Catatan Hati, Free Palestine

Pergerakan Mahasiswa untuk Palestina di Belanda


Di dunia yang semakin gila ini, Alhamdulillah ada darah-darah muda yang masih waras dan lantang bersuara. Siapa lagi kalau bukan mahasiswa? Tumpuan dan harapan suatu bangsa di kala penguasa sudah semakin durjana menyiksa. Di pundak anak-anak muda ini kita menaruh harapan bahwa mereka akan membawa perubahan.

Saya jadi ingat kata-kata sewaktu OSPEK masuk ITB dulu. Kenapa diletakkan kata ‘maha’ di depan ‘siswa’? Karena kalian sudah sepatutnya menjadi pelajar yang berpikir dan bertindak tinggi, bukan lagi sekedar murid yang disuapi lagi.

Pergerakan Mahasiswa di US

Sudah tujuh bulan lebih sejak peristiwa 7 Oktober 2023. Narasi-narasi yang dibangun Isyriwil semakin rontok. Bisa dilihat dari dukungan yang tidak habis mengalir untuk Palestina di seluruh belahan dunia. Walaupun serangan yang dilancarkan pun juga tidak ada habisnya. Dukungan untuk Palestina kembali memuncak, kali ini diinisiasi oleh mahasiswa-mahasiswa di US. Mereka melakukan encampent, atau mengokupasi wilayah kampus dengan mendirikan tenda-tenda lalu bermalam di sana. Mereka juga melakukan aksi damai menyuarakan boycott, divestment, and sanctions terhadap Isyriwil. Pesan mereka simpel saja, mereka ingin universitas berhenti melakukan kerja sama apapun dengan Isyriwil, termasuk dengan universitas atau bagian pendidikan Isyriwil, juga stop berhubungan bisnis dengan perusahaan-perusahaan pendukung Jionis.

Aksi mereka ya damai aja sebenarnya, tapi dalam demo pasti ada pihak-pihak provokator, yang punya kepentingan jelek, yang akhirnya membuat demo menjadi ricuh. Polisi pun dipanggil, terjadi bentrokan antara polisi dan mahasiswa, kekerasan terjadi, dan mahasiwa ditangkapi.

Pergerakan Mahasiswa di Belanda (dan khususnya Groningen)

Akhirnya aksi mahasiwa ini sampai juga di Eropa, termasuk di Belanda. Tadinya saya juga mikir, apa mungkin ada demo dan encampent mahasiswa di Belanda? Yang kayaknya mahasiswanya cuek-cuek aja. Walaupun di Groningen sendiri sudah ada organisasi Students RUG for Palestine, dan sering juga mengadakan aksi-aksi, juga perundingan dengan pihak kampus soal boikot, divestasi, dan sanksi ini. Ternyata pikiran saya meleset. Alhamdulillah banyak mahasiswa yang peduli dan bergerak. Di Groningen juga, AllahuAkbar!

Aktivitas Encampent

Mereka punya akun instagram untuk update berita mengenai aktivitas mereka di camp, list barang apa aja yang mereka butuhkan (barangkali ada yang mau bantu), agenda apa yang mereka jalankan sehari-hari, dan juga update berita Palestina. Bisa cek akunnya: https://www.instagram.com/encampment.rug/.

Selama mereka memulai encampent, saya sudah tiga kali ke sana. Well, tentunya bukan ikut camping juga, dengan segala keterbatasan saya. Saya setidaknya mencoba menunjukkan dukungan saya kepada pergerakan mereka. Mereka juga sangat welcome ketika dikunjungi. Pertama saya ke sana, saya bersama suami membawa kardus-kardus dan solatip gede. Biasanya mereka butuhkan untuk menulis kata-kata perjuangan dan penyemangat. Kami juga membawa snack dan minuman mineral botol besar (cuaca lagi panas, bisa dibayangkan mereka butuh banyak air minum dingin). Alhamdulillah ternyata di sana persediaan makanan dan snack banyak. Saya juga bertemu dengan pemuda Malaysia yang sering saya temui ketika ada aksi-aksi Palestina dari mahasiswa di kampus. Ngobrol sedikit gimana keadaan di encampent. Ada beberapa wajah yang juga familiar saya lihat. Kami gak lama di sana karena anak-anak kami tinggal di rumah berdua, jadi cepet-cepet pulang.

