Masya’ir adalah sebutan untuk hari-hari pada puncak ibadah haji yang meliputi ibadah wukuf di Arafah, mabit di Mudzalifah dan melontar jumrah di Mina.
Saya tulis mengenai masya’ir haji di postingan terpisah dengan Masjidil Haram dan Makkah Al Mukarromah agar dalam postingan tersebut tidak terlalu padat. Sumber informasi dari postingan yang saya tulis di sini sebagian besar diambil dari buku Sejarah Mekah, karangan Muhammad Ilyas Abdul Ghani. Dari sana saya mendapatkan banyak informasi penting mengenai keseluruhan Mekah. Sayangnya saya baru membacanya setelah saya selesai haji. Buku ini saya beli di Mekah, dan berbahasa Indonesia. Meski bukunya kecil tapi padat sekali.
Mina
Mina adalah suatu tempat yang digunakan jamaah haji untuk bermalam (mabit) selama puncak haji 9, 11, dan 12 Dzulhijjah. Mina terletak di antara Makkah dan Muzdalifah, sekitar 7 km dari Masjidil Haram. Dinamakan “Mina” sebab di sanalah tempat manusia berkumpul. Mina adalah tempat di mana Nabi Ibrahim AS melempar jumrah dan menyembelih domba (sebagai ganti anaknya Ismail). Continue reading “Masya’ir Haji”→
Dari Abu Dzar RA diriwayatkan bahwa dia berkata, “Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama diletakkan oleh Allah di muka bumi?” Beliau bersabda, “Al-Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian apa?”. Beliau bersabda, “Kemudian Al-Masjid Al-Aqsha”. Abu Dzar bertanya lagi, “Berapa lama antara keduanya?”. Beliau menjawab, “Empat puluh tahun”.
(H.R. Ahmad dari Abu Dzar)
Kalau ada tempat yang dirindukan oleh seluruh umat muslim di dunia, tentu adalah Masjidil Haram. Berjuta-juta manusia menunaikan ibadah umrah dan haji sepanjang tahun, Masjidil Haram tidak pernah sepi. Betapa tidak, di sebuah hadits Nabi disebutkan bahwa menunaikan salat di Masjidil Haram lebih utama 100 ribu kali daripada salat di masjid lainnya, Masya Allah.
Masjidil Haram sudah mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang ini, mulai dari zaman khalifah Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA sampai pada perluasan yang dilakukan di zaman Raja Abdul Aziz tahun 1955 M dan Raja Fahd tahun 1988 M. Tahun 2016 ketika kami ke sana, Masjidil Haram juga masih dalam proses renovasi. Banyak crane-crane besar dan alat berat yang mengelilingi Masjidil Haram.
Masjidil Haram selalu terbuka sepanjang hari bagi orang-orang yang ingin tawaf, itikaf, dan salat. Apa saja yang termasuk dalam Masjidil Haram? Tentunya Ka’bah, tempat tawaf di sekelilingnya, dan bangunan serta halaman untuk salat. Udara panas di Makkah tidak terasa ketika saya menginjakkan kaki di Masjidil Haram. Lantainya berupa ubin marmer yang dingin, ada AC yang terpasang di setiap sudutnya. Ada juga eskalator untuk naik ke lantai satu dan juga ke lantai atap. Air zam-zam tersedia di tiap lantai.
Tempat tawaf
Ada empat pilihan tempat tawaf di Masjidil Haram: di lantai dasar (yang berdekatan dengan Ka’bah), di lantai 1, lantai, 2, dan lantai atap. Waktu itu saya mencoba tawaf di keempat lokasi tersebut. Kelebihan di lantai dasar adalah tentunya dekat dengan Ka’bah (meski sulit mendekatinya karena arus manusia yang padat) dan jarak tempuh lebih dekat. Kondisi padat terutama terasa di titik-titik tertentu, seperti Hajar Aswad, Multazam, Hijr Ismail, dan Rukun Yamani. Sebab di tempat-tempat tersebut, jamaah berlomba-lomba untuk melakukan amalan-amalan sunah. Kekurangannya, ya itu tadi, padat sekali akan manusia. Kita akan terdesak dari kanan-kiri, depan dan belakang. Selain itu terik matahari lebih terasa karena tidak ada atap yang menaungi.
