Catatan Hati

Keep your righteous friends close

Kalau kamu punya sahabat-sahabat seiman yang soleh/solehah, yang kalau bertemu dengannya, berbicara dengannya, bertukar pesan dengannya, ia bisa membuatmu merasa tenang, nyaman, dan menambah kadar keimananmu, genggamlah ia, dekatkan hatimu.

Ini saya rasakan juga untuk Runa, yang dalam circle-nya sekarang mungkin lebih menantang untuknya menemukan sahabat itu. Tapi saya bersyukur, Runa dikelilingi sahabat-sahabat yang baik, di sekolahnya, di lingkungan rumah, atau di komunitas se-Belanda ini. Bukankan hal itu juga rezeki?

Alhamdulillah dari beberapa hal dari teman-temannya Runa ini saya belajar bahwa kita harus terus ngintilin sahabat kita yang baik, yang soleh-solehah, yang mengajak dan mengingatkan kita pada kebaikan.

Mengingatkan Solat

Kebiasaan di sini, sepulang sekolah biasanya anak-anak suka main bareng, gantian-gantian di rumah temannya atau di rumah kami. Kalau pas giliran main di rumah temen Runa, kami ingetin jangan lupa solat Zuhur. Awal-awal Runa suka sungkan gitu bilang ke temennya kalau mau solat, tapi lama-lama dia dan temannya kebiasa. Mulai summer kemarin Noela salah satu temannya yg muslim juga udah mulai belajar solat rutin lima waktu. Alangkah leganya saya waktu Runa cerita, tadi pas main bertiga di rumahnya Eva, Noela yang ngingetin, yuk kita solat dulu. Kubilang, besok-besok kalau mau main ke rumah temen yang lain, ajakin Noela aja sekalian biar saling ingetin. Alhamdulillah di kelasnya ada 5 orang yg muslim, meski dari berbeda negara dan asal-usul, punya teman seiman di kelas aja udah membuat hati lapang. Bandingin saya dulu satu sekolah SD muslim semua. Sama sekali gak ada pressure untuk jadi yang berbeda. Wong semuanya solat, semuanya mentup aurat, semuanya puasa. Ya, paling kalau bandel aja kadang ada yang bolos solat Jumat, kadang main ejek-ejekan, atau ada yang puasa tapi curi-curi minum. Itu aja kalau kayak gitu udah merasa bersalah dong ya. Berasa dihukum komunitas.

Continue reading “Keep your righteous friends close”
review buku

Laut Bercerita – Laila S. Chudori [Review Buku]

Duh maap udah dari kapan mau bikin review buku ini, tapi karena kemageran luar biasa, dan bingung mau mulai dari mana, jadi aja ketunda terus. Aku tu udah ada beberapa buku yg dibaca sepanjang tahun 2023 ini, tapi gak semuanya dibikin resensi atau review, ya habis gemana. Tahun ini padat merayap, walaupun gak ada alasan yah nulis mah nulis aja.

Oke jadi ini tentang Buku Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Akhirnya saya nulis ini juga sebelum lupa. Gara-garanya saya habis nonton debat Capres perdana kemarin malam. Terus ada bahasan yang membuat pikiran saya melayang lagi ke cerita ini. Jadi ada pertanyaan dari Capres no. 3 pada Capres no. 2 mengenai bagaimana soal kasus HAM bertahun-tahun lalu, yaitu penghilangan paksa beberapa aktivis, apakah jika si Capres 2 ini jadi presiden nanti dia mau membuat pengadilan hukum ad hoc untuk kasus ini, bagaimana tindakan pengusutannya. Dan pertanyaan tersebut gak dijawab secara gamblang, malah mengawang. Saya agak bingung, ini lagi ngomongin kasus yang mana sih.

Ternyata setelah jeda (saya nontonnya di channel Mata Najwa ya). Faisol Riza, timses Capres no.1 berkomentar, bahwa ia kecewa dengan tanggapan si Capres no.2. Ia bilang kalau ia sendiri masih punya beban hidup yang terus ada kalau ketemu dengan keluarga korban penghilangan paksa. Kasarnya, kenapa ia yang hidup, dan kenapa anaknya yang hilang (sampe sekarang)? Eh, tunggu-tunggu kayaknya saya familiar deh dengan kisahnya.

Bener aja, saya googling nama Faisol Riza, ternyata ia memang korban selamat dari kasus penghilangan paksa aktivis di tahun 1997-1998. Pada tahun tersebut memang lagi panas-panasnya reformasi, menuntut Soeharto turun. Dan Prabowo saat itu menjabat sebagai Komandan Umum Kopassus, yang kasus ini sering disangkutkan padanya. Eniwei, jadi pikiran saya jadi keinget lagi buku Laut Bercerita.

