia langsung oke. Katanya terkenal sih itu. Ternyata Pidi, si sahabat saya yang tinggal di Austria juga sudah pernah ke sana. Bahkan dia cuma sehari pulang pergi, katanya cukup. Continue reading “Trip to Hallstatt: Si Desa Tambang Garam Tertua”

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Munich: The Bavarian State

Trip dalam rangkaian Austria Trip, cerita sebelumnya: Trip to Salzburg, Trip to Hallstatt, dan Trip to Innsbruck

Last stop: Munich! atau München dalam Bahasa Jerman-nya. Kami sengaja memilih Munich sebagai kota terakhir dari Trip Austria kami karena 1. Tidak ada pesawat langsung dari Innsbruck ke Belanda, 2. Kalau balik lagi ke Salzburg untuk pulang sayang, ya jauh lagi (sama sih jauhnya dengan ke Munich sebenernya, 3. Biar bisa sekalian jalan-jalan dan melihat Munich, walaupun cuma setengah hari. Saya juga ingin mengunjungi teman saya yang menetap di Munich, Uni Novie, sahabat waktu kuliah apoteker dulu. Ia dan keluarganya sudah menetap di Munich sejak 3 tahun yang lalu.

Innsbruck Hbf
Goodbye Innsbruck @Innsbruck Hbf

Dari Innsbruck ke Munich kami kembali memakai jasa OBB (Austria’s largest mobility service provider), seperti dari Salzburg ke Hallstatt, dan dari Hallstatt ke Innsbruck. Kami memesan perjalanan dari Innsbruck ke Hallstat yang cukup pagi dan cukup murah, hehe.. Jadi jam 9 kami kereta OBB dulu lalu sampai Kufstein Bahnhof baru ganti dengan kereta menuju Munich. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, train Austria ini cukup nyaman, di kereta ini malah ada spot khusus anak-anak untuk nonton biar tidak bosan, Runa anteng deh di pojokan. Space untuk menyimpan koper juga tersedia cukup luas. Di Kufstein Bahnhof kami pindah kereta, sebelum naik kereta menuju Munich diperiksa passport dan resident permit dulu ternyata. Cukup ramai orang yang naik kereta ini, untung kami masih dapat tempat duduk. Continue reading “Trip to Munich: The Bavarian State”

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Innsbruck: The Capital City of Alpen

Halo! Menyambung postingan dari Trip Austria sebelumnya nih, wadoh telat banget ya.. Gak papa lah ya. Yang penting ditulis juga walaupun udah agak lama, hehe. Day 1 sampai Day 4, kami sudah memutari Salzburg dan Hallstatt. Di Day 4, sore hari dari Hallstatt, kami melanjutkan perjalanan menuju Innsbruck dengan kereta. Perjalanan dari Hallstatt ke Innsbruck sekitar 4.5 jam.

Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan berupa bukit, gunung, pohon, banyak yang hijau-hijau dan segar. Bikin mata jadi terasa sehat. Kan katanya menyejukkan mata dan menenangkan. Runa sampai berdendang lagu favoritnya, Pemandangan, dan liriknya sudah sesuai sama pemandangan aslinya. Memang Innsbruck ini terletak di persimpangan perbukitan Valley, yang terbentang antara Muncih (Jerman) dan Verona (Italia).

Pemandangan di kereta sepanjang Hallstatt-Innsbruck
Pemandangan di kereta sepanjang Hallstatt-Innsbruck

Continue reading “Trip to Innsbruck: The Capital City of Alpen”

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Salzburg: Menelusuri Jejak ‘Sound of Music’

Apa yang terbayang begitu mendengar kata Salzburg? Pemandangan gunung Alpen? Scene film Sound of Music? Mozart? Atau semuanya?

Kalau saya sih paling ngeh sama Sound of Music-nya. Memang sebagian besar dari setting Film Sound of Music dilakukan di Salzburg, Austria. Bahkan sampai sekarang spot tersebut menjadi bagian dari tur wisata yang wajib dikunjungi oleh turis. Itulah salah satu yang kami cari dari trip Salzburg ini.

Kami menghabiskan waktu sekitar 1.5 hari untuk mengitari Salzburg. Cukuplah.. karena Salzburg sendiri bukan kota besar. Luasnya saja ga sampai setengahnya kota Bandung, hehe.. So, kalau mau mengunjungi Salzburg persiapkan waktu sekitar sampai 2 hari pun sudah dapat semua di sana. Tapi kemarin kami terbantu daylight saving time, jadi waktu malam jadi agak mundur sehingga jalan-jalan sampai pukul 8 malam pun masih terasa jalan sore (langit masih terang), efeknya badan jadi gak kerasa capek, mikirnya ‘ah belum malam ini’.