Sedangkan di lantai 1 dan lantai 2, terasa lebih adem dan tidak padat. Tidak ada sengatan matahari langsung ke kepala. Orang-orang yang memakai kursi roda pun bisa tawaf di sana. Kekurangannya, jarak tempuh menjadi lebih jauh daripada di lantai dasar. Sedangkan di lantai atap kesulitannya adalah panas menyengat (tidak ada atap, tapi kurang tahu apa sekarang sudah ditutup atau tidak). Terlihat juga banyak pengguna kursi roda melakukan tawaf di area itu.
Note: Tidak ada doa khusus untuk tiap putaran tawaf. Ketika tawaf diperbolehkan berbicara, namun hanya mengenai kebaikan dan bukan membicarakan masalah duniawi. Juga diwajibkan menjaga jamaah lain, tidak mendorong dan menyakiti sesama. Continue reading “The Masjidil Haram”→
Mecca, Mekah, Makkah, nama yang begitu membuat hati para muslim bergetar. Kota suci, tempat Rasulullah dilahirkan dan tumbuh. Kota di mana ada kiblat bagi ibadah seluruh muslim di dunia. Bagi saya, tidak pernah terbanyangkan bentuk kota Makkah seperti apa. Dalam pikiran saya Makkah adalah gurun pasir, tandus, ada pohon kurma, banyak debu berterbangan, dan ada unta. Mungkin dulu iya seperti itu, tapi sekarang … Makkah adalah kota yang sangat maju. Bahkan hampir sama dengan Jakarta atau Hongkong, Makkah bagai kota yang tidak pernah tidur. Orang-orang lalu-lalang untuk beribadah ke Masjidil Haram. Toko-toko sudah buka sejak subuh hari sampai tengah malam.
Satu yang membuat perasaan saya sangat damai adalah … mendengar suara adzan yang merdu lima kali sehari, Masya Allah.
Katanya, Makkah itu berada di tanah Hijaz dan dikelilingi gunung-gunung, meski saya tidak merasa ada gunung mengelilinginya. Mungkin fokus saya terlalu banyak terarah ke Masjidil Haram, mungkin juga gunung-gunung tersebut sudah tertutupi dengan bangunan tinggi pencakar langit, berupa hotel, mall, penginapan, perkantoran, dan lainnya.
Untuk kita, mungkin kita hanya akan bisa memasuki Makkah ketika akan umrah atau haji. Kota ini suci, tidak boleh dimasuki selain oleh umat muslim. Beberapa keutamaan kota Makkah adalah: (1)
Tempat dibangunnya rumah Allah (Baitullah)
Kota kelahiran dan kenabian Rasulullah SAW
Tempat beribadah umat muslim di seluruh dunia
Tempat yang dimaksudkan untuk menghapus dosa-dosa masa lalu
Tempat yang diwajibkan oleh Allah untuk kaum muslim mengunjunginya (bagi yang mampu)
Tempat yang di dalamnya banyak tempat-tempat mustajab untuk berdoa.
Rasulullah bersabda: “Tidak ada bumi yang lebih baik dan lebih aku sukai daripadamu (Makkah), seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, maka aku tidak akan tinggal di selainmu.” Hadits Hasan Shahih Gharib
Makkah disebut berulang-ulang dalam Al Qur’an, dengan nama yang berbada: Al Balad (negeri), Ummul Qura (erkampungan tua), Bakkah, AL Baldah (negeri), Haram Amin (tanah suci yang aman), Ma’ad (tempat kembali), Qaryah (Negeri/ampung). (1)
Sebenarnya tidak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai Makkah ini. Sebab, dalam seminggu yang kami habiskan di Makkah. Kegiatan kami hanya berpusat di Masjidil Haram dan Zam-zam Tower. Memang sedikit kekurangan ketika menjalankan haji/umrah dari Belanda adalah paket tur-nya tidak selengkap tur haji dari Indonesia. Bisa jadi karena waktu yang kami miliki cukup sempit. Kawan kami yang menghabiskan lebih dari dua minggu di Mekah (haji dari Indonesia) sudah berkeliling ke macam-macam tempat, Laut Merah, Museum Dua Masjid, atau bahkan masjid-masjid di sekitar Makkah lainnya seperti: Masjid Tan’im, Masjid Ji’ranah, Masjid Al Hudaibiyyah, dan lain-lain. Kalau mau pergi ke tempat-tempat tersebut ya harus mengurus sendiri, pihak biro kami tidak memfasilitasi. Tapi kelebihannya, ya kita di Makkah memang fokus pada Masjidil Haram, sebagai jantung Makkah, untuk beribadah sepuas hati.