Credit photo by Yosay

Saya tuh sebenernya agak-agak gak bisa ya baca buku yang tragis dan sadis, apalagi berdasarkan kisah nyata. Gak sanggup aja gitu membayangkannya kalau hal itu terjadi beneran. Tapi atas rekomendasi sahabat saya yang udah berapa kali bilang, ini baca lho bagus (Dari sejak dia masih tinggal di Den Haag sekitar tahun 2016-2019an sampai udah pindah ke Heidelberg, Jerman). Akhirnya pas saya berkunjung ke rumahnya, saya pinjem juga ini buku.

Sebenarnya saya udah baca buku Leila S. Chudori yang sebelumnya, berjudul Pulang. Temanya mirip-mirip juga tentang reformasi, perjuangan, kesewenang-wenangan pemerintah pada zamannya. Hanya beda setting, buku Pulang itu bercerita mengenai mereka yang terasingkan ke Prancis dan gak bisa pulang.

Ok, jadi Laut Bercerita ini mengisahkan tokoh Biru Laut, seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris UGM, yang memiliki idelalisme tinggi. Bersama kawan-kawannya sesama aktivis mereka melakukan diskusi, menyuarakan pandangan mengenai ketidakadilan yang diakukan rezim pemerintahaan pada saat itu. Tahu sendiri kan dulu Soeharto sudah berkuasa hampir 32 tahun, dan makin lama makin terasa ketimpangan sosial, adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme, menjadi rezim yang diktaktor.

Uniknya di bagian pertama buku ini, kisah ini dipaparkan melalui sudut pandang Biru Laut yang saat itu ditenggelamkan di lautan tak berdasar. Lalu flash back ke kejadian masa lalu dan kembali melihat peristiwa yang terjadi di tahun yang bersangkutan. Mulai dari diskusi-diskusi mereka, pergerakan yang mereka lakukan, idealisme para aktivis, dan situasi politik di tahun tersebut.

Laut dan beberapa aktivis lainnya lalu diculik terkait aktivitas pergerakan yang mereka lakukan. Mereka disekap dan disiksa secara tidak manusiawi. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukuli, ditidurkan di balok es, disetrum, dan banyak lagi penyiksaan serem lainnya (duh saya linu banget pas baca, kayak pingin diskip aja bagian itu). Mereka disiksa agar mau menjawab: siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu. Pada akhirnya ada beberapa aktivis dan mahasiswa yang dibebaskan dan yang lainnya dibunuh. Entah apa yang mendasari pilihan ada yang bebas dan ada yang mati, itu juga tanda tanya.

Bagian kedua buku ini diceritakan oleh Asmara Jati, adik Laut. Di bagian ini bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan trauma dan kehampaan hidup pasca dilepaskan, dan tanda tanya besar, kenapa ini terjadi? Leila Chudori bisa banget menangkap sisi pilu dari keluarga yang ditinggalkan. Bagaimana seorang ibu selalu memasak penuh cinta untuk anaknya. Bahwa mereka punya kebiasaan memasak bersama makanan kesukaan Biru Laut. Ada aroma masakan dan cara memasak tengkleng yang khas digambarkan secara detail. Lalu sang ayah meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul. Mereka seperti menolak untuk mengakui anak mereka mungkin tidak akan kembali.

Walaupun novel ini historical fiction yang mengangkat fakta-fakta yang sampai sekarang masih dianggap tabu, tapi kisah ini tetap dibungkus sangat cantik melalui gambaran kehangatan keluarga, persahabatan erat para aktivits, kepedihan orang yang ditinggal tanpa ada kejelasan hingga saat ini, dan kisah cinta muda-mudi.

Luar biasanya penulis ya kalau gak mau kacang-kacang, sebelum menulis harus melakukan riset dan wawancara terlebih dahulu secara langsung pada korban yang berhasil kembali atau kerabat korban.

Nah jadi tuntas juga ni azam saya untuk menuliskan review/resensi buku ini. Semoga kita bisa belajar dari sejarah masa lalu. Dari sana kita bisa mengambil pelajaran untuk menentukan langkah kita ke depan dan tidak mengulangi kesalahan masa lalu.

Catatan Hati

Hasbunallah wa ni’mal wakil

Hasbunallah, hasbunallah, wa ni’mal wakil. Ni’mal maula, Ni’mal maula, wani’man nasiir.. Cukupkanlah kami, wahai Allah Rabbi. Dengan kenikmatan dan juga pertolongan Rabbi.

Setiap pagi, selama enam tahun, saya mendendangkan kalimat tersebut bersama teman-teman lain. Menandakan waktu berdoa di lapangan pagi hari itu sudah selesai, dan kami berbaris rapi masuk ke kelas masing-masing.