Kedua saya ke sana, saya ngajak teman saya, yang memang kebetulan mau ke sana juga. Kami ke sana masih pagi, sekitar jam 10. Kami bertemu dengan beberapa mahasiswa, ngobrol dengan mereka, dan lihat-lihat lebih jelas isi camp, karena kalau pagi memang aktivitas di camp terbilang sepi. Saya melihat ada pojok perpus mini, ada mahasiswa-mahasiswa yang masih ngegoler di matrasnya juga, tidur :D. Kami juga ikut mengisi kartu pos yang ditujukan untuk pihak kampus, isinya ya menyuarakan dukungan kita atas pergerakan mahasiswa dan juga dukungan pada Palestina. Ada juga kartu pos yang bisa kita kirimkan untuk teman-teman kita yang ingin kita ajak berpartisipasi dan lebih aware pada gerakan solidarity dan protest ini.

Ketiga kali saya ke sana, saya bersama anak-anak. Runa soalnya penasaran dengan cerita saya waktu ke sana. Runa juga ingin lihat. Kami hanya mampir aja sebentar. Dan Alhamdulillah akhirnya kami ketemu juga dengan mahasiswa S1 Indonesia yang ikutan ada di sana. Berarti ada juga Gen Z yang peduli untuk datang ke sana.

Choose Your Own Battle Field

Betapa inginnya saya ikut serta di encampent itu. Karena setiap saya melihat berita Palestina, kabar Gaza, saya semakin merasa useless dan merasa hidup di dunia yang aneh dan gila. Bagaimana mungkin terjadi genosida dan kekejaman mengerikan untuk orang-orang yang tidak bersalah, anak-anak, wanita, orang lemah, dan seluruh dunia diam saja? Kekejaman Setanyahu, Biden, antek-anteknya, kayak udah di luar nalar. Setan aja minder mungkin ada manusia yang lebih biadab daripada golongan setan sendiri.

Menariknya di encampent dan pergerakan mahasiswa yang ada di US dan Eropa banyak didominasi oleh orang non Arab dan non Islam. Banyak western people atau orang kulit putih yang bersuara lantang. Banyak juga kaum-kaum minoritas seperti l*b*q yang berpartisipasi, orang Jewish juga ada. Untuk di Groningen sendiri saya melihat banyaknya ya orang Eropa dan kaum minoritas tersebut. Yang muslim, orang Arab, maupun orang Indonesia jarang. Tadinya saya mikir ke mana ya orang-orang ini? Kenapa yang banyak malah orang Eropa.

Saya diskusi dengan suami dan juga denger cerita dari teman. Memang mungkin pergerakan mahasiswa di US dan Eropa ini adalah “jatahnya” mereka. Mereka lebih punya banyak privilege untuk melakukan aksi secara frontal. Kenapa? Ya karena mereka orang lokal. Misal mereka punya catatan kriminal karena itu, ditangkap, atau diapa-apain, setidaknya mereka masih penduduk lokal. Gak akan juga dideportasi. Gak seperti kita mungkin para pendatang yang ke Belanda untuk bekerja dan studi. Yang izin tinggalnya terbatas karena ikatan status kerja/studi. Ada risiko-risiko yang tak terlihat dan bisa mengimbas efeknya ke depan.

Seperti cerita teman saya, seorang mahasiswa S3. Dia tadinya ingin ikut datang ke sana (belum ikut encampent juga). Terus dia ditanya sama supervisor-nya. Kamu mau ikutan ke sana? Dia masih jawab enggak.. karena mungkin takut responnya gimana gitu. Supervisornya bilang kurang lebih gini: gak usahlah kamu ke sana, kamu kan ke Belanda untuk studi, kalau kamu gimana-gimana gara-gara ikutan itu, nanti kamu juga yang susah. Akhirnya ia mengurungkan niat untuk ke encampent.

