Journey, Just Learning, Life is Beautiful

Selalu Ada Jawaban

Pernah ga mengalami hal kayak gini: Keseeeel banget sama suatu kondisi yang terjadi sama kita dan bahkan cenderung kurang bisa menerima kondisi tersebut, tapi kemudian ketika hati sudah mulai melunak dan menerima, eh muncul banyak sisi baik dari kondisi tersebut.

That happened to me during this 3 months. 3 months with many unexpected changes, which I really really HATE IT at the first time,  then still denied it for the next following days and months, but then I realized that actually everything was not too bad, even I got a kind of ‘break’ from this situation.

Singkat cerita, selama bulan Januari-April ini saya dan keluarga mengalami beberapa perubahan kondisi dan detour, di Bekasi-Bandung-Duri. Di saat saya dan keluarga lagi nyaman-nyamannya nih dengan kondisi saat itu, eh jengjeng ada yang harus berubah. Di apartmen bertiga, ga pake bibik ga masalah. Runa walaupun lagi lasak tapi saya udah mulai kebiasa, olshop lagi lancar, punya geng sosialita di apartmen, lagi mulai mo ngisi rumah yang di komplek dan rencana pindah ke sana. Everything was going well.

Tiba-tiba nih, kita (harus) mengalami pergeseran dari zona nyaman kita ini. Ini yang sebenernya bikin saya empet selama hampir 2-3 bulanan ini. Panjaaaaang deh mo diceritain, bisa-bisa esmosi deh aing (tuh kan). Waktu itu saya pikir sebenernya kami masih bisa punya pilihan untuk menolak “hal itu” tapi dikarenakan “oknum-oknum” yang menyebalkan jadi semuanya kaya ketimpaan ke saya dan Runa tentunya. Si Ayah jadi “kambing hitam” untuk jadi engineer yang ditransfer ke Duri, padahal aslinya bukan dia yang harusnya ke sana, sekali lagi karena perbuatan si “oknum” tersebut jadilah sudah.. Saya pengen nolak ya gimana ga punya kuasa, mo nurut ya jadi sakit hati.. Apalagi waktu itu si Ayah sampai melewatkan momen ultah pertamanya Runa.

Continue reading “Selalu Ada Jawaban”

Cerita Runa, Journey, Project

Opa dan Si Kecil

Waktu masih bayi, sepenuhnya hidup si bayi bergantung pada emaknya (dan Allah tentunya). Makan minum, pipis dan pup, bobo, ganti baju, dan kebutuhan lainnya diurus penuh sama ibunya. Bayi masih belum berdaya melakukan semuanya sendiri (ya iyaaa, serem-lah kalo masih sebulan terus bisa ngulek cabe di dapur). Sampai bayi bisa beranjak besar dan sedikit demi sedikit bisa mengurus dirinya sendiri.

Sadarkah ketika kita sudah tua dan lemah, bahkan mungkin kehilangan banyak daya ingat, kita dapat kembali seperti bayi? Yang segalanya harus diurus? Seperti itulah yang terjadi pada Opa tersayang saat ini.

You know, after we lost Oma last year, everything change.. We really really REALLY miss her. She just, well she was… She… *even I can’t describe in words*. Saya aja sebagai cucunya sangat merasa kehilangan, apalagi Opa, yang menjadi belahan jiwanya sampai 50 tahun, I can’t imagine his feeling. Setelah Oma duluan pergi, kondisi Opa bener-bener menurun drastis. Opa udah lama mengidap diabetes, saat ini penyakit gulanya membuatnya susah bergerak, sulit berjalan, dan sulit mengingat.

Opa sekarang di Bandung, kadang di rumah Kopo, kadang di Antapani rumah adik mama. Bergantian mengurus Opa. Bisa dibilang Opa kembali lagi seperti anak bayi, yang harus diurus makannya, minumnya, sampai urusan ke belakangnya. Aktivitas Opa pun kebanyakan hanya tidur aja, kadang nonton tivi, kadang saat bicara pun tidak tau apa yang dimaksudnya. Kalau diajak solat berjamaah, kadang ikut saja sambil duduk/tidur. Kadang bertanya kapan bisa pulang ke Padang lagi, kadang nanya ke mana Oma, kadang nanya ke mana anak-anak, apa sudah pulang sekolah, kadang marah kalau ada sesuatu yang ga sesuai hatinya.

Saat ada Opa dan si Kecil di rumah, sama repot mengurusnya. Bedanya kita tidak tahu apa yang bayi inginkan, kalau lapar dia nangis, kalau ngantuk dan cape, dia nangis, begitupun kalau pipis dan pup. Opa sebaliknya, kita bisa gampang bertanya, apa Opa mau makan sekarang, apa Opa mau mandi pagi dulu, apa Opa mau buang air kecil.

Dan bedanya lagi.. Walaupun repotnya mengurus bayi, hati kita terhibur melihat wajahnya, senyumnya, melihat jari-jarinya yang kueccciil, bahkan melihat nangisnya pun kita bahagia. Kalau Opa.. Seeing him like that, really eats my heart from the edge, it tears my feeling. Sedih lihatnya, tapi ga bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa berdoa semoga Allah memberikan yang terbaik baginya.

Nantipun kalau orangtua kita beranjak semakin tua, inget.. Siapa dulu yang mengurus kita waktu bayi, waktu kita ga mampu apa-apa, sampai sekarang bisa lulus kuliah dan kerja? Ga akan bisa terbalas jasa orangtua. Jadi, jika terjadi apa-apa pada orangtua kita, tanpa merasa beban pun kita harus mengurusnya, sama seperti dulu kita diurus beliau-beliau saat bayi.

Mengurus bayi dan mengurus orangtua.. persamaannya lagi adalah.. Sama ikhlasnya, Lillahita’ala.