Being Indonesian in the Netherlands, [GJ] – Groningen’s Journal

Call Your Parents

“You call your parents everyday?”

“Yes, almost everyday, in irregular times. Sometimes in the morning, so in Indonesia it’s already afternoon.”

“Really? And you talk about …?”

“Anything, well, we can talk about everything. Not in really serious way. Sometimes just what did you do today? What did you cook today? Just simply daily conversation. It isn’t common?”

Jadi waktu ketemu lagi sama teman-teman di kampus, kan kita ngobrol gimana kabar-kabarnya nih selama pandemi, apa ada yang berubah? Ya tentu banyak yang berubah, ritme kerja, jadwal sehari-hari, intensitas komunikasi dengan keluarga (baik keluarga yang di sini atau yang di kampung halaman), dst. Ada teman yang jadi mengagendakan telepon/video call khusus dengan keluarganya, ada yang mamanya jadi lebih sering menelepon nanya kabar, dan ada juga yang biasa aja gak berubah karena biasanya emang jarang telepon/video call.

Kalau saya ya … hubungam dengan keluarga di Indo bisa dibilang gak terlalu banyak berubah. Sebab sebelum pandemi pun saya dan keluarga di Indonesia memang sering teleponan dan video call. Mama kan ibu rumah tangga, jadi gak punya jadwal khusus untuk kerja. Mama biasanya nelepon saya jam berapa aja selowongnya dia. Kalau saya biasanya nelepon Mama di pagi hari, sebelum berangkat ke kampus, atau malah sore pas pulang. Waktu wiken pasti jadi agenda menelepon yang agak panjang durasinya, kan kita bisanya juga santai. Kalau dengan keluarga suami (mertua), karena bapak dan ibu bekerja, jadi biasanya teleponan dan vid call lebih banyak dilakukan di saat wiken.

Pas pandemi, intensitas menelepon jadi lebih meningkat, soalnya sama-sama di rumah kan kita semua. Jadi bisa nelpon kapan aja. Biasanya ya kami pagi/siang di sana siang/sore (summer time bedanya 6 jam, Indonesia lebih duluan).

Continue reading “Call Your Parents”
Lifestyle, Random Things

Dari Jarkom ke Group WhatsApp

Coba hitung ada berapa grup whatsapp yang ada di smartphone kamu? 10, 20, 30? Katanya sih makin banyak group WA makin menunjukkan tingkat keaktifan seseorang. Saya sendiri punya kira-kira lebih dari 20 grup WA, tapi yang aktif saya ikuti atau yang aktif berbunyi paling hanya sekitar 6-10. Mulai dari grup whatsapp keluarga, saudara, teman kampus, tetangga, alumni SD, angkatan farmasi, genggong pas kuliah, awardee, komunitas blogger, komunitas di Groningen, sampai grup whatsapp sementara, yang terbentuk untuk janjian bikin acara, kepantiaan, atau iuran kado. Kreatif dan praktis banget generasi zaman Y dan Z ini. Gak ribet mau komunikasi atau memberi informasi di antara kumpulan orang, tinggal bikin grup, ngobrol di grup, jadi deh.

Saya jadi inget zaman saya SMA dan kuliah dulu. Mana ada grup whatsapp untuk woro-woro ngasih pengumuman. Yang ada itu adalah JARKOM, alias jaringan komunikasi. Masih inget gak? Continue reading “Dari Jarkom ke Group WhatsApp”

Love..

Dia Adalah Fajarku Tahun 2004

Baru menamatkan sebuah buku berjudul “Dia adalah Dilanku Tahun 1991” karya Pidi Baiq membuat saya jadi ikut terhanyut dalam nostalgia masa-masa SMA saya di Bandung. Thanks to Yosay yang udah minjemin bukunya. Di sini saya dahaga sekali pengen baca novel berbahasa Indonesia yang bermutu, kangen Grameeedd.

Buku Dia adalah Dilanku Tahun 1991 - by Pidi Baiq
Buku Dia adalah Dilanku Tahun 1991 – by Pidi Baiq

Memang keren banget Pidi Baiq, cerita Dilan ini simpel, ga terlalu banyak kata puitis dan berat, ga terlalu banyak konflik dan bumbu, tapi mengalir aja gitu.. bikin ikut senyum, ketawa, deg-degan. Yang bikin buku ini menarik entah karena settingan-nya di Bandung yang begitu saya hapal situasinya, entah karena cerita remaja SMA, entah juga karena sosok Dilan yang begitu unik. Pokoknya sambil baca buku itu, saya sambil mengingat-ingat kisah percintaan (ajiyee) saya di zaman dahulu kala.. Saat darah ababil masih mengalir deras di diri saya, wkwkwk… Continue reading “Dia Adalah Fajarku Tahun 2004”