Being a Student Mom, Just Learning

Pengalaman Menjalani Kuliah secara Online

Saya mau sharing sedikit pengalaman selama mengikuti kuliah online di masa pandemi ini. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, mayoritas kegiatan perkuliahan di universitas dilangsungkan secara online. Ada juga yang menggunakan metode  hybrid katanya. Semacam kombinasi aa tatap muka juga, ada online-nya juga. Untuk meminimalisasi adanya kerumunan massa, dan juga untuk tetap memfasilitasi kegiatan perkuliahan yang efektif. Yaa.. tau kan gimana tantangannya kuliah melalui layar laptop. Bagaimanapun tatap muka dan pertemuan fisik tidak bisa digantikan dengan tatap virtual. Banyaklah kekurangan dan kesulitannya.                                                     

1. Koneksi

Namanya koneksi suka stabil dan enggak, tergantung rezeki. Namanya juga semua orang lagi wfh, ya bisa aja satu hari koneksi pet pet pet gitu. Video macet, suara ilang-ilang. Gak cuma dari saya aja, kadang dari dosennya, kadang peserta lain. Kalau udah kayak gitu, apa lagi yang bisa dilakukan coba? Emang pas kebetulan aja gak hoki.

2. Komunikasi satu arah

Dosennya kayak ngomong sendiri ke layar gitu. Dia juga merasa desperate sebenarnya. Kayaknya aneh, dan ga ada aktif interaksi. Dia gak bisa melihat apa muridnya memperhatikan apa enggak, mengerti apa enggak. Ya sama, murid juga merasa gitu. Mau nanya ya kagok juga motong omongan dosen pas lagi ngomong. Ada sih pilihan raise hand (tunjuk tangan) kalau mau “nyela” tiba-tiba nanya. Tapi tetep we kagok. Bisa juga nanya lewat kolom chat. Tapi ya ngetik kadang males, atau bingung memformulasikan ke tulisan.

Continue reading “Pengalaman Menjalani Kuliah secara Online”
Lomba, Mommy's Abroad

Akhirnya selesai! Tapi…

Alhamdulillah Oktober 2016 lalu akhirnya saya bisa menyelesaikan studi master saya di University of Groningen. Syukur tidak ada habisnya perjuangan selama dua tahun menempuh perkuliahan, research, dan tesis akhirnya berakhir juga.

Eh, tapi benarkah berakhir begitu saja?

Bukankah hidup itu adalah perjalanan menempuh tujuan yang tidak ada habisnya? Tentu akan berakhir di ujung usia kita. Manusia akan “hidup” jika memiliki tujuan, apapun itu. Selama masih diberi umur oleh Allah, manusia akan selalu berusaha untuk menempuh hari-harinya. Hingga suatu saat akan terasa hasil dari yang diusahakannya.

Jika saya kilas balik dua tahun kemarin. Bisa dibilang itu adalah dua tahun yang menyenangkan sekaligus mendebarkan. Banyak tantangan, ada kesulitan, ada jatuh bangun. Tapi Alhamdulillah banyak juga senyum bahagia di sana.

Menjadi Student Mom

Continue reading “Akhirnya selesai! Tapi…”

Info for Motion, Tentang Menulis

Oleh-oleh Kulwap A. Fuadi

Beruntungnya ikut #ODOPfor99days, bisa ikutan kuliah whatsapp bersama A. Fuadi. Iyaa A.Fuadi yang penulis trilogi Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara. Saya suka tulisan bang Fuadi, memang mungkin gaya tulisannya bukan yang puitis atau kompleks, tapi bahasanya ngalir dan isi ceritanya menarik. Terus beliau juga masih berdarah Minang *terus kenapa?* Ngerasa satu kampuang aja, wkwk..

Novelis-negeri-5-menara-a-fuadi
A. Fuadi dan karya-karyanya. Gambar dari sini 

Makasih Teh Shanty sudah mengundang Bang Fuadi ke kelas dan memoderatori kulwapnya 🙂

Kulwapnya berlangsung pada hari Selasa 29 Maret 2016. Bertepatan pas saya lagi trip liburan Easter, hoho.. walaupun saya telat masuk kelas, karena kulwapnya pagi jam 8.30 dan waktu saya di sini (CEST) masih jam 2.30 tengah malem. Gak papa, setelah subuh saya habiskan meresapi isi kulwapnya pelan-pelan sebelum memulai aktivitas jalan-jalan hari itu. Alhamdulillah masih sempet. Continue reading “Oleh-oleh Kulwap A. Fuadi”

Only a Story, Random Things

Obrolan Konyol tentang Pendidikan Runa

Suatu kali saya dan suami terlibat obrolan serius, biasanya banyak becandaan soalnya.

Pembicaraan dimulai dari fenomena pelajar Indonesia di Groningen yang jumlahnya meningkat drastis. Gak cuma yang berbekal beasiswa, tapi juga yang mendapat kucuran dana dari ABF (Ayah Bunda Foundation) alias biaya sendiri. Saya merasakan ternyata orang Indonesia tu sebenernya banyak ya yang kaya, banyak banget yang kuliah di sini pake biaya sendiri, ga cuma yang kuliah S2, yang S1 juga banyaak. Contohnya anak UI yang bisnis itu (katanya) seangkatan sekolah semua di LN, double degree. Biayanya pasti aduhai..

