Life is Beautiful

Life in the Time of Corona


Assalamu’alaikum bloooggg..

OHHHH I MISS YOUU SOO MUCCHH!!

Napa eike ga nulis-nulis lagi siih? Syebel eike juga sama diri sendiri, yang gak bisa menyediakan waktu untuk nulis. Betapa kangen jari-jari saya menuangkan apa yang ada di kepala dan hati.

Apalagi saat ini dunia dalam kondisi krisis. Darurat. Pandemik. Udah kayak mau akhir zaman (ya memang mungkin udah mau kiamat, Walllahua’lam). Tapi Allah memang Maha Kuasa, Pemilik segala di langit dan bumi, Yang bisa membuat segala-galanya mungkin. Kita sebagai manusia merasa sangat lemah, lemah sekali.

Sebenernya kali ini saya nulis juga gak tau mau nulis apa. Saya lagi kebagian jatah bisa kerja tanpa gangguan anak-anak. Suami lagi jagain anak-anak di bawah. Setengah jam lagi saya ada meeting  sama Si Ibuk spv. (Rasanya) saya sudah cukup menyiapkan bahan diskusi, dan malas buka-buka lagi, belum ada update-an untuk dikerjain lagi. Terus tetiba saya ingin membuka blog.

Selama hampir sebulan ini hidup terasa ups and downs, aneh, parnoan. Tapi yang jelas aneeh banget, aneh.

Sebagai orang yang ambivert. Saya merasa hepi-hepi aja ada di rumah, ga mesti ngantor, dan ketemu banyak orang. Tapi di sisi lain, kok ada sesuatu yang hilang ya, ternyata saya juga ingin ngomong dan didengar, ingin mendengar dan menatap wajah orang secara langsung, ingin berkumpul.

Tadinya saya merasa gak masalah untuk work from home sama sekali. Malah untung, bisa kerja dan tetep bisa membersamai anak-anak. Bisa buka-buka laptop dan gantian shift kerja sama suami, sambil bisa masak, beres-beres rumah. Bisa sambil curi-curi selonjoran dan baca buku favorit sambil minum kopi. Tapi lama-lama kok saya merasa agak tertekan. Kerjaan suami yang lebih urgent  dan butuh telepon dan online setiap waktu membuat saya jadi merasa gak bisa dapat waktu khusus untuk kerja. Masak, beres-beres, tidak ada habisnya. Pe-er sekolah Runa harus dicek, sekolah jarak jauhnya, ngaji, dan hapalannya. Eh kok hapalan dan ngaji sendiri keteteran. Kok malah ga menikmati baca buku karena kalo ada waktu luang tentu dipake untuk buka kerjaan.

Baca berita di Indonesia tentang bagaimana pemerintah menanggulangi pandemik ini bikin saya ngelus dada. Sedih gitu, melihat pemerintah Belanda segitu serius dan sigapnya menangani pandemik, tapi pemerintah sendiri malah blunder. Gak sanggup rasanya baca berita. Denger berita via whatsapp dari grup-grup tentang pasien corona, praktisi kesehatan yang bertumbangan, fasilitas kesehatan, tes, dll yang gak jelas, bikin saya juga jadi banyak-banyak istigfar. Semoga semuanya kuat. Kalau kata Ust. Oemar Mita musibah ini banyak hikmahnya. Buat kita-kita yang ditimpa banyak musibah harusnya bersyukur sebab Allah sedang menurunkan kasih sayangnya untuk kita, ahlul musibah itu derajatnya tinggi lho di akhirat. Ya Allah semoga kami termasuk orang-orang yang sabar dan syukur.

Iya betul saya terus mengazamkan harus sabar dan syukur. Apa yang saya hadapi di rumah ini cetek banget, gak ada apa-apanya tentu. Tapi gak bisa dibohongi, sebagai manusia kita pasti juga punya internal struggle, pasti kondisi sekarang ini juga membuat masing-masing kita punya  ujian tersendiri. Gak ada yang ujiannya lebih mudah atau lebih sulit. Allah sudah tau takarannya. Gak bisa kita bilang: Wah enak, dia mah ujiannya lebih mudah. Gak bisa juga bilang: Wah dia ujiannya lebih berat, enak nanti pahalanya banyak.

Saya juga kangen keluarga di Indonesia. Semoga semuanya sehat-sehat ya Allah. Rencana penelitian saya ke Indo summer ini nampaknya akan ditunda entah sampai kapan. Semoga gak bikin keseluruhan PhD saya juga tertunda.

Kadang saya kasihan juga anak-anak ingin bebas berkeliaran di luar tapi terbatas. Alhamdulillahnya masih bisa main ke taman depan. Kadang saya merasa bersalah juga waktu saya sibuk dengan kerjaan, anak-anak saya kasih nonton. Kadang saya merasa waktu saya gak produktif. Katanya di rumah aja, bisa dong ngaji diperbanyak, hapalan ditambah, eh nyatanya kok gak jalan.

Manalagi sebentar lagi Ramadan ya Allah… Semoga pas Ramadan ini semuanya membaik. Kami juga bisa semakin beribadah dengan baik. Semakin jadi manusia yang lurus. Dunia hanya sementara, akhirat yang sebenar-benarnya hidup.

Udah ah. Saya cuma curcol aja panjang, gak ada awalan dan kesimpulan. Yang penting dah lumayan lega.

Wassalamu’alaikum

2 thoughts on “Life in the Time of Corona”

Leave a comment