Setiap pagi di sekolah kami, aktivitas biasanya dimulai dengan berbaris di lapangan sekolah sesuai kelas masing-masing. Guru akan memandu untuk bersama-sama murojaah surat-surat pendek, biasanya sekiyar 15-20 surat, dilanjutkan dengan membaca Asmaul Husna dan artinya, dan sifat-sifat Rasulullah SAW dan artinya. Uniknya asmaul husna dan sifat Rasulullah SAW ini dibacakan dua kali, yang pertama artinya dalam bahasa Indonesia, dan yang kedua artinya dalam bahasa Sunda. Walaupun yang artian bahasa Sunda ini saya ingat dengan samar-samar.

Tapi malah yang masih terngiang-ngiang sampai sekarang adalah kalimat hasbunallah wa ni’mal wakil yang didendangkan dengan nada tertentu. Namun siapa sangka bahwa saya baru benar-benar bisa memaknainya ketika saya merantau ke Belanda? Dan saya semakin mempercayai kekuatan kalimat tersebut sejak tanggal 7 Oktober 2023.

Maafkan kenaifan saya, bertahun-tahun setelah meninggalkan bangku SD, bahkan saya baru tahu bahwa kalimat tersebut adalah potongan ayat dari surat Ali Imran: 173, yang artinya ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’

‘Sufficient for us is Allah, and [He is] the best Disposer of affairs.’

Setelah merantau ke Belanda, saya baru merasakan sulitnya hidup jauh dari keluarga besar, saudara-saudara, teman-teman, dan semua kemudahan yang saya pernah nikmati di tanah air. Berada di lingkungan minoritas, dengan tantangan akademik, sosial dan kultural yang berbeda, membuat saya memahami lebih jauh ayat ini. Ketika itu terasa, wah bener nih, cuma Allah yang bisa saya andalkan, gak bisa saya bergantung pada diri saya sendiri, suami, atau sahabat-sahabat untuk menyelesaikan masalah saya. Apalagi mengharapkan bantuan dari seberang lautan Indonesia. Murni hanya Allah-lah tempat bergantung. Bahkan potongan ayat ini sudah saya canangkan menjadi propositions untuk buku thesis saya. Tapi ternyata ayat Al Qur’an tidak diperkenankan untuk dijadikan point statement thesis, karena katanya ayat-ayat suci tidak dapat diperdepatkan (bener juga sih, kan kebenarnannya mutlak ya).

Namun, sejak 7 Oktober 2023, kalimat ini semakin sering kita dengar keluar dari saudara-saudara kita di Palestina, yang ujian hidupnya sudah paling maksimal, masih bisa mengucap Alhamdulillah ala kulli haal, Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan, hasbunallah wa ni’mal wakil. Asli gak mudah, bayangkan saya mah diuji cetek semacam anak-anak lagi berantem, rumah kapal pecah, deadline kerjaan bikin stres, belum sempat masak, ada barang yang hilang, belum sempet bilang Alhamdulillah udah omelan sama keluhan aja yang keluar dari bibir ini, huhuhu.. Astagfirullahaladzimm. Ya gimana ya Allah ampuni hamba…

Saudara-saudara kita di Palestina bukan hanya kehilangan rumahnya, hartanya, tetapi juga kehilangan keluarganya, saudara-saudaranya, diuji kesulitan hidup yang membayangkannya saja saya gak sanggup. Ditambah dunia pun seolah-olah memunggunginya. Seluruh dunia gak ada yang peduli, tetangga-tetangga terdekat di Arab gak banyak membantu, saudara-saudara muslim lainnya mau bersuara membela aja aja masih ragu. Dan ini bukan cuma dalam dua bulan ini, ini sudah 75 tahun! Makna Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung bagi mereka adalah sebenar-benarnya hujjah yang menancap di kalbu mereka, Subhanallah.

Saya bersyukur, meski tidak sejak dahulu saya memahami dendangan hasbunallah wa ni’mal wakil yang diajarkan guru-guru esde saya dulu, tetapi sampai sekarang saya masih mengingatnya, dan akan menjadi hujjah yang saya pegang sepanjang hayat.

Catatan Hati

7 Oktober 2023

Sudah lebih 50 hari sejak 7 Oktober 2023, and life is never be the same. There are massive changes, and also shifting perspectives, yang gak bisa diutarakan dengan kata-kata. Tapi sejak tanggal tersebut, banyak perubahan, saya berubah, orang-orang berubah, lingkungan berubah, dan cara pandang orang terhadap dunia juga berubah. Apa yang terjadi?

Kalau kamu yang merasa tidak ada yang berubah sejak 7 Oktober 2023, monggo dipertanyaakan pada dirimu sendiri.