Cerita lainnya akan saya kupas lebih lanjut di bagian Masjidil Haram. Sebab di sana banyak terpusat kegiatan kami selama haji dan setelah haji.
Masjidil Haram dan Zam-zam Tower
Sumber:
(1) Ghani, Muhammad Ilyas Abdul, Sejarah Mekah, Madinah Al-Rasheed, 2003
Alhamdulillah postingan berantai mengenai manasik haji akhirnya mendekati ujungnya. Part 1 , part 2, part 3 bisa dibaca di tiga postingan sebelumnya. Dengan hampir selesainya semua prosesi haji, hampir beres juga perjalanan haji-umrah kami. Kami masih memiliki waktu sekitar seminggu untuk menikmati Makkah dan beribadah di Masjidil Haram.
Kamis, 15 September 2016
Pagi itu, pagi yang berbeda dari dua hari sebelumnya di maktab Mina. Dua hari yang lalu, Mina pun masih ramai dipadati jamaah haji yang menetap di tenda maupun yang lalu-lalang di sekitar jamarat. Tapi pagi itu sepi, jalanan sepi, tenda-tenda sudah mulai digulung. Ya, sebagian jamaah sudah berada di Mekah, mengambil nafar awal. Ada yang mengerjakan tawaf ifadhah dan sa’i. Ada yang sudah beristirahat di Mekah, melakukan ibadah sunah lainnya.
Tenda-tenda Mina. Yang katanya hanya dipakai setahun sekali. Kali ini mereka sudah selesai menunaikan tugasnya menaungi jamaah haji selama bermalam di Mina. Entah mengapa ada sedikit rasa sesak ketika hendak meninggalkan Mina. Campuran lega dan sendu.
Biasanya kami sudah bergegas jalan kaki menuju Aziziyah untuk beres-beres dan istirahat. Namun, pukul 08.30 kami dijemput bus menuju Aziziyah, membawa semua barang bawaan kami selama tiga hari sebelumnya. Pukul 09.00 kami sudah sampai penginapan Aziziyah. Zuhur kami sempat makan bersama di kamar Mas Ido dan Mbak Tasniem, botram. Perasaan lega terpancar dari masing-masing jamaah, inilah sore terakhir kami melakukan lempar jumrah.
Pukul 16.30 kami berangkat dari Aziziyah. Langkah kaki terasa lebih ringan, cuaca pun tidak sepanas kemarin-kemarin (apa perasaan saya aja ya?). Hanya sebentar saja kami sudah selesai dengan jumrah lalu kembali lagi ke Aziziyah. Selepas Maghrib ternyata ada makan-makan dari hadyu kambing sembelihan, sudah dimasak lengkap. Tapi saya gak ikut, nampaknya sudah agak eneg sama yang berbau kambing, heuheu.
Rombongan Haji Euromuslim, menjelang Maghrib, setelah lempar jumrah terakhir
Part 1 bisa dibaca di sini, part 2 bisa dibaca di sini
Senin, 12 September 2016
HARI IDUL ADHA – 10 Dzulhijjah
(Rangkuman) Amalan-amalan di hari Idul Adha
Setelah salat Subuh di Muzdalifah dan langit terang, bersiaplah untuk berangkat ke Mina sambil bertalbiyah dan berzikir
Melempar jumratul ‘aqabah dengan tujuh batu kerikil. Melempar kerikil dengan bertakbir: Allahu Akbar!