Oke, jadi ini spot yang kami kunjungi di Salzburg: Continue reading “Trip to Salzburg: Menelusuri Jejak ‘Sound of Music’”

Europe, etc, Travelling time!

Trip to Aberdeen

Ga banyak yang bisa dieksplor dari Aberdeen sebenarnya. Lha iya wong bukan kota wisata, tapi kota pekerja minyak. Aberdeen adalah kota minyak. Jadi sejak ada penemuan minyak di North Sea pada tahun 1970-an, Aberdeen terkenal sebagai the Oil Capital of Europe or the Energy Capital of Europe. Banyak banget perusahaan minyak bercokol di sana. Itulah kenapa suami ditugaskan ke Aberdeen, untuk mengikuti training OFS3 dari Slamberseh. But thanks to the assignment in Aberdeen, we just had planned to visit UK, dan akhirnya holiday kami diakhiri di Aberdeen. Di mana suami setiap hari pergi pagi dan pulang sore untuk training, saya dan Runa leha-leha di hotel dan main ke rumah temen kami yang tinggal di sana.

Kalau pertama lihat kotanya, pasti berasa lho kok suram banget ya nih kota, tapi pas udah berikut-berikutnya.. tetep sama kesannya deng, suram, heu. Mungkin karena warna dari kota ini yang ga colorful, semuanya abu-abu. Jadi kebanyakan bangunan di Aberdeen dibuat dari granit, kota ini juga penghasil granit terbesar lo, mangkanya Aberdeen juga dinamakan Granite City, the Grey City.

Jadi trip kami di Aberdeen kali ini full diservis oleh keluarga Bapak Luthfi Hady dan Ibu Yuni. Mulai dari ngejemput kami di Edinburgh sampai menemani kami selama seminggu di sana. Nuhun pisaaannn! Dari Senin sampai Jum’at setelah siang daku sama Runa selalu menyambangi Yuni di rumah. Memang sengaja kami minta dipesenin hotel yang deket sama apartemennya Luthfi, tinggal nyebrang aja gitu loh. Makan siang, ngemil, sampe makan malem dan nonton di sana. Kalo ga ada Yuni, daku ama Runa bakal mati gaya selama nungguin ayahnya Runa training. Judulnya mah trip ke Aberdeen ini mah trip silaturahmi, di sana kami juga ketemu Bonang (sohib Mas Fajar sejak pertama kali nyebur di Slamberseh) dan juga ketemu Vjay (temen sekelas daku, Mas Fajar, dan Luthfi pas SMA), Ajaib pisan bisa ngobrol sama dia, secara kami semua punya dunia masing-masing, ga segenggong. Eh aku ama suami sih segenggong ding, haha.

Oke, skip. Salah satu wisata yang rada terkenal di Aberdeen, atau mungkin Aberdeenshire lebih luasnya, itu adalah Stonehaven. Yaa tebing dan ada lautnya gitu, terus ada kastil kecil di ujung tebing.. Pas sampe sana, kita mah tetep ngampar dan buka bekel makan siang, hehe..

Stonehaven Aberdeenshire
Stonehaven Aberdeenshire. Sori berdua aja, Runa lagi bobo di stroller.

Continue reading “Trip to Aberdeen”

Europe, etc, Travelling time!

One Day Trip to Glasgow

Jadi salah satu trip kami di Skotland adalah ke Glasgow. Sebenernya gatau juga ada apa yang bagus di kota ini. Tapi berhubung Glasgow cuma sejam perjalanan dari Edinburgh dan kami juga punya sahabat yang tinggal di sana jadi ya kami jabanin juga deh main ke Glasgow. Yangi (sahabat yang mengundang saya ke Glasgow) sudah menyiapkan tiket PP dari Edin ke Glasgow. Katanya sih sehari aja cukup sih muterin Glasgow mah. Oke deh, jadi kami berangkat jam 10 dari Edinburgh bus station dan sampai jam 11. Sampai sana langsung diajak ke spot utama Glasgow, eh ternyata spot tourism utamanya si universitasnya, oalaah.. Tadinya bingung juga emang segimana banget sih univ-nya kok sampai populer buat tourism. Bahkan katanya dulu Harpot mau syuting di sana juga, tapi ga jadi kan.. karena kampus ga setuju, bisi ganggu aktivitas akademik meureun.

image
Tampak depan Glasgow University. Bolehlah… Ga semua perkuliahan juga sih dilangsungkan di sini.Jadi tetep ada cabang Univ Glasgow di bagian lain, kayak Yangi di RS malah kuliahnya. Biasanya ini dipake buat wisuda, sidang, dll Spot ini kaya Academic Gebouw di Groningen-lah.. Tapi jauhlah sama RuG mah.

Continue reading “One Day Trip to Glasgow”