Mungkin dalam hidup manusia, Allah akan memberikan beberapa titik yang membuat diri kita berubah, fokus kita berubah, dan semoga itu ke arah yang lebih baik. Dalam hidup saya juga begitu, ada beberapa fase yang membuat saya menjadi seperti sekarang. Dan saya bersyukur Allah menjaga saya dalam jalan Islam, jika bukan di jalan ini, entah apa yang terjadi pada tujuan hidup saya.

Tapi saya pikir, kegundahan saya ini bisa saya tuliskan sedikit. Mengingat udah beberapa purnama saya gak nulis. Saya agak kehilangan pace dan motivasi menulis. Walaupun saya tetap merasa menulis adalah cara saya untuk bisa menyalurkan isi hati dan menguraikan apa yang di kepala.

Sebulan ini saya merasa tidur saya gak nyenyak dan bangun dengan kegelisahan yang sangat. Biasanya saya suka banget tidur, salah satu cara recharging alamiah saya. Kalaupun misal lagi insomnia, lagi mikirin sesuatu, kerjaan, planning, atau apapun, saya bisa mencoba merem sambil mikir, trus tidur. Tapi sebulan ini, tidur nyenyak di kasur empuk dan selimut hangat membuat saya diliputi rasa bersalah dan tidak berdaya. Bagaimana tidak? Kalau seharian itu Gaza, Palestina dalam kondisi gawat darurat. Bayi dan anak-anak dibunuh, bombardir di mana-mana, keluarga terpisah-pisah, saudara-saudari kita gak bisa makan layak, gak bisa minum air bersih, gak tidur tenang, rumah sakit kesulitan, sekolah mana ada, hancur semuanya. I cry almost every day. Dan rasa kesel yang udah sampai ubun-ubun, benci, mengutuk, melaknat, tapi tetap tak berdaya. Dunia sudah gila! Manusia-manusia Z1on15t dan pengikutnya itu gila!

Hanya ujungnya doa yang bisa saya andalkan, yang bisa menenangkan, kemana lagi kalau bukan kembali sama Allah?

Tiap mengantar anak-anak ke sekolah, melihat anak-anak di sini sungguh bahagia, punya cita-cita, punya keluarga keluarga. Saya berdoa, Ya Allah, semoga anak-anak Palestina bisa merasakan kebahagiaan bermain, belajar, dan bercita-cita. Tapi melihat betapa tegarnya mereka, betapa hati mereka sekuat baja manapun di dunia, betapa iman mereka setinggi jarak antara langit dan bumi, saya menangis lagi. Malu ya Allah.

Dan Masya Allah-nya, saya yakin banyak yang merasakan seperti yang saya rasakan. Itulah yang membuat saya optimis. The tides are changing, slowly but sure, the world will be not the same as before. Tahun 2023 ini begitu berbeda.

Saya tahu, hal seperti ini sudah beberapa kali terjadi. Bahkan sejak saya masih kecil. Tapi siapa yang ngerti? Saat itu media tidak semasif sekarang, dulu juga narasi-narasi tentang Palestina hanya disuarakan hanya sebagian kecil orang. Saya sempat terpapar dari lingkungan rohis SMP, SMA, dan kuliah. Tapi yang merasa peduli pun terasa hanya segelintir orang. Dan rasanya hal itu gak relevan sama kehidupan kita sehari-hari, Palestina seolah-olah jauh, huhu.. astagfirullah.

Menyesal ya kenapa kepedulian saya terhadap Palestina pun hanya seolah lewat saja dan bermusim, ketika ada intifada, ketika ada penyerangan dari Israel, ketika ada berita tentang Palestina yang kesulitan. Tapi itu cuma sekilas aja, dan meninggalkan jejak cuma sedikit, huhu.. Malu ya Allah, baru sekarang agak sadarnya. Semoga Allah ampuni kelalaian saya.

Ngerti makna intifada aja baru sekarang, dulu padahal suka banget sama nasyid dari Rabbani ini (Kakakku sering nyetel, dia mah nasyiders sejadi, dulu dkm bgt haha..) Ngerti sejarah pencaplokan Palestina pasca PD I, sejarah, Nakba, Naksa, berdirinya F*t*h dan H*m*s, siapa itu Syekh A*mad Y*ss*n, baru sekarang. Duh ketinggalan kereta banget, malu lagi, sedih lagi.

Tapi Allah kan Ar rahman dan Ar rahim ya, kalaupun kita terlambat sadar dan terlambar bergerak, tetapi kasih sayang Allah luas banget. Saya pun berazam untuk bisa sebaik-baiknya menggunakan momen titik balik ini sebagai titik upgade diri (aamiin), momen untuk belajar lagi dari sirah Nabawiyah, dan sejarah Palestina, banyak mengguyur diri dengan ilmu, juga semoga bisa mengedukasi anak-anak dan sekitar, aamiin.

