Catatan Hati

Becoming a Wave of Change


يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: «بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ»، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: «حُبُّ الدُّنْيَا، وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ 

Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya. Maka seseorang bertanya : ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” (Bahkan kalian banyak, akan tetapi kalian seperti buih mengapung). Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menimpakan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn. Seseorang bertanya : ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi shallallahu ’alaih wa sallam bersabda : ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR. Abu Dawud, hadist no. 4297).

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa pada suatu masa jumlah pemeluk agama Islam itu sangatlah banyak. Tapi keberadaannya seperti buih di lautan atau stidak ada dampak yang berarti. Familiar ya? Seperti kondisi umat muslim saat ini, di mana Islam merupakan agama dengan penganut terbesar kedua di dunia. Bahkan ada beberapa negara yang beragama mayoritas Islam. 

Namun, mereka (kita) justru seakan tidak bisa berbuat apa-apa ketika Zionism yang notabene memiliki pengikut yang lebih sedikit berbuat kekejian genosida di Palestina. Menggambarkan kondisi umat muslim yang hanya kuat dalam kuantitas, tapi tanpa kualitas sehingga kelompok-kelompok dengan misi ‘gila’ dapat bebas mengepung umat Islam karena akidah umat yang dangkal. Umat Islam dibombardir peradaban dan gemerlap dunia yang menjauhkannya dari nilai-nilai Islam yang dimiliki.

Bagaimana supaya kita sebagai umat Islam idak menjadi foam (buih), tapi jadi wave (gelombang)? Yang kuat di dalam di luar. Dan agar kita tidak menjadi pribadi yang useless, tapi jadi useful sebagai muslim

Being a wave means shaking the globe.

Tulisan ini terinspirasi (merupakan rangkuman) dari ceramah Ustadz Yasir Qadhi.

Jawabannya ada di hadits tersebut juga

1. It.s not quantity but the quality (yang Allah lihat dari kita)
Artinya apa? Kita jangan semata melihat orang lain, tapi tunjuk diri kita sendiri: Apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas diri kita? Tidak usah melihat ke samping atau menyalahkan orang lain. Tanyakan dirimu: What am I doing to contribute? Untuk mendekat pada Allah, to improve our quality as a moslem. We have to be the best what we can be. 

Quality = Prioritize and develop your own tawakal, iman, to bring your quality. Ketika kualitas baik, kita akan bisa meningkatkan kualitas keluarga, komunitas, dan umat. Dengan kualitas yang baik, Allah akan memberikan berkah untuk meningkatkan kuantitas. Jangan jumawa ketika jumlah kita banyak, bahwa kita akan jadi bangsa yang kuat dan hebat. Sebaliknya juga jangan sedih ketika jumlah kita sedikit, bahwa kita akan kalah.

Contoh adanya umat Islam yang banyak tapi tidak memiliki kekuatan: Betapa banyak negara Islam yang mengelilingi Palestina banyak, tapi tidak ada satupun yang berani berbuat secara gamblang untuk membantu Palestina. Sebaliknya, di zaman Rasulullah SAW, dalam peperangan/jihad umat muslim. Kita selalu dalam jumlah yang sedikit, tetapi apakah hal tersebut menyebabkan muslim kalah?

Fakta: Perang Badar 1:3 (1000 Quraisy vs 300 Muslim), Perang Uhud (Quraisy 3000 vs 700 Muslim), Perang Khandaq, bahkan pasukan sekutu terdiri dari orang kafir Quraisy, Yahudi, dan bengsa Arab lain (Ghatafan) yang membenci Islam) nerjumlah hampir 10.000-15.000, sementara umat Muslim 3000. Begitu juga saat penaklukan Romawi, Persia, dan Syam, jumlah pasukan Muslim tidak pernah melebihi pasukan musuh tapi kemenangan terus diraih. Karena apa? Kualitas pada mujahid.

Refleksi: Maka saat ini kita yang ada di negara minoritas, memang jumlah kita sedikit. Bisa jadi kita adalah satu-satunya muslim di kantor, di sekolah, di komunitas, di kampus. Bisa jadi cuma kamu yang berjilbab di kantor, cuma kamu yang menjalankan puasa Ramadan di saat semua teman dan kolega makan siang. Tapi hal itu sama sekali tidak mengurangi izah/harga diri/dan kualitas kita sebagai muslim dan manusia. Karena kita tahu kita punya kualitas. Selama apa yang kita lakukan baik, tidak salah dalam ukuran Allah dan Islam, ya tidak usah takut. Hasbunallah wa ni’mal wakil. Hanya butuh Allah, pandangan manusia adalah urusan kesekian.                   

