review buku

Review Buku The Power of Habit – Charless Duhigg

All our life has it definite form, a mass of habits“. Kita mungkin mengira kalau kebanyakan dari keputusan yang kita ambil sehari-hari merupakan hasil dari pertimbangan yang matang, padahal bukan, keputusan-keputusan tersebut datang dari habit (kebiasaan), misalnya makanan yang kita pesan, apa yang kita ucapkan pada anak-anak sebelum tidur, apa saja yang kita beli di supermarket, berapa lama kita berolahraga, bagaimana kita mengatur pikiran dan work routines kita, dll. Kebiasaan-kebiasaan kecil tersebut tak disangka bisa memiliki efek yang besar bagi kesehatan kita, produktivitas, finansial, dan tentunya kebahagiaan. Kok bisa? Buku ini mengupasnya dengan lengkap.

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama fokus pada bagaimana habits bisa muncul di kehidupan seseorang, hal ini melibatkan kerja neurologi sampai pada transformasi habit. Lalu ada juga penjelasan mengenai bagaimana membangun kebiasaan baru dan menggantin kebiasaan lama, apa saja metodenya, dan polanya. Bagian kedua memaparkan bagaimana habits dari perusahaan dan organisasi yang sukses di dunia. Contohnya, bagaimana seorang CEO bisa mengubah perusahaan manufaktur yang sedang struggling menjadi top-performer company. Dan sebaliknya, bagaimana kumpulan-kumpulan dokter bedah bertalenta tetapi malah membuat kesalahan katastropik dengan adanya habits yang salah. Bagian ketiga menjelaskan bagaimana habits yang ada di masyarakt bisa mengubah dunia.

Setiap babnya memiliki pesan yang seragam, bahwa habits can be changed, if we understand how they work

Dalam buku ini dijelaskan mengenai habit loop: cue, routine, and reward. Sinyal, rutinitas, dan hadiah. Tiga hal itulah yang membangun habit.

Change might not be fast and it isn’t always easy. But with time and effort, almost any habits can be reshaped

Continue reading “Review Buku The Power of Habit – Charless Duhigg”
review buku

Review buku Deep Work – Cal Newport

Buku pertama yang saya selesaikan di 2021. Saya sebenarnya gak banyak baca buku self-development, tapi di satu titik, saya rasa saya perlu ilmu untuk bisa bekerja lebih efektif. Terlebih lagi di dunia yang saat ini penuh distraksi: revolusi digital network, arus informasi yang deras (entah benar atau hoax), dan tentunya godaan sosial media.

Continue reading “Review buku Deep Work – Cal Newport”
review buku

Review buku Freelance 101

Review buku Freelance 101, by Ikhwan Alim @zakki.wakif

Freelance. Dulu, waktu saya baru punya anak, saya gak kepikiran untuk bekerja kantoran, apalagi di Jakarta. Pikiran saya saat itu, pokoknya ribet kerja fix time sambil ngurus anak. Pekerjaan paling ideal yang bisa saya pikirkan adalah menjadi pekerja freelance. Padahal saya gak tahu juga pekerjaan apa saja yang bisa dikerjakan freelance😅. Akhirnya gak pernah nyobain deh.

Coba aja saya baca buku ini pada saat itu, pasti saya akan kebayang mengenai seluk-beluk freelance. Buku ini mengupas hal-hal dasar yang wajib dipahami oleh setiap freelancer: cara memulainya, bidang-bidang pilihan freelance, bagaimana proses operasional seorang freelancer, trik meningkatkan produktivitas dan kreativitas freelancer, sampai pada titik apakah freelance hendak dijadikan profesi permanen.

Yang menarik adalah penulis menekankan freelance itu bukanlah suatu pekerjaan yang “asal jadi”, yang penting bisa kerja sesuai hobi dan dapat duit secukupnya. Tidak, freelance juga membutuhkan profesionalitas plus passion. Profesi yang bersifat lepasan ini sangat menantang dan perlu nafas panjang.

Freelance bukan hanya cocok bagi para mahasiswa yang ingin mencari penghasilan tambahan, atau bagi para wanita yang memutuskan bekerja dari rumah. Tetapi freelance juga bisa dilakukan seorang karyawan kantoran, staf tetap, atau seorang yang ingin mengamplifikasi hobinya. Kuncinya ya tadi, be professional, nothing is impossible.

Buku ini ditulis oleh senior saya di farmasi dan di himpunan dulu. Selalu banyak belajar dari beliau. Kalau dulu berdiskusi dengannya, saya suka ngawang sebab bahasan sama beliau gak terjangkau pikiran saya, haha. Ide-ide dan pilihan karir Kak Ikhwan sangat unik. Terima kasih Kak Ikhwan sudah menulis buku ini dan membagi pengalamannya. Sukses selalu👍

#BacaBuku2020 #freelancer #freelance101 #ReviewBuku #pekerjalepas #DreamJob

 
review buku

Review Buku Helen dan Sukanta – Pidi Baiq

Dari semua buku Pidi Baiq yang pernah ditulis dan saya baca, ini yang menjadi favorit saya, Helen dan Sukanta. Dahulu saya pernah dibuat ngakak-ngakak pas baca serial Drunken-nya, dan dibuat termehe-mehe pas baca kisah Dilan-Milea, tapi kisah Helen dan Sukanta ini lain. Begitu dalam sekaligus menyayat. Begitu tulus dan romantis tapi tidak picisan. Dibalut dengan latar sejarah di era kolonialisme Belanda di Indonesia tahun 1930-1945. Lengkap dengan penuturan deskripsi tempat yang cukup detail di kawasan Ciwidey-Bandung-Lembang, di masa tersebut. Pikiran saya langsung melayang membayangkan Bandung tempo doeloe yang dingin dan berkabut di pagi hari, dengan tempat-tempat yang mengundang rasa rindu.