We are changing, but I am sure, we are changing for a better purpose, aamiin

Being Indonesian in the Netherlands, [GJ] – Groningen’s Journal

Melatih Anak Berpuasa di Belanda, Gimana yaa?

Disclaimer, ini late post pisan, mo ditulis kapan. Tapi baru sempet aja dilanjutin.

Banyak yang nanya waktu Ramadan kemarin, gimana sih caranya mengajak anak berpuasa di Belanda ini? Karena udah pasti kan semuanya serba berbeda dengan di Indo yang latihan puasa itu kayak otomatis aja. Saya aja gak inget effort saya dulu latihan puasa kayak gimana persisnya. Inget sih waktu masih esde kelas 1,2,3 gitu semua temen saya puasa, dan malu kalau pas di sekolah ditanya siapa yang gak puasa? Atau ditanya siapa yang puasanya gak tamat? Itu jadi sebuah motivasi tersendiri. Pada akhirnya saya belajar puasa secara autopilot.

Hey tapi hey, tentunya gak bisa gitu dong kalau anak muslim di Belanda, terutama yang sekolahnya di sekolah umum (bukan sekolah Islam). *Btw yang di sekolah Islam aja gak semua anak-anaknya dari kecil diajakin puasa lho sama ortunya. Tantangannya antara lain:

Continue reading “Melatih Anak Berpuasa di Belanda, Gimana yaa?”
Being Indonesian in the Netherlands, Catatan Hati, [GJ] – Groningen’s Journal

Momen yang Paling Membuat Rindu Kampung Halaman

Untuk perantau, rindu kampung halaman itu selalu. Tapi perasaan bisa naik turun. Kadang kalau lagi semangat dan imannya tebal, perasaan rindu itu dijadikan kekuatan untuk mengisi hidup lebih bermanfaat dan produktif. Kadang kalau lagi mellow dan ada masalah, keinget kampung halaman, hati jadi terasa pedih. Pengen pulang kepikirannya, dan jadi gak semangat.

Kadang saya suka track back, di bagian decision manakah yang membuat keluarga kami jadi bisa sekian lamanya tinggal di Groningen? Karena rasanya cuma dijalani, terus baru sadar, eh udah hampir sembilan tahun aja. Apakah semuanya akan berbeda ketika kami memutuskan untuk pulang for good? Misal setelah saya lulus S2. Atau sebelum saya berniat S3?

Ketika sudah selesai S3, sudah berlalu lagi lima tahun. Rasanya makin sedikit ruang untuk memutuskan “tiba-tiba” pulang for good. But, I do think, at some point we have to decide, to stay (for how long) or to go home.

Ada tiga momen yang bisa membuat saya dan para perantau lain merasakan beratnya tinggal jauh dari keluarga dan kampung halaman, dan yang membuat rinduuu.

1. Ketika winter

Aura winter itu emang lain sih, gloomy, mendung, hujan, dingiiiin (yang pasti tentunya), bikin badan juga mager, kadang mudah sakit, pengennya kruntelan aja, dan porsi gelapnya lebih banyak. Tentu beda sama Indonesia yang selalu seimbang antara terang dan gelapnya, siang dan malamnya, waktu solat yang tidak banyak bergeser. Belum lagi cuaca di Indonesia yang tidak berubah-ubah secara drastis.

Ketika winter tiba, pasti ada aja momen yang bikin mellow, dan jadi rindu berat kampung halaman. Entah mungkin ada dorongan winter blues juga (padahal eike juga sebelumnya gak kenal tu yang namanya winter blues, is that even exist?).

2. Ketika Ramadan

Ini sih udah pasti. Aura dan suasana yang berbeda hype-nya gak sedapet kayak Ramadan di Indonesia. Semua rasanya biasa aja. Yang bikin jadi lumayan berbeda tentunya keberadaan komunitas muslim yang ada di daerah masing-masing. Itu juga kalau pada aktif yah. Kalau di Indonesia, rasanya kita mah gak effort banget menyambut bulan Ramadan, pasti kerasa excited-nya. Kalau di Belanda, ya kita sendiri yang harus memeriahkan Ramadan ini, terutama untuk anak-anak ya. Biar mereka tu gak ngerasa hari raya dan seneng-seneng itu pas Natal. Padahal pas Natal kita malah ga ngapa-ngapain. Jadi hampir tiap tahun, kami sekeluarga berusaha menyusun agenda Ramadan biar meriah.