2.  Metafora buih vs gelombang (foam vs wave)

Buih itu ada di permukaan, tetapi riaknya kecil, naik dan timbul tenggelam.
Gelombang itu ada dalam, tapi kuat dan menggerakan arus, ada kontur yang kokoh.

Menjadi buih artinya mengikuti arus saja, tetapi menjadi gelombang artinya punya kekuatan untuk menggerakkan

In order to be a wave = Kiita tidak bisa hanya ikut arus society yg membawa dampak kurang baik. Jadi terngiang lagu …. “Saat kau mulai ragu arah hidup. di situla kau mulai terbawa arus” :D.

Jangan biarkan values dan agama kita berdasarkan waktu dan tempat kita hidup sekarang, tapi kita harus go deeper like a wave, punya pancang yang kuat dengan Al Quran dan Hadits, from the deepest source from Allah. Society changes, values changes, tetapi yang tidak berubah cuma Al Quran dan Hadits. So, pelajari terus agama kita. Sehingga kita punya jangkar yang kuat ke bawah, deep into the ground. Sebesar apapun angin mengguncang, selama akar kita kuat, we’ll be ok, Insya Allah.

3. Mastering your field

Masih mengenai menjadi wave.  Islam pernah menjadi penguasa dunia, apa yg dipelajari dari generasi Rasulullah dan sahabiyah: sincerity and power of their faith, willingness to contribute to society

Be firm upon your religion, and master the dunya according to your ability, whatever your fields are. Be the top of the top, be ambitious for the sake of the ummah. Be a leader in your community. Menjadi pebisnis, engineer, peneliti, guru, karyawan, koki, bahkan menjadi ibu dan ayah yang super. Din (agama) dan dunia dipegang bersamaan, ketika memegang Islam, dunia akan mengikuti dengan sendirinya.

Be a proud moslem. Ga harus kita koar-koar bahwa kita muslim, cukup menjadi muslim yang baik. Gak usah malu menunjukkan Islam kita ketika kita punya kualitas yang baik sebagai manusia. Your presence and personality become dakwah.

4. Menghindari penyakit wahn

Apa maksud penyakit wahn? Yaitu terlalu cinta kepada dunia dan takut akan kematian. Inilah penyebab utama yang membuat iman umat muslim turun. Akan banyak umat muslim yang mau menjual agamanya demi jabatan, meninggalkan salatnya demi harta dan lain sebagainya. Dari contoh ini saja sudah dapat dilihat sebagaimana buruknya iman seorang muslim.

Bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari, dan bekerjalah untuk kehidupan duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya“.

Percayalah bahwa hidup ini sementara, dan ada kematian. Kenapa kita harus mengingat mati? Karena kita akan menjadi lebih tenang bahwa dunia ini sementara. Kalau kita punya sesuatu ya Alhamdulillah, kalau enggak punya ya udah. Jadi kita tidak maruk pada dunia, tidak hanya peduli pada apa yang kita punya, berapa uang kita, rumah kita gimana, dan kita tidak akan memikirkan apa kontribusi kita untuk umat. You are gonna live only for yourself.

Ketika kita memikirkan bahwa hidup kita abadi di akhirat, kita tahu bahwa tujuan kita ya untuk menabung untuk akhirat kita. Apa amal-amal kita, apa legacy kita, apa kontribusi kita, dan bagaimana sedekah kita? Become a person of action not person of talk.

Walaupun no problem of enjoying life, but don’t make life as your goal. You can enjoy your house, enjoy your vacation, enjoy apa yang kita punya, tapi jangan jadikan tujuan hidup. Sebaliknya ketika kita memikirkan mengenai kematian bukan juga kita menjadi muram dan depresi. Tapi kita jadi berpikir apa yang bisa kita lakukan bisa bermanfaat jika kita meninggal nanti. Remember that your effort that will be blessed, not your results. Allah will judge your effort for trying.

Menjadi muslim itu bukan mengekang, tetapi malah membebaskan sekali, karena kita akan fokus pada proses bukan hasil akhir.

Wallahu a’lam

Leave a comment