Suatu kali temen saya cerita. Katanya semalem dia pulang dari Amsterdam ke Groningen naik trein ns (kereta umum Belanda) dan telaaat banget sampainya. Yang harusnya dijadwalkan sampai jam 9 malam, dia baru sampai stasiun Groningen hampir jam 1 dini hari. Keretanya terhenti di Amersfoort dan stuck selama 4 jam! Storringen (gangguan) bukan karena macet atau karena si Komo lewat, tapi karena ada yang bunuh diri di rel kereta, hiiiiiyyy! Ngebayanginnya aja udah serem.
Tapi ternyata, kejadian bunuh diri di rel ini bukan hanya terjadi sekali dua kali aja dalam setahun, tapi hampir 200 kali dalam dua tahun. Bahkan Belanda tercatat memegang rekor bunuh diri di atas rel terbayak di antara negara Eropa lainnya, ckckck..
Suicide on the track is more often registered in the Netherlands than in other countries of the European Union. In 2006 and 2007 found more than 190 people in the Netherlands to bear the death in front of a train (sumber: treinreizger).
Jadi mungkin kalau kita-kita yang baru tinggal di sini setahun dua tahun pasti akan langsung berjengit dan beristigfar sebanyak-banyaknya kalau tahu kereta yang kita naiki ternyata terhambat karena ada yang bunuh diri di rel (entah apa dia loncat dan menambrakkan diri ke kereta yang lewat, atau sengaja berbaring di rel –> lho kok jadi dibayangin, astagfirullah). Namun, tidak seperti kita, Dutch people mungkin akan maklum dan lempeng, kemudian melanjutkan kegiatannya membaca buku di kereta tsb, layaknya hanya terjadi gangguan biasa.

Tapi yaa.. tentunya acara bunuh diri di rel ini punya impact yang besar pada masyarakat luas. Pertama: menghambat kelancaran transportasi umum, banyak jadwal kereta yang berubah, bahkan cancel. Juga rentetan gangguan jadwal akibat berhentinya trein ini. Kedua, ga kebayang dong gimana beratnya tugas petugas medis, polisi, train workers, dan personel lainnya yang terlibat dalam pembersihan insiden ini, ya mayatnya, ya relnya, ya keretanya. Ketiga, tentu merugikan penumpang lainnya dan juga komunitas luas, kerugian tidak hanya dari segi materi tapi juga moril dong, seperti hilangnya waktu sia-sia seperti yang saya sebutkan di atas.
“Mbok ya kalau mau bunuh diri tuh, pake cara yang ga ngerepotin orang”
Kalau dari data mas wiki, pelaku treinsuïcide ini lebih banyak laki-laki, sekitar 64.5% korban adalah laki-laki. Usia termuda korban 11 tahun dan tertua 88 tahun. 65% dari korban tersebut ternyata punya latar belakang kejiwaan, yang mana angkanya 7% lebih tinggi daripada korban dengan kasus bunuh diri lainnya. Uniknya lagi, usia rata-rata korban adala 39,1 tahun. Itu kan masih muda ya cuy, apalagi katanya kan 40 is the new 20. Atau usia tersebut adalah di saat orang merasa sedang jaya-jayanya, dalam karir, rumah tangga, dalam hidup.
Ya mungkin, korban tersebut malah merasa sebaliknya, usia sudah 40 tahun tapi kok belum punya apa-apa, belum berhasil, gak sukses, gak mapan, hidupnya hampa. Lalu daripada dikungkung oleh kehidupan seperti itu ya wes ambil jalan pintas aja, mending mati aja. Naudzubillahimindzalik..
Belanda boleh jadi negara maju, negara stabil secara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan banyak bidang lainnya. Tapi melihat angka bunuh diri di rel kereta yang jumlahnya besar begini, miris jadinya. Tentu ada suatu ketidakstabilan pada mereka. Bisa jadi karena mereka ga punya pemahaman pada agama, ga tahu tempat mengadu dan pulang kalau menemui masalah, gak tahu konsep bersyukur dan bersabar, gak tahu konsep hidup setelah mati.
Bersyukurlah kita-kita, kalian-kalian yang walaupun miskin harta, tapi ga miskin rohani. Lebih bagus sih kaya harta dan kaya rohani, hehe.. Aaamiin..
Wallahu a’lam bish-shawab.
Jadi serem baca ini mbak. Kirain kalo udah negara maju, angka orang-orang yang depresi, stress dan sejenisnya turun. Ternyata enggak sebanding ya. Terima kasih, jadi dapat pengetahuan baru nih saya 🙂
Nah itulah mbak herannya. Tapi ya itu td, orang Belanda banyak yg ga pny agama, heu.. saking logis pikirannya jadi ga percaya Tuhan. Kalo ada masalah solusinya malah jadi bunuh diri
kdg suka ga abis pikir sih, kenapa org berani bunuh diri ya… di semua agamakan bunuh diri ini berdosa.. ga mikir kesana apa.. ato krn ga percaya Tuhan makanya mikirnya bunuh diri aja supaya urusan dunia selesai.. urusan akhirat lah piyee ;D
Bener mbak @fanny, orang Belanda rata2 ga percaya Tuhan, agama bukan hal penting buat mereka
Merinding, miris, marah. Campur aduk baca post ini. Setuju sama Teh Monik, ukuran majunya sebuah negara, nggak otomatis menjadikan warganya ikut stabil secara keseluruhan.
Jadi inget ada manga Jepang tentang suicide club, isinya gadis2 SMA yang gabung di forum online tentang bunuh diri dan akhirnya bunuh diri massal di jalur kereta juga.
Astagfirullah. Dunia semakin gelo 😦
Iya Jepang juga, angka bunuh dirinya tinggi terutama di kalangan anak2 mudanya, hiii… Naudzubillah..