Pas Idul Fitri tiba, jangan ditanya gimana rindunya pingin berkumpul sama keluarga, solat id bareng, ngumpul bareng, makan bareng, silaturahmi ngider ke mana-mana, atau bahkan momen pulang kampung ke rumah nenek/kakek. Di sini Alhamdulillahnya sih komuntas muslim banyak, jadi gak sepi banget. Walaupun tetap momen sama keluarga gak tergantikan.

3. Ketika sakit

Duh ini berat. Makanya mending Dilan aja yang sakit (naon deui, haha). Sakit di negeri orang itu gak enak, serba salah. Kalau dalam satu keluarga ada yang sakit, pasti semua anggota keluarga bakal sibuk ngurusin yang sakit. Gak bisa bergantung pada pertolongan keluarga, bibik, saudara, gofood, dll. Harus mandiri, harus kuat. Meski komunitas Indonesia di Groningen (dan Belanda umumnya) lumayan kuat, jadi sering bahu-membahu, tapi kita juga sadar, mereka juga di sini punya keluarga dan diri yang harus diurusi, gak bisa kita bergantung terus. Emergency net di sini emang terbatas.

Mungkin yang positifnya adalah, orang Londo malah pengertian banget kalau kita atau anggota keluarga sakit. Gak ada yang julid tuh, dan tetap memaksa kita untuk kerja. Gak pakai surat dokter segala untuk membuktikan kita gak masuk kerja karena sakit. Bahkan gak kehitung cuti, ya itungannya sakit aja. Coba kalau di Indonesia, waduh kadang bos-bos dan perusahaan suka gak berperasaan sama keluarga yang sedang diuji sakit/kesulitan (Ini saya dengar dari teman, waktu anaknya sakit dirawat di RS, dia masih harus bawa-bawa laptop dan kerjaan ke RS sambil nungguin anaknya). Ya, meski ada bantuan nenek/kakek/bibik tapi kan tetap aja ortunya harus yang utama jagain anaknya.

Nah gitu aja curcolan singkat saya kali ini.

Semoga rindu yang tersimpan ini senantiasa terkirim dalam bentuk doa… doa yang terbaik. Allah Maha Mengerti hambaNya, aamiin.

Being Indonesian in the Netherlands, Groningen's Corner, [GJ] – Groningen’s Journal

Sedekah ke Mana?

Ada dua asumsi yang saya generalisir mengenai orang Londo, berdasarkan ‘katanya’ dan pengalaman sendiri. Satu, orang Londo itu pelit, itungan, teliti kalo soal materi. Bahasa Sundana mah ‘cedit’ atawa ‘kopet’, bahasa Minangnya ‘sampilik’ atau ‘pancekè’ (bukan pancake yah Siss, haha). Sebagai org Indonesa, kita biasa berbagi, biasa nrimo aja ‘ya udah ikhlasin’ nanti Allah ganti. Jadi ketika berinteraksi dengan orang Londo, ketelitian mereka ini rasanya keitung pelit.

Kedua, kayanya ni yaa mereka kurang peka sama orang lain yg kesulitan dan kekurangan, yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dan kayanya lagi mereka ini gak paham konsep sedekah. Ya gimana kan jarang banget lihat fakir miskin, anak terlantar, dan orang susah di kehidupan sehari-hari. Ada sih program donasi-donasi gitu, tapi ribet aja, mau donasi harus subscribe untuk berapa bulan misalnya dan harus isi data-data dll. Saya juga mikir, mau sedekah di sini, siapa yang mau nerima? Sedekah yang gampang ya misalnya. Kayak kalau di Indo, kita biasa peka, liat anak jalanan dan pengemis jadi tergerak untuk sedekah, lihat mamang jualan kesusahan, ikut ngelarisin. Akhirnya saya juga kalau mau sedekah ya difokusin aja buat ngirim ke badan amal di Indonesia, yang sudah terpercaya, atau nitip ke Mama dan Ibu untuk dikasihin ke orang-orang sekitar yang butuh. Rasanya lebih tetap sasaran aja. Saya mikir, orang Londo ini nerima gaji tiap bulan, bahkan yang udah pensiun dan pengangguran juga tetep ada tunjangan. Tapi mereka sedekah gak ya?

Continue reading “Sedekah ke Mana?”
Just Learning

Yasir Qadhi’s Lecture in Amsterdam – Life Lessons from Rasulullah SAW

Alhamdulillah Hari Minggu, 21 Mei 2023, kami sekeluarga berkesempatan untuk mengikuti kuliah Ustadz Yasir Qadhi di Amsterdam. Biasanya kami sering mendengarkan ceramahnya di Youtube maupun Podcast. Bisa mendengarkan ceramahnya secara live memang rasanya beda. Kayak lebih nanclep aja gitu.

