Cerita Runa, Journey, Project

Opa dan Si Kecil

Waktu masih bayi, sepenuhnya hidup si bayi bergantung pada emaknya (dan Allah tentunya). Makan minum, pipis dan pup, bobo, ganti baju, dan kebutuhan lainnya diurus penuh sama ibunya. Bayi masih belum berdaya melakukan semuanya sendiri (ya iyaaa, serem-lah kalo masih sebulan terus bisa ngulek cabe di dapur). Sampai bayi bisa beranjak besar dan sedikit demi sedikit bisa mengurus dirinya sendiri.

Sadarkah ketika kita sudah tua dan lemah, bahkan mungkin kehilangan banyak daya ingat, kita dapat kembali seperti bayi? Yang segalanya harus diurus? Seperti itulah yang terjadi pada Opa tersayang saat ini.

You know, after we lost Oma last year, everything change.. We really really REALLY miss her. She just, well she was… She… *even I can’t describe in words*. Saya aja sebagai cucunya sangat merasa kehilangan, apalagi Opa, yang menjadi belahan jiwanya sampai 50 tahun, I can’t imagine his feeling. Setelah Oma duluan pergi, kondisi Opa bener-bener menurun drastis. Opa udah lama mengidap diabetes, saat ini penyakit gulanya membuatnya susah bergerak, sulit berjalan, dan sulit mengingat.

Opa sekarang di Bandung, kadang di rumah Kopo, kadang di Antapani rumah adik mama. Bergantian mengurus Opa. Bisa dibilang Opa kembali lagi seperti anak bayi, yang harus diurus makannya, minumnya, sampai urusan ke belakangnya. Aktivitas Opa pun kebanyakan hanya tidur aja, kadang nonton tivi, kadang saat bicara pun tidak tau apa yang dimaksudnya. Kalau diajak solat berjamaah, kadang ikut saja sambil duduk/tidur. Kadang bertanya kapan bisa pulang ke Padang lagi, kadang nanya ke mana Oma, kadang nanya ke mana anak-anak, apa sudah pulang sekolah, kadang marah kalau ada sesuatu yang ga sesuai hatinya.

Saat ada Opa dan si Kecil di rumah, sama repot mengurusnya. Bedanya kita tidak tahu apa yang bayi inginkan, kalau lapar dia nangis, kalau ngantuk dan cape, dia nangis, begitupun kalau pipis dan pup. Opa sebaliknya, kita bisa gampang bertanya, apa Opa mau makan sekarang, apa Opa mau mandi pagi dulu, apa Opa mau buang air kecil.

Dan bedanya lagi.. Walaupun repotnya mengurus bayi, hati kita terhibur melihat wajahnya, senyumnya, melihat jari-jarinya yang kueccciil, bahkan melihat nangisnya pun kita bahagia. Kalau Opa.. Seeing him like that, really eats my heart from the edge, it tears my feeling. Sedih lihatnya, tapi ga bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa berdoa semoga Allah memberikan yang terbaik baginya.

Nantipun kalau orangtua kita beranjak semakin tua, inget.. Siapa dulu yang mengurus kita waktu bayi, waktu kita ga mampu apa-apa, sampai sekarang bisa lulus kuliah dan kerja? Ga akan bisa terbalas jasa orangtua. Jadi, jika terjadi apa-apa pada orangtua kita, tanpa merasa beban pun kita harus mengurusnya, sama seperti dulu kita diurus beliau-beliau saat bayi.

Mengurus bayi dan mengurus orangtua.. persamaannya lagi adalah.. Sama ikhlasnya, Lillahita’ala.

Love.., Motherhood, Only a Story, Project

19

Curi-curi waktu nulis blog dan ME TIME di antara sambil ngurus si Kecil jadi agak susye. Waktu tidurnya ga bisa diprediksi. Waktu itu malem rewel terus, dan begadang dari jam 11 malem sampe jam 4 pagi. Hakhekhok terus, paling bobo cuma setengah jam, itupun banyakan dinina-bobo digendong. Baru bisa bobo nyenyak pas subuh sampai pagi, siang ada bobo juga. Sekarang ini pagi sampai sore malah ga bobo, matanya buleeed terus, malah kalo di-mimik-in ga langsung bobo kaya biasa, eh malemnya bobonya nyenyak. Haduuh.. it’s very exhausted. But, everytime I see her face, I can’t resist her innocent face,then the tired go away..

Oke, Singkat aja hari ini. Hari ini tanggal 19 Februari. Runa ulang bulan! hehehe.. Udah sebulan ga kerasa ya..

Tentang angka 19, saya punya ikatan menarik dengan angka ini. Bukan karena saya percaya sama angka keberuntungan apalagi nomor buntut lho ya. Tapi entah kenapa, I like that number. Mulai dari angka 9. Dulu saya suka angka 9, pertamanya karena ini angka adalah angka paling besar (bukan 10 kan angka paling besar?). Lalu juga (dulu) saya punya pemaen bola favorit bernomor punggung 9 di klubnya maupun di timnasnya. Bisa dibilang saya dulu cukup fanatik sama dia, hahaha.. Sampe punya se-binder-eun potongan berita atau gambar dari koran maupun tabloid tentang dia, punya banyak posternya, sampai bikin email pertama dengan namanya. It was silly, but I loved the ababil moments of me. Itu lho, si kerempeng ganteng Filippo ‘Pippo’ Inzaghi dari Itali. *Dulu email saya itu monix_inzaghi@yahoo.com, wkwkwk.. bahkan email saya setelah saya beranjak dewasa yang masih dipakai sampai sekarang masih ada embel-embel namanya: pippogirl_moniq@yahoo.co.id.*

Back to the number, 19. That number is like a landmark to start something in my life.

19: (1-9) Kelas pertama di SMA 3, tempat saya dipertemukan (lagi) sama my soulmate. Walaupun saat awal masuk SMA itu termasuk saat-saat yang sulit dan butuh penyesuaian, tapi akhirnya sayasangat  bersyukur ada di sana. The class 1-9 had so many sweet memories.. with my sahabat-sahabat tercinta saya, dan tentunya sahabat paling (ter)cinta si Ayah. Bisa dibilang di sana persahabatan kita dimulai.

19: 19 Desember 2010. Our Wedding day! Itu tanggal nikah ditentukan sesuai dengan tanggal kosongnya gedung lho, bukan karena emang pengen tanggal segitu. Bisa dibilang saat itu kehidupan baru saya dan dia dimulai.

19: 19 Januari 2013. Our baby was born! Ga pake pesen tanggal buat lahiran lho, terus sengaja disesar, emang kebetulan aja tanggal segitu si baby mau keluar melihat dunia. Bisa dibilang saat itu kehidupan baru saya dan suami dimulai lagi, dengan kehadiran si Kecil.

19: hem.. apalagi ya.. kita liat lagi masih ada ga ntar sembilanbelas-sembilanbelas lainnya.

Bilanglah saya mengada-ada atau terlalu gooey melancholy ga jelas. Biariiin, emang lagi begitu ko, namanya juga bawaan emak-emak baru, mo protes?

Okelah.. enough for today. See u tomorrow 🙂