Children in the Netherlands, [GJ] – Groningen’s Journal

Yang Menarik dari Pendidikan Anak di Belanda – mengenai stimulus membaca

Walaupun sudah sering saya sharing tentang ini baik di post IG, live IG, sesi kuliah whatsapp, dll, gak apa-apa yaa saya tulis lagi. Soalnya pertanyaan mengenai membaca ini juga terus-menerus muncul.

Ada yang namanya nilai PISA atau Programme for International Student Assessment dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), yaitu penilaian untuk mengevaluasi sistem pendidikan suatu negara dengan mengukur kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam sains, matematika, dan membaca. Skor PISA Belanda di tahun 2018 untuk reading literacy mencapai 485 poin dari rata-rata 487 poin dalam negara-negara OECD. Sebuah skor yang cukup tinggi.

Apa yang bisa membuat reading literacy anak-anak Belanda memiliki skor yang tinggi? Kalau saya perhatikan, hal ini datang dengan cara menstimulus anak sejak dini untuk menyukai dunia literasi, di antaranya:

  1. Anak diajak mencintai buku
  2. Fasilitas, sarana dan prasarana yang niat dari pemerintah
  3. Melibatkan orang tua dan komunitas dalam menumbuhkan kecintaan pada dunia literasi
Continue reading “Yang Menarik dari Pendidikan Anak di Belanda – mengenai stimulus membaca”
Cerita Runa dan Senja, Children in the Netherlands, [GJ] – Groningen’s Journal

Yang Menarik dari Pendidikan Anak di Belanda

Saya selalu tertarik memperhatikan budaya dan pola pendidikan di Belanda sejak Runa masuk sekolah Belanda. Ada aja hal yang unik dan baru saya temui. Hal berbeda dari yang dulu saya alami saat di bangku sekolah. Mungkin kalau sekarang di Indonesia pendidikan anak sudah berkembang pesat, jadi pendidikan anak tidak selalu konvensional seperti dulu.

Saya sering ditanya, apa sih yang menarik dari budaya dan pola asuh anak di sekolah Belanda? Di postingan kali ini, saya rangkum hal-hal tersebut biar saya gak bingung lagi nanti jawabnya apa. Ini saya susun random aja urutannya berdasarkan pengalaman Runa dan Senja.

Maatje/buddy

Sejak grup 1, saya sering mendengar kata ini dari Runa dan Senja. Maatje (baca: ma[t]ce) itu maksudnya buddy-nya di sekolah. Anak-anak di kelas biasanya dipasangkan oleh gurunya. Tujuannya biar mereka bisa kerja sama dan saling menjaga. Biasanya maatje ini akan bersama-sama di kegiatan tertentu, misalnya ketika jalan beriringan dari kelas ke lapangan, mereka bisa bergandengan tangan (supaya tertib). Tapi di kelas ya gak selalu terus-terusan dengan maatje-nya. Maatje ini juga akan selalu dirolling, mungkin setiap beberapa pekan atau beberapa bulan sekali. Kalau di Indo mungkin kayak teman sebangku yang ke mana-mana berdua kali ya, hehe.

Sistem maatje ini unik sih menurut saya soalnya membuat anak-anak jadi saling menjaga dan bertanggungjawab atas temannya. Selain itu juga membuat anak jadi lebih semakin mengenal teman-temannya, dengan sistem yang dirolling tadi.

Contoh ketika ber-maatje di ekskursi sekolah ke kebun
Maatje berjalan beriringan saat moving dari kelas ke tempat lain (misal ke lapangan olah raga)
Continue reading “Yang Menarik dari Pendidikan Anak di Belanda”
Tentang Menulis

Menjadi Penulis? Apa saja Kuncinya?

Kamu suka menulis, merasa menulis adalah bagian dari hidupmu, dan ingin sekali menerbitkan buku?

Tapi kok rasanya..

”Saya sibuk”, “Gak punya waktu”, “Gak pede dengan tulisan sendiri”, daaan berjuta alasan lainnya?

Awalnya saya pun seperti itu. Sejak masih berseragam SMP saya ingin sekali punya buku sendiri, setiap membaca buku karya orang lain, saya berpikir, kapan saya bisa menerbitkan sendiri? Setelah berabad purnama barulah mimpi itu terlaksana, alhamdulillah.

Apa yang bisa saya ambil dari pengalaman saya tersebut? Dan mungkin bisa dibagikan pada orang lain?

1. Menulis adalah mengenai jam terbang

Bohong kalau ada yang namanya penulis yang hanya sekali menulis lalu karyanya langsung bagus. Sama seperti seorang atlet profesional, yang membedakan ia dengan amatir adalah jam terbangnya, waktu latihannya. Semakin sering ia mengasah kemampuannya, semakin ia menjadi kompeten di bidangnya.

Bagaimana cara mengasah kemampuan menulis? Caranya mudah, hanya dua langkah:

Pertama, banyak membaca dan banyak menulis

Membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Semakin banyak membaca, semakin banyak kita mengisi bahan bakar kita untuk menulis. Bahan bakar tersebut ya dibutuhkan untuk bekerja, eksekusi langsung, menulislah!

Tadinya untuk menulis satu halaman saja kita membutuhkan waktu seminggu. Setelah latihan menulis terus-menerus, waktu menulis kita terasa lebih singkat. Kita jadi lebih terbiasa dan hal tersebut mengalir saja. Yang mulanya seminggu satu halaman, eh bisa jadi sehari satu halaman, bahkan satu jam satu halaman. Itu sangat mungkin!