Terus saya tanya sama suami: “Yah kalo nih ya, kalo.. misalnya kita tu orang kayaaa banget, banyak duit, yang duitnya ga berkurang kalo dipake nyekolahin anak ke LN, ayah mau ga Runa disekolahin di LN? Untuk S1 lho ya..” Continue reading “Obrolan Konyol tentang Pendidikan Runa”

Being Indonesian in the Netherlands, Mom's School stuff

Perbedaan Kuliah di Indonesia dan di Belanda

Artikel ini dipersembahkan untuk Kang Ikhwan Alim, yang sejak Desember tahun lalu mengajak saya untuk barter tulisan, yang kemudian akan diposting di blog. Saya menyanggupi sesuai dengan rekues tema dari beliau. Janji adalah janji yang harus ditepati, meskipun terlambat, ini dia saya tuliskan juga.

Perbedaan Kuliah di Indonesia dan di Belanda

Kalau ditanya apa bedanya kuliah di Belanda dan Indonesia tentu akan BEDA. Akan banyak pula poin yang terurai dari tulisan saya ini mengenai perbedaan tersebut, tentunya itu subjektvitas saya pribadi. Perspektifnya akan sempit karena saya hanya mengambil merasakan kuliah di salah satu jurusan dan di salah satu univ di Belanda. Padahal banyaaak sekali jurusan/fakultas yang tersebar di kota-kota Belanda. Beda pengalaman, beda pribadi, beda komunitas, dan beda-beda lainnya akan menghasilkan respon yang berbeda.

Oleh karena itu, saya melemparkan pertanyaan singkat pada teman-teman saya di Belanda yang sedang/pernah menjalani perkuliahan di Belanda. Kemudian semuanya saya rangkum di sini. Continue reading “Perbedaan Kuliah di Indonesia dan di Belanda”

Being Indonesian in the Netherlands, Mom's School stuff

Kelas

Saya suka di kelas. Saya suka mendengarkan dan terlibat dalam aktivitas kelas, tentunya kalau yang ngajarnya juga menarik sih, hehe soalnya saya suka ngantuk di kelas kalau isi kuliah/kelasnya monoton banget. Selama saya kuliah di sini saya jarang ngantuk di kelas, ya iyaalah bahasanya beda, kelasnya juga lebih sedikit orangnya. Kalau meleng dikit aja bingung tadi bahasan udah sampe mana, bisa-bisa ga kekejer deh. Kalo saya tidur di kelas sini jadi keciri pisan sih, soalnya kelas yang saya ikuti isinya ga pernah  > 30 mahasiswa.

Sekarang udah masuk tahun terakhir, semester terakhir.. saya udah gak ada kelas lagi. Kadang kangen sih ada di kelas. Pertama kegiatan saya jadi lebih efektif karena ada ketentuan jadwal yang jelas, jadi saya merasa dalam satu hari itu ada hal “penting” yang harus dijalani meski juga cuma 2-3 jam. Kedua, ada sarana dalam bergaul soalnya ada temen kan di kelas.. Walaupun ngobrolnya juga terbatas ga curcol lebay ala saya dan temen-temen kuliah S1 saya dulu. Ketiga, ada ilmu baru yang masuk, sayapun merasa excited. Continue reading “Kelas”

Mommy's Abroad, Motherhood

Menjadi Mahasiswa Dulu dan Kini

Jadi mahasiswa lagi setelah punya anak, tentu rasanya dan perjuangannya beda. Tapi saya menikmati momen-momen di mana saya menjadi mahasiswa, baik dulu saat masih jomblo, dan sekarang saat sudah punya keluarga.  Meskipun dulu mah pas jadi mahasiswa banyak labilnya, sekarang lebih stabil dong kan ada stabilisatornya si suami haha..

Perbedaan yang terasa menurut saya sih lebih positif, hmm.. yaa mungkin ada sisi minusnya, tapi itu dikiit.  Continue reading “Menjadi Mahasiswa Dulu dan Kini”

Life is Beautiful, Mom's School stuff, Pharmacisthings

Farmasiku Dulu dan Kini

Rasanya saya dulu pernah bikin tulisan ini. Tapi saya cari-cari di ‘perpus’ blog saya kok gak ada ya. Yowes, karena foto-fotonya masih ada ya saya bikin lagi aja deh tulisannya. Itung-itung sambil mengobati rasa kangen saya pada kampus dan fakultas/prodi saya, hehe..

2006-2016 Udah hampir 10 tahun berarti saya punya keluarga di Sekolah Farmasi ITB 2006 dan 9 tahun kebersamaan saya dengan FKK (Farmasi Klinik dan Komunitas), si prodi muda farmasi. Penjurusan di FKK memang dimulai di tahun kedua kuliah. Tahun di mana saya menemukan keluarga kedua saya dan akhirnya saya bisa menemukan kenyamanan belajar farmasi.