Setelah selesai melempar jumrah, berhenti bertalbiyah
Setelah selesai jumratul ‘aqabah, kenakanlah pakaian biasa dan minyak wangi. Semua larangan ihram sudah halal kecuali berhubungan suami istri
Menyembelih hadyu di Mina (sudah diurus oleh pihak Euromuslim dan Diwan)
Tahallul, untuk perempuan cukup menggunting seruas jari. Untuk laki-laki baiknya mencukur habis rambut. Rasulullah SAW mendoakan orang yang mencukur gundul rambutnya saat tahallul akhir.
Menuju Makkah untuk tawaf ifadhah dan sa’i (tidak harus hari yang sama sih, pasti kan lelah ya setelah sebelumnya berada di Mina-Arafah-Muzdalifah). Banyak yang mengakhirkan tawaf ifadhah setelah menyelesaikan ibadah lempar jumrah di hari terakhir. Sementara saya, suami, dan beberapa rekan lainnya melaksanakan tawaf ifadhah di hari tasyriq.
… sambungan
Ketika muslim di seluruh dunia sedang merayakan Idul Adha, salat Id, makan ketupat dan opor, berkumpul dengan keluarga, dan siangnya memotong kurban. Ternyata di belahan bumi lain, di tanah suci, di padang pasir jazirah Arab, ada hampir dua juta jamaah haji sedang berjuang untuk menyelesaikan ibadah haji.
Saya terbangun-bangun malam itu sampai subuh. Badan terasa sakit-sakit. Tentunya hal ini gak ada apa-apanya. Terbayang orang yang gak punya rumah, setiap hari tidur tanpa kasur, di tempat terbuka. Ini cuma sehari aja, rasanya berat ya, Masya Allah. Subuh menjelang. Teringat kerikil untuk lempar jumrah, kami pun akhirnya menyempatkan diri memunguti kerikil-kerikil di sekitar. Mudah saja, banyak kok stoknya.
Kami siap-siap salat Subuh. Tapi akses ke kamar mandi atau tempat wudhu agak sulit. Memang ada WC/kamar mandi portable gitu, tapi hanya sedikit (atau mungkin di sekitar tempat kami tidak terlihat banyak). Kan kebayang ya WC terbatas dan dipakai sejuta umat. Untung saja saya gak kebelet pipis. Akhirnya wudu kami lakukan dengan air dari botol. Note: bawa botol air untuk wudu di Muzdalifah, takutnya tidak ada akses ke kamar mandi.Continue reading “Diary Haji 2016 – Manasik Haji part 3”→
Setelah ibadah umrah yang lumayan menguras tenaga kemarin, hari Jumat dijalani dengan lebih santai. Kami tidak menyangka ternyata tawaf dan sa’i membutuhkan stamina yang besar. Manasik haji tentu tantangannya lebih besar. Saya menyarankan pada para calon jamaah haji, setidaknya melakukan latihan fisik yang kontinyu agar tidak gampang capek. Jalan dan lari bagus untuk melatih kekuatan kaki.Sekali lagi selama di Aziziyah pihak Euromuslim tidak menyediakan konsumsi, jadi kita harus berusaha sendiri. Di penginapan Aziziyah tersedia dispenser dan ada air panasnya. Lumayan untuk menyeduh kopi, teh, atau popmie. Nyetok popmie beli di warung aja, jaga-jaga kalau sudah lapar dan belum sempat beli ke luar. Malah ada kawan saya yang membawa rice cooker kecil dan lauk yang simpel seperti abon, kering tempe, bumbu pecel. Buat yang gak tahan kalau gak ketemu nasi, bawa rice cooker adalah jadi opsi bagus. Saya sih gak bawa, jadi saya dan suami selalu jajan di luar, kadang kami beli Al Baik (tapi gak ada nasi, cuma ada roti dan kentang untuk karbonya), kadang kami beli burger, atau lauk dari warung Indonesia. Baiknya kawan saya itu, sepasang suami istri, ia sering mengundang ke kamarnya untuk makan bersama. Ia membagi nasinya dengan kita-kita yang gak bawa nasi, Alhamdulillah.