2. Menulis adalah mengenai konsistensi

First drafts don’t have to be perfect, they just have to be written

Tulisan kita tidak harus bagus, yang penting dia ada. Kadang kita sering mencemaskan, apakah tulisan kita cukup baik untuk diterbitkan? Tanya dulu, memangnya tulisan kita yang ingin diterbitkan itu sudah tuntas?

Naskah yang baik bukan naskah yang bagus secara isi, tetapi adalah naskah yang bisa tuntas dari awal sampai akhir!

Ketika kita sudah merasakan menulis sebagai suatu habit, langkah berikutnya adalah menjaga habit tersebut, konsisten! Istiqomah..

Contohnya, berhubung sudah mau dekat Ramadan nih.. Kenapa ketika bulan Ramadan kita bisa istiqomah puasa selama satu bulan? Karena tekad kita kuad, tekad yang kuad membuat kita menjadi konsisten dengan tujuan awal kita.

Tipsnya dalam langkah kedua ini: do not overthink! Just do it. Terserah deh bentuk naskah kita akan seperti apa, yang penting selesaikan dulu, mengedit itu utusan belakangan. Yang penting pekerjaan utama dan tersulitnya sudah rampung: menyelesaikan naskah

Continue reading “Menjadi Penulis? Apa saja Kuncinya?”
Info for Motion, Tentang Menulis

Oleh-oleh Kulwap A. Fuadi

Beruntungnya ikut #ODOPfor99days, bisa ikutan kuliah whatsapp bersama A. Fuadi. Iyaa A.Fuadi yang penulis trilogi Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara. Saya suka tulisan bang Fuadi, memang mungkin gaya tulisannya bukan yang puitis atau kompleks, tapi bahasanya ngalir dan isi ceritanya menarik. Terus beliau juga masih berdarah Minang *terus kenapa?* Ngerasa satu kampuang aja, wkwk..

Novelis-negeri-5-menara-a-fuadi
A. Fuadi dan karya-karyanya. Gambar dari sini 

Makasih Teh Shanty sudah mengundang Bang Fuadi ke kelas dan memoderatori kulwapnya 🙂

Kulwapnya berlangsung pada hari Selasa 29 Maret 2016. Bertepatan pas saya lagi trip liburan Easter, hoho.. walaupun saya telat masuk kelas, karena kulwapnya pagi jam 8.30 dan waktu saya di sini (CEST) masih jam 2.30 tengah malem. Gak papa, setelah subuh saya habiskan meresapi isi kulwapnya pelan-pelan sebelum memulai aktivitas jalan-jalan hari itu. Alhamdulillah masih sempet. Continue reading “Oleh-oleh Kulwap A. Fuadi”

Cerita Runa, Just Learning, Motherhood

Kapan Mengajak Anak Membaca Buku?

Salah satu pertanyaan yang sering muncul di forum ibu-ibu adalah, “Kapan sih ngajak anak membaca buku?”

Mungkin karena kepikirannya, emang anak umur kurang dari satu tahun udah ngerti? emang anak bakal tertarik? wong kita aja udah gede gini males buka buku ya kan, apalagi baca buku pelajaran, hihi.. Atau mungkin juga kerasanya sayang kalau beli buku pas anak masih bayi, nanti malah gak kepake juga.

Saya sendiri dulu pas hamil dan baru punya anak sebenarnya ga terlalu kepikiran kapan ngajak anak baca buku. Hanya pas hamil saya seneng beli buku anak-anak, hehe.. Saya beli buku dongeng anak sebelum tidur dan saya iseng bacain bukunya keras-keras ke perut, berharap si janin juga denger. Saya juga beli buku untuk saya sendiri sih, dulu saya paling seneng ke Gramedia (deket juga sih sama apato yang di Bekasi), jadi me time saya adalah baca buku, apalagi semenjak saya resign yaa.. hiburannya kalo ga dari tv dari buku.

Pengalaman saya waktu kecil juga saya gak inget apakah mama dan papa sering mengajak saya untuk baca buku. Tapi yang pasti saya inget, saya punya banyaaaaak sekali koleksi buku. Mulai dari buku dongeng anak-anak, buku cerita nabi, buku cerita rakyat, novel-novel Enid Blyton, Lupus, Goosebumps, novel islami, komik-komik segala rupa, buku WWP (yang ensiklopedi itu lho), sampai langganan majalah bobo, yang kemudian majalah tersebut dibundel jadi buku gede saking banyaknya dan sayang kan kalo hilang/rusak/berceceran. Saya gak kehabisan buku untuk baca deh. Berarti saya akui mama dan papa lumayan royal untuk soal buku. Saya inget juga dulu setiap dapet THR lebaran pasti kita belanjain uangnya untuk beli buku (yaa.. selain beli mainan dan jajan sih), tapi rasanya tuh puas banget kalau bisa beli buku pake uang sendiri. Akhirnya semakin banyak koleksi buku kita, mama dan papa bikin lemari guede di lantai atas untuk nyimpen semua buku, ceritanya jadi perpustakaan, namanya “Rinnik” (dari moRIN dan moNIK). Continue reading “Kapan Mengajak Anak Membaca Buku?”