Groningen's Corner

So Long, Tetangga Tersayang!

*latepost*: To Keluarga Pak Taufiq, Mbak Tina, Mas Rayyan & Mbak Mayya

Tinggal di LN, pastinya kadang dilanda rasa kesepian karena jauh dari keluarga, kerabat, dan sahabat. Tentu cemas juga, siapa yang bisa diandalkan di sini kalau tetangga pun bukan orang terdekat? Tapi tidak begitu di Groningen, Alhamdulillah sejak menginjakkan kaki di Groningen, saya selalu dipertemukan oleh saudara tidak sedarah yang menyenangkan. Kami punya perkumpulan pelajar, ada juga halaqah pengajian, juga tetangga setia yang ringan tangan.

Salah satu keluarga istimewa yang saya temui di Groningen adalah keluarga Mbak Tina dan Pak Taufiq. Rumahnya persis di depan rumah saya. Kalau Mbak Tina lagi masak dan buka jendela, bau masakan yang wangi aja tercium. Kalau Rayyan dan Mayya, anak-anaknya, lagi main di luar pasti suaranya sampai kedengeran ke rumah. Terus Runa pasti akan bilang: “Bun, Runa denger suara.. itu pasti Mas Rayyan dan Mbak Mayya!” Selanjutnya Runa pasti minta ikut keluar rumah buat main. Continue reading “So Long, Tetangga Tersayang!”

Being Indonesian in the Netherlands

Silaturahmi Kajuit 2016

Weekend kemarin, kami warga Indonesia di Kajuit, Lewenborg mengadakan silaturahmi reguler (ga tentu sih reguler-nya kapan, tapi kami doyan ngumpul). Tadinya dalam rangka syukuran ultah Runa dan Kinan.. Walaupun dah telat banget sih syukurannya, lha ultahnya bulan Januari, ini syukurannya udah akhir Februari, maklum pada banyak acara gitu deeh. Tapi gak papa, niat baik harus tetap dilaksanakan.

Tuan rumahnya kali ini Keluarga Kajuit 94, Ibu Intan dan Bapak Rully, dan tentunya Kinan si yang berulang tahun. Kami sebagai yang juga punya hajat ikut mempersiapkan menu yang akan disajikan di acara silaturahmi. Antusiasme Bapak Rully dama membuat mie ayam akhirnya mendorong saya untuk melengkapinya dengan bakso dan pangsit. Kegigihan Ibu Intan membuat ayam panggang super lezat saya lengkapi juga dengan nasi kuning resep si Mama. Pokoknya kami saling lengkap-melengkapi deh demi makan-makan enak. Continue reading “Silaturahmi Kajuit 2016”

Journey, Life is Beautiful, Lifestyle

Jauh

Jauh/ja·uh/: panjang antaranya (jaraknya); tidak dekat. Begitu menurut paparan dari KBBI mengenai kata jauh.

Pandangan saya terhadap ‘jauh’ mungkin berbeda dengan yang KBBI bilang. Menurut saya jauh adalah panjang antaranya (jaraknya), tetapi relatif menurut individu tertentu. Sepanjang hidup saya selama 27 tahun ini saya sangat familiar dengan yang namanya ‘jauh’. Gimana enggak, setiap tempat tinggal yang saya huni (di beberapa kota) selalu dikomen orang: “jauh banget rumahnya”. Mungkin jauh sudah menjadi mengalir di darah saya (apa siih).

Saya besar di Bandung, sejak kecil saya tinggal di Kopo. Orang bilang Bandung coret. Emang iya sih, perbatasan kota Bandung dan kabupatennya sudah dilewati sama komplek rumah saya. Tapi saya bersekolah SD, SMP, SMA sampai kuliah di kota (ciyeh, berasa desa ke kota), yang jaraknya dari rumah rata-rata lebih dari 10 km. SD di Kebon Kelapa (Sasak Gantung), SMP di Jalan Sumatera, SMA di Jalan Belitung, kuliah di Jalan Ganesa. Makin tinggi pendidikan saya, makin jauh jarak yang harus saya tempuh. Beruntung papa saya sangat sabar, dari mulai SD sampe saya kuliah selaluuuuuuuu nganterin saya dan kakak saya ke sekolah, bahkan kalo sore-sore sempet ya jemputin juga. Jadi berasa betapa baiknya papaku ini huhu.. dan akunya suka bandel, kalo dijemput papa telat suka ngambek, maafkan anakmu papa.

Sudah biasa buat saya jadi bahan bully-an temen-temen. “Idiihh jauh amat rumahnya”, “Bandung coret yah”, “Ogah, ke rumah Monik entar sampe-sampe ke sana bisa-bisa udah ubanan”. Mungkin sebenarnya selain jauhnya juga, macet jadi masalah di perjalanan dari Kopo ke Bandung. Tapi entahlah.. lagi-lagi macet mungkin juga jadi relatif bagi orang Kopo. Kalo jalanan tersendat-sendat orang udah bilang macet, kita masih bilang lancar merayap. Emang saya juga sempet merasa desperate sama rumah kok ya jauh banget. Lalu si mama akan menjawab panjang lebar sejarah kenapa si papa memilih tempat tinggal di sini. “Dulu ini yaa.. pas mama pertama kali ke rumah ini, sepanjang jalan menuju ke sini itu sawaahh aja.. Mama juga mikir, hah mau tinggal di mana ini.” Baiklah mama.. daku menyerah.. Alhamdulillah juga ya punya rumah. Papa sudah mengambil keputusan terbaik menghuni rumah di Kopo.

Continue reading “Jauh”