Motherhood

Fatherhood (2): Papa

Kali ini saya ga akan cerita tentang suami saya mengenai ke-fatherhood-an-nya, tapi saya akan cerita mengenai papa saya. Sebelumnya saya sudah pernah berbagi kisah tentang uniknya papa saya ini. Tetiba ya kangen aja sama si papa, kok sama mama enggak? Mama baru ke sini sih Desember-Januari kemarin, terus kalo sama mama lebih sering skype-an dan whatsapp call. Sama papa lebih jarang, paling weekend aja. Dan emang jarang ngobrol juga sama papa.

Bilang kangen langsung sama papa? you wish! Saya ga pernah berkata-kata romantis sama ortu, karena kebiasaan kali ya. Bentuk keromantisan kami bukan dari untaian kata-kata apalagi puisi dan lagu. Ya.. “cuma” dari pertanyaan khawatir papa dan mama tentang bagaimana saya sekeluarga di sini, “cuma” dari bentuk perhatian mengenai kapan saya lulus, kapan rencana pulang, gimana Runa dan Mas Fajar. Padahal pengen juga sih bilang ‘I love you Ma, Pa‘ atau Kangen nih sama mama, papa, kakak, dan si Pay2 (adek saya, bukan nama kucing). Ga pernah itu keluar dari mulut saya cuy, meski kami dipisahkan belasan ribu kilometer dan ketemu mungkin setahun sekali. Walaupun memang rasa sayang dan kangen itu makin berasa setelah kami jauh.

Nah, mangkanya sekarang saya selalu membiasakan ngobrol dengan kata-kata manis dan romantis sama Runa, *walaupun kalo ke suami saya juga tetep ga bisa seromantis itu, tapi sekarang agak lumayanlah, saya cukup romantis*. Saya suka bilang “I love you Runa, Runa love Bunda gak?”. Runa akan menjawab “Iya.. Runa love Bunda, Runa juga love Ayaah.”. Mudah-mudahan kebiasaan ini berlangsung sampai Runa besar ya. Continue reading “Fatherhood (2): Papa”

Lifestyle, Love.., Motherhood

Role model: Papa

Papa.

Ga banyak kata dan cerita tentang sosok seorang papa, sama seperti orangnya, yang juga ga banyak berkata-kata. Bahkan untuk orang yang ga kenal papa, orang berasumsi kalo papa orang yang galak dan dingin. (Mungkin dari situ ya sifat pendiam saya mengalir –what monik pendiam? Ahahaha).

Papa seperti layaknya sosok bapak-bapak kebanyakan: tenang, diam, lebih banyak bekerja daripada bicara. Kalau digambarkan dalam cerita, papa pas seperti ayahnya si Ikal dalam Laskar Pelangi. Dia kecewa atau dia senang, kelihatannya sama. Sama-sama tetap sayang sama anak-anaknya.

Papa adalah penyeimbang mama dalam segala hal. Mama blak-blakan, papa memendam. Mama banyak cerita, papa mendengarkan. Mama banyak mengomeli anak-anaknya supaya nurut, papa cukup diam sudah bisa membuat kami terdiam. Mama berhemat, papa suka ngasih uang jajan lebih (hahaha). Dan masih banyak lagi.

Kadang-kadang saya juga bingung, kenapa papa saya unik begini.. rasanya pengen punya hubungan ayah-anak yang romantis, seperti di pelem-pelem barat itu looh.. hubungan ayah-anak perempuannya itu kan katanya sangat spesial. Seorang ayah yang ingin selalu melindungi putrinya. Tapi memang, mungkin pendekatan hubungan antara saya dan papa berbeda dengan yang saya lihat di film-film tersebut. Namanya juga sifat orang beda-beda ya.

Papa memang jarang (ato ga pernah ya? err..) bilang ‘i love you’ sama anak-anaknya, juga ga mengungkapkan lewat pelukan dan ciuman kebapakan, juga bukan tempat curhat yang baik. Mungkin kasih sayangnya memang tidak disalurkannya melalui hal-hal menye kaya gitu..

Tapi selalu ada hal-hal yang membuat saya yakin walaupun papa bukan tipe romantic father, but he truly loves me.

Ada 1 hal yang unik

Dari sejak saya SD sampai kuliah, kalau berangkat pagi saya selalu diantar papa. Pulang pun kalau sore/malam dijemput papa. Setiap saya semobil dengan papa, saya PASTI SELALU TIDUR di mobil, mau pagi, sore, malem, mau duduk di sebelah papa atau di bangku belakang, pasti saya ketiduran. Yah, mungkin suasana mobil yang sepi, seperti biasa si papa ga banyak ngomong, paling cuma nanya: “gimana ujiannya tadi?” atau karena suara radio elshinta yang isinya berita bikin daku ngantuk, heuheu.. Saya tidur dari awal naik mobil sampai nyampe tujuan. Tapii.. walaupun saya tertidur, di sebelah papa, papa engga pernah sekalipun membangunkan saya atau protes berasa dianggep sopir gitu, ditinggal tidur. Si papa pasti membiarkan saya yang masih ngantuk karena berangkat pagi, atau udah cape karena pulang malem. Padahal papa kan juga cape, terus saya tidur, papa nyetir? Memang anak tida tau diuntung, hahaha.. He never wakes me up, until we arrive to the destination.

Itu aja udah cukup bagi saya untuk menandakan bahwa papa sayang anaknya.

Sifat lain papa yang saya suka adalah. Papa itu orangnya bersih dan apik. Walaupun laki-laki papa ga pernah gengsi buat nyuci piring, nyuci baju, nyapu, ngepel, bahkan masak. Papa melakukan contohnya dengan tindakan, bukan dengan kata-kata (dan itulah sebaik-baiknya teladan). Sifat perfeksionisnya dalam bebersih ini yang nurun ke saya, alhamdulillah karena liat papa pembersih jadi alam bawah sadar saya pun mengikuti polanya.

Nah, sekarang saya punya anak perempuan yang cantik.. I wondering, how my husband will be a father for my daughter? I bet they will be have a special-unique relationship too 🙂

Good luck ayah, for becoming her superdaddy..

“A father has to be a provider, a teacher, a role model, but most importantly, a distant authority figure who can never be pleased. Otherwise, how will children ever understand the concept of God?”
― Stephen Colbert

image