Pagi itu saya dapat rezeki, belum sempat jajan sarapan eh malah kawan sekamar saya, Mbak Vicka, membelikan saya bakso dari warung Indonesia. Lumayan untuk ganjel perut. Alhamdulillah. Sehabis sarapan, saya dan suami keluar penginapan, mau cari perbekalan untuk siang, sebelum jum’atan tiba. Eh ternyata di sekitaran jalan besar Aziziyah itu ada yang lagi bagi-bagi makanan kotakan. Ada antrian orang-orang untuk dapat makanan. Katanya itu ada orang kaya yang sedang sedekah di hari juma’at.
Setelah berada di Madinah selama lima hari (postingan sebelumnya di sini dan di sini), perjalanan umrah dan haji dilanjutkan ke Makkah. Kami bersiap untuk melangsungkan ibadah yang ditunggu-tunggu.
Kamis, 8 September 2016
Rombongan kami sampai di penginapan Aziziyah pukul 02.00 dini hari. Perjalanan dari Madinah ke Aziziyah rasanya memakan waktu cukup lama, dari siang sampai gelap tiba. Rasanya badan pegal juga. Tapi kami harus segera istirahat, sebab paginya kami akan melaksanakan umrah. Kenapa kami menginap di Aziziyah, tidak di Makkah? Jadi pertimbangan dari biro haji kami adalah mencari tempat singgah antara Makkah dan Mina. Ketika kami melakukan prosesi haji di Mina, kami tidak menyimpan semua barang di tenda Mina. Kebayang rempong kan kalau begitu. Space di tenda Mina kan terbatas dan seluruh rombongan berada dalam satu tenda. Koper besar rombongan haji disimpan di Aziziyah, dan kami akan PP Mina-Aziziyah. Aziziyah akan menjadi tempat istirahat di siang hari, sebelum sorenya kami bermalam di Mina. Enaknya di Aziziyah kami masih bisa mencuci pakaian dan menjemurnya di atap apartemen. Penginapan di Aziziyah tidak sebagus di Madinah, bukan hotel, lebih tepatnya seperti apartemen. Meski begitu, kamarnya tetap nyaman. Kami tetap sekamar dengan rekan sebelumnya (berempat dalam satu kamar).
Pukul 07.00 pagi kami sudah dibangunkan lagi, bus sudah menunggu di depan penginapan. Kami, masih dengan pakaian ihram, bersiap menunggu giliran naik bus. Rombongan Diwan cukup banyak, ada 180 orang, jadi kami harus bersabar menunggu giliran bus. Untuk rombongan Euromuslim, ada dua orang ustadz yang akan memandu kami, sama seperti waktu di Madinah. Rombongan orang Indonesia yang berjumlah 37 orang akan dibagi menjadi tiga kelompok, satu rombongan bersama Ustadz Irwan, rombongan lain bersama Ustadz Rolly, dan kelompok lain bersama Pak Said. Ketiganya yang akan memandu kami selama di Masjidil Haram, melakukan tawaf, salat, dan sa’i.
Ketika memasuki Masjidil Haram, saya mulai deg-degan … Ya Allah, saya akan melihat rumahmu, mengunjungi bangunan suci yang diletakkan oleh Nabi Ibrahim, menyaksikan kiblat yang dirindukan oleh Rasulullah selama hijrah di Madinah. Perasaan saya campur aduk. Apalagi ada yang bilang: “Hati-hati lho ada yang gak bisa lihat Ka’bah”, karena bermacam alasan. Intinya mungkin karena Allah tidak mengizinkan mereka untuk melihat Ka’bah. Ya Allah, jangan sampai… Semoga diri yang penuh dosa ini masih diizinkan melihat rumahmu.Continue reading “Diary Haji 2016 – Umrah”→
Madinah di bulan September siang itu berkisar di angka 40 derajat celcius. Saya tidak menyangka Madinah bisa sepanas itu. Tetapi rasa gerah yang ada tidak saya rasakan, kami, rombongan haji Euromuslim dari Belanda siang itu baru saja tiba di Madinah. Rasa-rasanya langsung ingin bertemu masjid yang dibangun Rasulullah itu.