Kami ikut di sesi pertama, dengan tema Practical Life Lessons from the chronicles of the Prophet Muhammad (saw): Dealing with Stress, Grief, Depression & Challenges in Life

Cocok banget buat kita-kita yang merasa hidup tuh kok berat. Gimana sih biar bisa survive? Allah maunya kita gimana sih sama hidup kita? Tema yang sederhana tapi sangat relevan untuk kita, yang banyak ngeluh wae, banyak drama, dan minim syukur. Ustadz Yasir Qadhi menjabarkan 5 poin penting yang bisa kita pelajari dari kehidupan Rasulullah SAW. Bagaimana Rasulullah deal with problem in life.

1. Life is not gonna be easy

Pertma kita harus memahami konsep hidup ini. Hidup memang gak mudah. Pain, trials, and struggle semuanya datang dari Allah. Mau kita orang Islam atau bukan, orang beriman atau tidak, orang baik atau jahat, pasti semuanya akan merasakan yang namanya kesulitan.

If you are a good person, it doesn’t mean you will have a good life. Salah kalau kita pikir orang beriman gak akan diuji dengan kesulitan. Coba orang paling soleh di dunia siapa? Rasulullah SAW. Lihatlah kehidupan beliau yang penuh onak dan duri. Lahir sebagai anak yatim, lalu disusul ditinggal ibunya di usia 6 tahun, hidupnya bersama Kakek dan Pamannya. Bekerja keras sebagai penggembala dan pedagang. Anak-anak lelakinya meninggal saat masih kecil. Ketika diangkat menjadi Nabi banyak tantangan hidup beliau hadapi, mulai dari penghinaan, ancaman, kemiskinan, kebencian, pengucilan, segala rupa. Belum lagi berbagai perang yang dijalani Rasulullah SAW, yang menyebabkan beliau terluka parah, sampai hampir kehilangan nyawa.

Rasulullah SAW was someone who got tested the most. When Allah loves somebody, He will test him/her.

Jadi gini, dalam hidup, apa sih yang bisa kita lakukan untuk bisa masuk surga? Seminimnya ya melakukan kewajiban muslim, seperti solat, membaca Al Qur’an, menjauhi larangan Allah. Itu bare minimum. Tapi gimana biar kita bisa dapat A+++? Bisa melalui bonus point. Nah, bonus point ini dapat diraih dari difficulties we face in our life. Bagaimana kita bisa melewati ujian-ujian tersebut. Ketika kita mendapatkan ujian dan kesulitan dalam hidup, ingatlah bahwa: Allah sedang memberikan kita kesempatan to earn the bonus point.

Oiya, tapi tentunya kita juga tidak dianjurkan untuk meminta kesulitan datang. Kita bahkan diminta untuk berdoa agar dihindarkan dari musibah: Allahumma inni as’alukal-‘afwa wal-‘afiyah fid-dunya wal-akhirah. O Allah, I ask You for forgiveness and well-being in this world and in the Hereafter.

‘Afiyah –> absence from test

Kenapa kita minta dihindarkan dari ujian? Sebab kita tidak tahu apakah kita bisa melewati ujian tersebut. Tetapi ketika kita diberikan ujian tersebut, Allah pasti tahu bahwa kita pasti bisa melalui ujian tersebut. Kan Allah tidak pernah salah ngasih soal ujian ke hambaNya. Artinya Allah percaya akan kemampuan kita, walaupun kita sendiri suka gak yakin.

Hal kedua yang harus diingat ketika kita mendapatkan ujian: Allah memberikan kesempatan kedua kepada kita saat mengirimkan musibah ini, agar kita dapat mengintrospeksi diri kita, we can re-assess our life. Apa yang salah, apa yang bisa kita perbaiki. Ini akan membuat kita semakin aware akan keberadaan Allah.

Lalu gimana selanjutnya? Saat kita mendapatkan musibah, kita harus yakin bahwa Allah sama sekali tidak meninggalkanmu. Ad Dhuha: 3, “Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu”.

Continue reading “Yasir Qadhi’s Lecture in Amsterdam – Life Lessons from Rasulullah SAW”
Being a Student Mom, Mom's School stuff, Mommy's Abroad, [GJ] – Groningen’s Journal

Preparation and execution PhD Defence

Entah sudah berapa kali saya melihat defence (sidang) mahasiswa S3 di Groningen. Bahkan auditorium di academic gebouw (academic building) dengan mural the Tree of Knowledge yang terbentang di dinding utama tampak terasa familiar. Entah apa arti mural itu saya juga tidak tahu. Dominasi warna biru dan krem serta tokoh-tokoh di dalamnya kadang membuat bulu roma bergidik, mana rada porno pula hwhwh. Mimbar kayu di depan mural itu menjadi simbol panggung akademia. Ruangan terluas di academic building ini memang memberikan impresi berbeda ketika kita masuk ke dalamnya.