Saya yang asalnya sangat terpantik dan ingin banget ya berada di barisan paling depan, juga harus berpikir cerdas bagaimana peran kita dalam pembelaan ke Palestina ini. Rasanya emang kayak kok minim banget ya yang kita lakukan. Takut juga ditanya di akhirat, kamu dulu di barisan mana pas Palestinian digenosida? Kamu udah ngapain aja dalam membantu pembebasan Palestina dan Al Aqsha? Takut dong kalau kita nanti di akhirat barengannya sama orang-orang zalim dan biadab itu. Naudzubillah. Ya, akhirnya saya coba sebisa saya aja. Mendoakan, share berita, mensupport encampent sebisa saya, mengedukasi orang-orang sekitar, berdiskusi mengenai itu terus dengan keluarga, anak-anak, dan komunitas, memberikan hadiah harta, BOIKOT TERUS, dan selalu update berita di sana.

Berkaca dari Sejarah

Perjalanan perjuangan ini akan masih panjang, encampent ini juga entah sampai kapan. kata para mahasiswa sih sampai tuntutan mereka untuk disclose, boycott, and divest dipenuhi. Supaya RUG end their complicit in genocide, supaya RUG gak ada kerja sama lagi dengan universitas Isyriwil atau perusahaan-perusahaan terkait yang support Isyriwil. Tapi Masya Allah-nya gelombang dukungan tampaknya terus mengalir dari seluruh belahan dunia. Sepertinya perhitungan musuh meleset, mungkin mereka kira ini semua akan diredam lagi dan orang akan lupa. Ternyata zaman sosmed sekarang ada angin positifnya juga, karena narasi-narasi kebohongan jionis dilawan oleh medsos yang ada, mulai dari media-media yang bener, jurnalis di lapangan, citizen journalist, influencer, sampai ada Tentara Julid Indonesia.

Berkaca dari sejarah, kemenangan Islam tida tiba-tiba terjadi dalam semalam, tidak Sangkuriang dan Roro Jonggrang mode on. Tapi itu semua dilalui melalui proses yang panjang, melalui setapak demi setapak kemajuan. Itu dibangun dengan perlahan tapi pasti. Dan semua yang terlibat di dalamnya menyusun kebangkitan utama. Seperti terjaidnya Fathu Makkah. Itu setelah 10 tahun Rasulullah SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah, dan setelah 23 tahun Rasulullah mengemban risalah Islam.

Salahuddin Al Ayyubi dapat menaklukan Al Aqsha, Palestina, juga bukan terjadi dalam sehari-dua hari. Ada penaklukan-penaklukan kota-kota di sekitar Al Aqsha. Ada misi yang sama yang sebelumnya sudah digencarkan oleh mentor Salahuddin, yaitu Nuruddin Zanki. Ada penggemblengan Salahuddin untuk bisa menjadi pemimpin Bahkan juga sebelum lahirnya Salahuddin.

Juga kisah Muhammad Al Fatih yang terkenal, berhasil membebaskan Konstatinopel dari Romawi yang kuasanya merajalela. Al Fatih sudah dididik dari kecil untuk rencana pembebasan Konstatinopel. Bahkan itu adalah cita-cita itu dimulai dari ayahnya.

Jadi kita harus sabar dan sadar, untuk tetap berada di jalan yang benar. Kegilaan Isriwil ini sudah berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Bahkan jauh sebelum itu sejak 1948 di peristiwa Nakba. Untuk orang-orang Palestina, mereka mungkin sudah biasa berada dalam kondisi seperti itu, dan iman mereka Masya Allah seperti mutiara berkilau. Kita aja yang lemah gak bisa membayangkan apa yang terjadi di sana. Ya memang, kita sangat lemah. Bahkan untuk mau boikot aja masih banyak alasan, bahkan mau bersuara mendukung aja ragu-ragu. Pesan saya, don’t be in the wrong side of history. Do your part, choose your battle field.

2 thoughts on “Pergerakan Mahasiswa untuk Palestina di Belanda”

Leave a reply to Finni Cancel reply