Saya kangen 33 saudara saya di FKK. Kami si anak sulung yang banyak melewati trial dan error. Kenapa anak sulung? Iyah FKK itu baru ada pas angkatan saya dan baru diakreditasi setelah kami lulus. Mangkanya itu kami merasa lebih deket karena kami melewatinya bareng-bareng. Saya salut pada dosen-dosen farmasi ITB yang percaya bahwa prodi FKK itu penting dan perlu, bahwa farmasi ga melulu soal formulasi dan industri. Saya salut pada semua saudara sesulung saya yang berani mengambil pilihan menjadi si anak pertama. Tahu sendiri jadi anak pertama ga gampang toh? Jadi ortu aja ngedidik anak pertama banyak trial error-nya, gimana ngedidik prodi yang baru didirikan? Saya salut pada kepercayaan Bapak Sigit (alm.) dan dosen-dosen yang memperjuangkan FKK, karena merekalah kami ada dan bisa berkarya sampai sekarang. Ah, pak Sigit, andai Bapak ngeliat anak-anak sulung Bapak sekarang.. Continue reading “Farmasiku Dulu dan Kini”

Groningen's Corner

A year in Groningen

Time flies. Ga kerasa sudah pas setahun di kami sekeluarga tinggal di Groningen. 24 Agustus 2013 kami menjejakkan kaki di Schipol, masih berasa ngambang dan belum ngegrip banget rasanya pas pindah ke Groningen. Dengan persiapan yang kilat dan masih belum tau gimana nasib kami sekeluarga nanti di sini, kami memberanikan diri untuk berangkat bareng, yang penting pokoknya ngumpul aja.

Sekarang, sudah 1 tahun ini.. banyak mahasiswa baru yang berdatangan. Mungkin juga mereka merasa bingung, jet lag, gak siap, banyak nanya, meraba-raba, dan lain-lain. Ngerti kok, saya juga dulu gitu.

Alhamdulillah dalam setahun ini saya dan keluarga sudah bisa menyesuaikan diri dengen lingkungan sini. Banyak sekali nikmat Allah yang harus disyukuri. Semoga kami termasuk orang-orang yang ahli bersyukur.

Agustus 2013: Dulu sampai sini disambut sama hujan dan dinggiin banget rasanya, pas malem tidur rasanya menggigil padahal udah pake baju berlapis (walaupun masih akhir summer). Agustus 2014: Sekarang kok berasa gerah ya, boro-boro nyentuh selimut, baju aja cuma selapis.. *entah apa karena udah terbiasa sama cuaca galau Groningen atau emang si cuaca emang belum sedingin pas dulu saya dateng*

Agustus 2013: Masih meraba-raba beli makanan apa aja di sini yg cocok, yang halal, dan apa yang bagus buat Runa. Agustus 2014: Mau beli apa? makanan halal, roti, susu, sayur, daging, bumbu asia? Semua udah hapal deh. Tinggal mikir mau belanja ke mana hari ini? Continue reading “A year in Groningen”

Cerita Runa

Cerita Cacar Runa

Baru-baru ini Runa kena cacar, kira-kira awal Juni ini. Alhamdulillah sekarang udah sehat. Alhamdulillah sakitnya gak lama-lama. Demamnya dan rewelnya 3 hari. Walaupun masih ada cacarnya di hari ke-4 Runa udah aktif seperti biasa. Bekas cacarnya kering dalam seminggu. Banyak hikmah yang bisa diambil dalam kejadian cacarnya Runa ini.

Kalo orang bilang: Lhoo.. ternyata di Belanda ada cacar juga toh? Ehh jangan salah.. Ini justru cacar berantai di Groningen. Yang mulai penularannya dari Desember tahun lalu. Yang satu sembuh terus 3 minggu kemudian ada anak lain jadi korban. Jadi sejarah mata rantainya begini: Kakak Dita kena cacar, setelah sembuh nular ke Kakak Qiya, lalu kakak Qiya nularin ke Keia. Keia jalan-jalan ke Maastricht, nularin ke Daanish. Waktu ada acara Maastrich cup, anak-anak pada nginep di rumah Daanish, ketularanlah Kakak Piya, Kakak Idang, dan Rifat. Mereka kembali ke Groningen membawa bibit-bibit cacar. Mereka pun “diisolasi” oleh ortunya, katanya sih takut anak-anak yang lain ketularan juga. Di sini kan anak-anak sering main bareng. Setelah sekitar seminggu lebih mereka sembuh. Waktu acara GroensCup Kakak Idang dan Kakak Piya juga dateng, mungkin udah bosen juga di rumah terus. Runa juga dateng dong.. bermainlah mereka.. Tadinya sih rada khawatir juga aduh nanti kalo ketularan gimana. Ternyataa.. seminggu setelah “bergaul” dengan Kakak Piya&Kakak Idang, Runa pun ketularan cacar. *panjang ih, bisa jadi subbab paper dengan judul: Sejarah Penularan Cacar pada Anak-anak di Groningen pada Tahun 2015* Continue reading “Cerita Cacar Runa”