Saya masih terpikir apakah kisah Helen ini fiksi atau nyata. Rasanya terlalu nyata untuk fiksi, tetapi terlalu tragis jika ini nyata. Tadinya di awal-awal bab, saya mengira kisah cinta antara Helen dan Sukanta (Ukan) akan serupa Dilan-Milea, khas kisah cinta anak muda yang berapi-api. Tetapi tidak, kisah mereka tumbuh dari persahabatan anak-anak yang senang bermain dan mengeksplorasi alam. Tentu percakapan unik khas Pidi Baiq yang jenaka tetap terasa.

Helen Maria Eleonora adalah Noni Belanda yang lahir dan dibesarkan di Tjiwidey, ayahnya bekerja di perkebunan di sana. sementara Sukanta adalah pribumi biasa yang tinggal di daerah lingkungan Helen. Helen yang tidak punya teman karena keluarganya tertutup dari lingkungan luar selalu merasa kesepian. Dari Ukan-lah Helen menemukan kesenangan yang bebas, bermain di sungai, mencari belut, menjelajahi Situ Cileunca, diajari makan dengan tangan dengan menu khas rakyat. Sudah bisa ditebak tentu kisah cinta mereka mendapat pertentangan kuat dari pihak keluarga Helen. Namun, pada akhirnya bukan keluarganyalah yang memisahkan mereka, tetapi kondisi keji peperangan dan kekejaman pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

“Aku ingin segera mengatakan bahwa sebuah perang selalu tidak menyenangkan, yang ada hanyalah penderitaan, terutama bagi warga sipil.” (Halaman 351).

Dari sosok Helen saya merasakan bahwa tidak semua orang Belanda di masa penjajahan adalah sosok antagonis, tidak semua bersalah atas penderitaan rakyat Indonesia. Dari sosok Ukan saya mendapatkan ketulusan dan keramahan orang Indonesia, yang pada zaman sekarang ini semakin memudar.

“Orang Hindia dalam banyak hal lebih punya simpati dan perhatian daripada orang Belanda. Mereka lebih banyak memberi penghormatan yang bisa dirasakan oleh setiap orang Belanda. Oleh karena itu, harus aku katakan, orang Hindia hanya ingin mengambil persahabatan, tetapi kita membalasnya dengan kaki di atas kepala mereka.” (Helen, Halaman 236)

Saya yakin Helen adalah orang Belanda yang lebih mencintai tanah Bandung dan Indonesia melebihi orang Indonesia sendiri atau melebihi tanah nenek moyangnya, Belanda. Belanda baginya adalah tanah asing, yang tidak pernah ia rasakan kedekatan batinnya. Saya jadi mengerti mengapa orang-orang yang merantau jauh ke luar negeri, tetapi dalam lubuk hatinya nama Indonesia masih saja terpancang kuat. Meski coreng-moreng membayangi wajah Ibu Pertiwi.

Penuturan situasi alam Ciwidey, Bandung, dan Lembang pada jaman kolonialisme digambarkan dengan apik oleh Pidi Baiq. Ada lembah-lembah, sungai, kebun teh, perumahan, suasana Bandung, dan jalan-jalannya yang masih diikuti dengan weg (jalan, dalam bahasa Belanda). Saya seperti diberi kemampuan untuk bernostalgia dan menjelajahi kehidupan di tahun tersebut tanpa pernah ada di sana.

“Waktu akan membuat kita lupa, tapi yang kita tulis akan membuat kita ingat.” —Pidi Baiq

Helen dan Sukanta – Pidi Baiq
Journey

Review Sang Pangeran dan Janissary Terakhir

Menamatkan buku setebal 631 halaman ini bukan sekadar menyelesaikan lembaran-lembarannya sampai halaman terakhir, tetapi juga membuat saya berpikir, menapaktilasi kembali sejarah bangsa Indonesia selama masa penjajahan Belanda, sampai menelusuri silsilah keraton Yogyakarta yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono.

Ternyata pelajaran Sejarah yang dulu sangat saya sukai sejak SD, tidak membekas di ingatan saya ketika saya membaca kisah Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang disusun dalam bentuk fiksi sejarah oleh Ustadz Salim A. Fillah. Dulu saya cuma menghapal untuk ulangan bahwa Perang Diponegoro adalah perang yang terjadi di waktu menunaikan salat Maghrib (1825-1830) (ngerti kan ya maksudnya?) akibat dari pihak Belanda yang memasang patok-patok melintasi makam leluhur Diponegoro [Maapkan pengetahuan sejarah saya yang cetek ini].  Lebih dari itu Perang Sabil yang dikobarkan Sang Pangeran merupakan bentuk jihad fisabilillah melawan kebobrokan dan penurunan nilai-nilai Islam yang terjadi di keraton akibat pengaruh Belanda. Perang yang membangkrutkan Belanda ini menjadi pemantik bola salju kemerdekaan Indonesia (iya meski masih tahun 1945 resmi merdeka-nya). Continue reading “Review Sang Pangeran dan Janissary Terakhir”

Motherhood

Happy Mom – Happy Little Soul

Happy Little Soul – Retno Hening

Sudah lama saya pernah dikasih tahu oleh kawan saya, katanya ada IG seorang ibu yang anaknya gemesin banget, celotehnya banyak dan anaknya lucu. Saya pun melihat sekilas ke timeline IG tersebut (@retnohening) dari smartphone kawan saya itu. Nama anaknya Kirana. Usia Kirana kayaknya waktu itu 2 tahun-an, beda setahun dari Runa.

Continue reading “Happy Mom – Happy Little Soul”