Being Indonesian in the Netherlands

Me VS Dutch: Scheduling Agenda Appointments (part 2)

Beberapa minggu ini ada hal yang menyentil saya untuk kembali menuliskan mengenai topik ini. Setelah sebelumnya pernah saya ceritakan secara singkat di sini. Dua tahun lebih menetap di Belanda membuat saya semakin banyak disiplin dan latihan mengatur jadwal dan waktu. Terutama jika berhubungan dengan orang lain atau kegiatan yang melibatkan orang lain di dalamnya. Tidak hanya dengan Dutch people juga dengan bangsa sendiri.

Saya dan suami pernah mengalami pengalaman yang agak menggelitik dalam scheduling dengan Dutch ini. Mungkin saya dan suami yang agak sensi, atau memang anggapan Dutch pada Non EU atau Non Dutch atau bahkan pada muslim (saya berjilbab) yang agak meng-underestimate (Mudah-mudahan saja bukan karena alasan ini). Sepengalaman saya sih Dutch itu toleran dan cenderung tidak rasis dan membeda-bedakan. Mungkin saja Kami kurang beruntung bertemu Dutch yang kurang begitu respek.  Continue reading “Me VS Dutch: Scheduling Agenda Appointments (part 2)”

Being Indonesian in the Netherlands

Me and Dutch: Scheduling Agenda Appointments

Ada satu hal esensial yang berubah pada diri saya sejak tinggal di Belanda, yang pastinya lebih esensial dari kebiasaan minum kopi yang meningkat, hehe.. Yang ini agak penting dan menyangkut khalayak orang banyak *lebaay*.

Yaitu: scheduling agenda appointments! Awalnya saya mgerasa biasa aja sih. Soalnya dari dulu saya juga udah punya kebiasaan nulis agenda. Misal hari ini janjian ketemu siapa, besok ada rapat apa, lalu jam sekian harus ke bank dan lanjut ke kantor pos, dan sederet rutinitas lainnya, yang saya catet di buku agenda. Jadi enak aja gitu ngeliat planning dan aktivitas dalam seminggu itu mau ngapain aja.. Hal ini juga membuat saya jadi tetep right on the trackga mencla-mencle kemana-mana. Continue reading “Me and Dutch: Scheduling Agenda Appointments”

Mommy's Abroad, Motherhood

Is It Hard?

You’re doing a master while taking care of your family, is it hard?

Beberapa temen di kampus sempet melontarkan pertanyaan seperti itu. Hmm.. dan jawaban saya pun cuma.. “Yaaa.. it seems hard, but I’ll try”. Bukan jawaban yang menjanjikan.

Beberapa dari mereka cukup heran juga, oh are u already married? oh u have a daughter? Mungkin bukan sesuatu yg biasa gitu kali ya untuk mereka sekolah sambil mengurusi anak yang masih kecil. *Emang buat saya juga ini ga biasa*. Karena kebanyakan dari teman-teman saya yang lanjut master di sini itu masih fresh graduated dari bachelor-nya, ada juga yang udah beres masternya di bidang lain dan lanjut di bidang ini (rajin beut ya), atau memang lagi ambil short course. Kalo mahasiswa PhD di sini yang udah menikah dan punya anak  cukup banyak, jadi mungkin terlihat lebih wajar.

Entah yang bikin herannya itu apakah poin saya sudah menikah (karena mereka pikir saya masih umur 20an *sok muda*, etapi bener lho orang Asia itu emang tampak lebih muda), saya sudah punya anak (untung ga disangka teen pregnancy), atau saya sekolah S2 sambil punya anak. What is your goal? Tujuan saya, ya belajar. Bukan cuma belajar dari bangku kuliah, tapi belajar hidup di sini, belajar membentuk pola pikir, dan belajar “memajukan” diri sendiri, karena ilmu ga ada batasnya (ceileh, sok asik banget kayanya ngemeng gitu) Continue reading “Is It Hard?”