Zuhur adalah salat pertama yang saya laksanakan di Masjid Nabawi, berjamaah dengan imam. Selepas salam, saya baru saja ingin berdoa, namun tiba-tiba terdengar suara iqamah yang tidak saya tangkap dengan jelas (iqamah untuk salat apa). Tiba-tiba para jemaah di sekitar saya sudah berdiri dan mengikuti aba-aba imam untuk salat berjamaah (lagi). Saya bingung, lho.. salat apa ya? Masa iya salat sunah rawatib berjamaah dengan imam? Akhirnya saya hanya diam dan memperhatikan saja jamaah melakukan salat.
Ternyata salat yang dilakukan singkat sekali, hanya empat kali takbir, dan tanpa rukuk dan sujud. Setelah takbir keempat, salat ditutup dengan salam, yang tetap dilakukan sambil berdiri. Saya baru ngeh … Oh ini sedang salat jenazah ternyata. Maklumlah baru pertama kali salat di Masjid Nabawi, belum tahu schedule-nya seperti apa. Nanti deh kalau ada salat jenazah lagi saya akan ikut, janji saya dalam hati. Continue reading “Salat Jenazah di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram”→
Yang ini adalah tausiyah yang diberikan oleh Ustadz Irwan, Ustadz yang menemani rombongan Euromuslim ketika menunaikan haji. Ustadz Irwan dan Ustadz Rolly adalah dua ustadz Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Madinah. Alhamdulillah mereka berdua sudah sangat paham situasi Madinah dan Mekah.
Saya tulis ulang catatan saya di blog, sebagai pengingat kembali bagi saya pribadi, juga supaya bisa bermanfaat untuk yang membaca.
Ba’da subuh, di Masjidil Haram, di lantai paling atas rombongan kami menunaikan salat Subuh berjamaah. Sambil menunggu fajar menyingsing, Ustadz Irwan membuka halaqah kami dengan kalimat: “ibadah haji adalah permulaan membuka lembaran baru”. Saat itu memang prosesi inti haji sudah selesai, dalam seminggu itu kami hanya menunaikan ibadah sunah di Masjidil Haram.
Ibadah haji yang sudah ditunaikan, lalu apa? Bagaimana parameter ibadah haji dterima oleh Allah? bagaimana implikasinya dalan pada keseharian kita selanjutnya? Tentu kita harus selalu mengusahakan agar ibadah yang kita lakukan selanjutnya senantiasa diterima dan ibadah haji tidak tertolak. Continue reading “Parameter Diterimanya Ibadah Haji”→
Ini salah satu yang bikin penasaran banyak orang karena keberadaannya. Ya, betul air zam-zam, sang mata air surga.
Kebanyakan orang yang belum pernah ke Mekah atau Madinah berpikir bahwa meminum air zam-zam di Mekah itu langsung dari sumurnya, sehingga pertanyaan yang muncul adalah:
“Jadi sumur air zamzam itu di mananya Ka’bah?”
“Kalau lagi di Madinah gak bisa menikmati air zam-zam dong, kan sumurnya hanya ada di Mekah?”
“Pasti ngantri dong ya pas mau minum air zam-zam, harus ngambil dari sumur?” –> karena yang terbayang adalah sumur dan timba seperti yang ada di desa-desa di Indonesia.
Itu juga yang saya pikirkan sebelum tiba di Madinah dan Mekah. Aslinya memang sih zaman dahulu zam-zam ini berupa sumur yang ada timbanya. Di Museum 2 mesjid (Exhibition Two Holy Mosque) ada replikanya.
Air zam-zam itu melimpah ruah dan mudah sekali didapatkan. Tidak perlu menimba dulu untuk mendapatkan air. Air zam-zam tersedia di sekitaran komplek Masjid Nabawi, di dalam Masjidil Haram, dan di sekitaran komplek Al Haram. Kapan saja dan berapa banyaknya mau diambil bisa saja. Continue reading “Di Mana Air Zam-zam?”→