Menghadap mural besar itu, kursi-kursi penonton berjajar di depannya, untuk menyimak diskusi ilmiah antara sang promovendus (PhD Candidate) dengan para opponent, yaitu profesor dan doktor yang mumpuni di bidangnya. Semua mata akan tertuju pada kursi dan meja kecil di depan hadirin yang disediakan untuk PhD candidate.

Huwaahh terasa sangat menegangkan? Jangankan yang duduk di kursi panas PhD, yang menonton aja sering terbawa tegang ketika mengikuti sidang terbuka PhD ini. Sering sih membayangkan bagaimana rasanya duduk di kursi panas itu, ketika saya menyaksikan sidang PhD, ‘Duh ntar giliran saya kek apa yaa.’ Ngebayanginnya aja kadang suka bikin hati saya mencelos tajam. Dan sungguh rasanya berbeda ketika sudah mendapatkan tanggal untuk defence dengan sekedar membayangkannya.

Karena saya ingin merekam momen-momen bagaimana menuju hari H (biar pembaca ikut merasa tegang, haha), jadilah curcolan ini saya tuliskan. Bahwa hari itu adalah untuk dikenang, tapi tidak untuk diulang. Seperti akad nikah ya, cukup sekali saja seumur hidup.

Tanggal defence saya, sudah tertulis di lauhul mahfudz, Senin, 20 Februari 2023, pukul 11.00 CET

Sekitar H-3 bulan sebelum defence

Sudah menghubungi publisher untuk printing dan design untuk buku thesis. Proses perjalanan ‘melahirkan’ buku thesis saya bisa di baca di sini: The Journey of My PhD Thesis Book. Saran saya kalau bisa sesegera mungkin menghubungi dan berkorespondensi dengan publisher. Walaupun jangka waktu tiga bulan sebenernya pas aja, tapi who knows, ada kendala tidak terduga atau kepotong libur. Seperti saya kepotong libur natal dan tahun baru. Si Publisher gak libur sih, at least designer-nya. Jadi, setelah submit thesis ke Hora Finita, segeralah ancer-ancer untuk mengontak publisher. Ada banyak kan pilihan publisher, jadi pemilihan publisher kalau bisa udah dari sebelumnya malah. Lihat dari segi servis, harga, dan testimoni pengguna sebelumnya.

Saya masih inget sempat kontak-kontak sama designer layout-nya intens pas lagi jalan-jalan sama suami di Malioboro Yogya, kurang romantis apa coba? Haha.

Continue reading “Preparation and execution PhD Defence”
Cerita Runa, Cerita Runa dan Senja, Cerita Senja, Children in the Netherlands

Yang Unik Mengenai Kebiasaan Anak di Sekolah Belanda (2) (untuk orang tua)

Lanjut ya Bun mengenai kebiasaan anak di sekolah Belanda. Biar gak bosen kepanjangan, jadinya saya bikin dua part. Baca mengenai part 1 di sini: https://monikaoktora.com/2023/03/30/yang-unik-mengenai-kebiasaan-anak-di-sekolah-belanda-1/.

Kalau sebelumnya saya cerita tentang gimana anak-anak ini bergaul dan berteman, sekarang saya akan cerita mengenai apa-apa yang biasa dilakukan di lingkungan sekolah, tapi ini info yang lebih melibatkan orang tuanya. Mungkin bukan soal kebiasaan aja, tapi juga soal teknis.

School portal

Komunikasi antara sekolah dan orang tua dilakukan melalui portal sekolah, melalui website atau melalui aplikasi yang bisa diunduh di hape. Nama portal-nya mijnschool.nl (kayaknya ini terorganisir untuk kebanyakan sekolah di Belanda). Info yang biasanya bisa diakses adalah pengumuman kegiatan di sekolah, info-info, agenda sekolah, dokumen-dokumen penting (seperti formulir untuk izin), juga suka ada foto-foto kegiatan anak di sekolah yang di-share, khusus bisa diakses untuk anak kita aja. Oiya untuk bikin janji pertemuan orang tua-guru (oudergespreek) juga di-arrange melalui portal ini (mengenai oudergespreek saya jelaskan di bawah).

Portal atau aplikasi ini cukup efektif untuk komunikasi. Cuma kita harus update aja dengan menyalakan notifikasi kalau ada pesan atau informasi baru yang diposting di portal sekolah. Jangan sampai ada yang ketinggalan. Tentunya portal sekolah ini dalam bahasa Belanda, jadi kadang kalau gak ngerti ya udah google translate to the rescue.

Aplikasi School portal di hape
Continue reading “Yang Unik Mengenai Kebiasaan Anak di Sekolah Belanda (2) (untuk orang tua)”